Sunday, January 30, 2022

ENTERTAINER SEJATI ITU TELAH PERGI


 ---F. Dhanang Guritno

 

Mengenang 40 hari  Mas Kari Hartaya dipanggil Tuhan

  

Bertahun-tahun bergulat dengan penyakit diabetes, dua tahun yang lalu terkena serangan stroke, dan akhirnya perjalanan hidup di dunia ini harus berakhir di ujung tahun 2021.

 24 Desember 2021 pagi saat aku bangun tidur kubuka ponsel, betapa terkejutnya aku ketika berbagai grup WhatsApp mengabarkan berita duka meninggalnya saudara, teman, dan sahabat tercinta Mas Kari Hartaya. Sekitar pukul 2.30an dini hari ternyata sebenarnya HPku beberapa kali berdering saat kerabat berusaha menghubungiku untuk mengabarkan berita itu. Namun karena tertidur lelap sedari sekitar pukul 24.00 aku tidak mendengarnya. Setelah bangun barulah aku tersadar bahwa Mas Kari telah dipanggil Tuhan.  Antara percaya dan tidak, hari kemarin masih beraktifitas seperti biasa masuk kantor dan sore hingga malam latihan mempersiapkan misa Natal. Memang penyakit diabetes itu sudah disandangnya bertahun-tahun, dan dua tahun yang lalu terserang stroke. Tapi kondisi terakhir itu sepertinya tidak sedang drop.

Saat itu pikiranku langsung mengingat-ingat hari-hari akhir bersamanya. Sepertinya waktu itu tidak ada hal yang aneh pada dirinya. Kuingat betul sehari sebelumnya kami masih makan siang bersama di sebuah warung daerah Gentan Jalan Kaliurang beliau nampak biasa-biasa saja, hanya saat itu sebenarnya aku agak sedikit heran dengan tingkahnya. Ketika aku belum selesai minum dia sudah mengajak cepat-cepat pergi dari situ seperti orang terburu-buru sambil berbicara dalam bahasa jawa “aku saiki ngapa-ngapa ora jenak (Aku sekarang apa-apa selalu tidak betah).  

Saya ingat juga ketika awal Desember ikut kegiatan pemberdayaan SDM BBPPMPV Senbud ke Bandung, ternyata ada sedikit hal yang aneh darinya. Dengan semangat dia tampak antusias mengikuti kegiatan itu. Ketika perjalanan pulang rombongan berhenti di toko oleh-oleh, dengan semangat pula dia memborong oleh-oleh. Aneka makanan banyak dibelinya. Antri berjubel membeli peuyem dilakukannya. Padahal setahuku hal-hal sepeti itu dulu tidak begitu suka melakukan. Namun apakah itu suatu firasat atau bukan hingga saat ini akupun tidak pernah tahu.

 Mas Kari dari sudut pandangku…

Terlahir 56 tahun yang lalu, kami mempunyai banyak kesamaan. Kami sama-sama lahir pada tahun 1965, hanya berbeda bulan.  Tinggal di kota yang sama Bantul. Masih ada hubungan keluarga (ayah beliau adalah kakak dari ibuku), dalam bahasa Jawa sering disebut nak-sanak, tunggal simbah, atau sepupu. Menurut cerita orang tuaku dulu, ayahnya memberi nama Kari karena saat itu Presiden Soekarno sedang giat mencanangkan gerakan hidup “Berdikari” singkatan dari “berdiri di atas kaki sendiri”.

Dengan beberapa kesamaan kami tumbuh dari kecil dengan melalui berbagai jalan hidup. Kami berminat pada hal yang sama, yakni bermain musik. Kebetulan keluarga besar kami mulai dari simbah, pakde-pakde, om-om sebagaian besar mempunyai  hoby bermain musik. Sampai pada akhirnya di tahun 1983/1984 kami menempuh kuliah pada jurusan yang sama yakni Pendidikan Seni  Musik IKIP Yogyakarta.

Liku-liku perjalanan menekuni dunia musik banyak kami lalui bersama. Mulai dari bermain band keluarga, band teman-teman sebaya, keroncong dan musik-musik gereja. Kami sering berdiskusi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan musik dan kondisi kehidupan kami yang bukan berasal dari keluarga berada. Berdiskusi bagaimana kita bisa mencari penghasilan dari bermain musik. Masih kuingat betul kami selalu membicarakan bagaimana kita berupaya untuk dapat mencari uang dari bermain musik pada saat kita kuliah dulu.

Penjuangan mengabdikan diri pada dunia musik

Di tahun 1984 - 1990an, pada saat kuliah, kami mencari celah-celah pekerjaan free lance dengan menjadi pemain musik untuk rekaman. Diantaranya kami mencoba bekerja sama dengan TVRI lokal Jogja dan dengan Komisi Sosial Keuskupan Agung Semarang yang berada di Gereja Katolik Bintaran waktu itu yang memproduksi lagu-lagu rohani.

Di TVRI stasiun Yogyakarta kami berjuang merintis menjadi pengisi acara dan menjadi musisi pengiring penyanyi pada beberapa acara. Yang masih kuingat acara yang pernah kami iringi antara lain progam hiburan musik: Hiburan Senja, Visirama, Lagu Pop Daerah dan lain-lain. Sedangkan di KOMSOS kami mengerjakan iringan musik lagu-lagu rohani yang diproduksi secara komersial dalam bentuk pita kaset. Kerja keras yang kami lakukan bersama mas Kari pada waktu itu sedikit membawa hasil. Setidaknya kami tidak terlalu bergantung pada orang tua untuk sekedar uang jajan dan membeli BBM.

Seiiring berjalannya waktu sekitar tahun 1989 mas Kari mencoba terobosan baru yakni bermain live music di café/restaurant dan bar hotel. Suatu hal yang sebenarnya sangat asing bagi kami. Biasanya kami melakukan rekaman di studio, kali ini mencoba peruntungan untuk menjadi seorang Entertainer  untuk menghibur para pengunjung cafe. Pada saat itu di Jogja memang sedang marak berbagai café dan restauran serta bar di hotel yang dilengkapi dengan live music. Berbagai café, restaurant dan bar di hotel-hotel saat itu seperti wajib memiliki hiburan music secara live. Berbagai tempat itu menyajikan berbagai format musik yang berbeda-beda. Jika besar seperti hotel-hotel menampilkan band, namun jika kecil untuk menghemat berbagai hal maka ditampilkan elekton dengan singer, atau yang sekarang biasa disebut organ tunggal.

Berawal dari situlah dia sukses menjalani profesi barunya. Jadwal bermainnya sebagai pemain keyboard/solo piano maupun bermain dalam band setiap malam hampir seluruh café, hotel restaurant di Jogja ini, ada. Sebagai orang yang dekat dengan beliau akhirnya aku pun dengan segala kekuranganku belajar mengikuti jejaknya. Dan pada tahun-tahun 1990an aku melakoni hal yang sama. Tentu jika aku tidak dekat secara personal hal itu tidak akan terjadi. Berbagai motivasi dan dorongan dia lakukan dengan memberikan  materi-materi bermain musik, repertoar lagu yang belum kukenal, dia dengan sabar mengajariku. Berbagai hal dilakukan dengan tak jemu-jemunya membujukku terus untuk mau mengikuti jejaknya. Barangkali tanpa peran serta yang luar biasa darinya aku tak akan bisa melakukannya.

Mas Kari adalah seorang  Entertainer sejati. Dia telah sukses melakukan pekerjaannya menghibur orang melalui permainan musiknya. Dia begitu sukses mengiringi orang menyanyi dari berbagai macam kalangan. Mulai dari orang awam, penyanyi lokal hingga artis papan atas merasa nyaman ketika menyanyi diiringi permainan musiknya. Bahkan dia pun menjadi penghibur teman-teman dalam satu panggung ketika ada yang tidak siap mengiringi suatu lagu. Dengan segenap kemampuannya dia bisa menggerakkan timnya untuk sukses menjalani pekerjaannya bermain musik. Sungguh Leadership yang luar biasa.

 


Perjalanan kami sebagai pemain musik tidak hanya berhenti dari café ke café, bar ke bar, hotel ke hotel sebagai pemain musik reguler(terjadwal). Kami berjuang juga sebagai pemain musik by order pada berbagai event. Artinya kami menjadi pengisi acara pada event tertentu misalnya Wedding party, gathering perusahaan dan lain-lain.

Ketika berbagai event di Yogyakarta sekitar tahun 2000 banyak diisi pertunjukan keyboard tunggal atau band, saat itu mas Kari mempunyai ide yang cukup brilliant. Dia mengajak aku dan beberapa teman mencoba terobosan baru yang berbeda yakni format ansambel. Ansambel dan mini orchestra yang melibatkan juga musisi akademis (bukan otodidak). Mulailah kami membentuk “Java Ansambel” Format ini berbeda dengan grup lain, yakni memasukkan unsur orkestra. Ternyata format ini banyak diminati klien untuk pengisi acaranya seperti pesta pernikahan. Dan hingga saat ini masih eksis, dan pada hari-hari terkhirnyapun Mas Kari masih sibuk mempersiapkan job wedding yang sedianya dilakukan tanggal 1 Januari 2022. 

Di luar bermain musik saat mengajar berbagai macam diklat dan bergaul dengan orang, dia juga sukses menjadi entertainer/penghibur yang sejati. Hampir semua orang yang mengenal dia secara personal selalu mengatakan dia adalah orang yang supel, sumeh, dan menghargai orang lain dalam setiap pembicaraan. Pada berbagai kegiatan pembelajaran mas Kari selalu tampil mengajar dengan sabar, telaten bukan sekedar memberikan ilmu, namun juga selalu membuat kelas menjadi hidup dan setiap peserta merasa mendapatkan sesuatu yang baru dan menghibur. Itulah makanya dalam tulisan ini saya sebut dia adalah entertainer atau penghibur sejati.

 

Demikian sekilas perjalanan kebersamaan kami bermusik dengan almarhum Mas Kari. Apapun yang telah beliau lakukan adalah sesuatu yang terbaik bagi kehidupannya dan membawa berkah bagi orang lain. Hingga saat ini saya mempunyai kesimpulan dia adalah orang yang konsisten pada pengabdian hidup yang telah dipilihnya yakni musik. Tanpa peran serta beliau, mungkin saya tidak akan bergulat juga dalam bidang musik ini. Dialah saudara, teman, sahabat dan guru terbaikku. Dia sangat berjasa bagi perjalanan panjang hidup dan kehidupanku.

“Selamat jalan Mas Kari, berbahagaialah dan bermusiklah dengan para kudus di Surga…..Amin”.

 



Tuesday, January 4, 2022

Pada Jumat Siang yang Hangat: Tentang dan Bersama Seorang Rekan Sejawat

---Rin Surtantini



Siang itu, Jumat hari terakhir perjalanan panjang pada tahun 2021, diadakan a farewell party untuk dua rekan sejawat di lingkungan korps widyaiswara BBPPMPV Seni dan Budaya. Pertemuan serupa ini bukanlah yang pertama, karena ini merupakan sebuah acara kekeluargaan yang diwariskan dari masa ke masa pada ruang bersama para widyaiswara sejak angkatan pertama tahun 1992, dengan nuansa yang bervariasi, yang sampai saat ini dan hendaknya di masa depan akan selalu dipelihara sebagai bagian dari life lessons yang mengajak kita semua memiliki catatan terhadap nilai-nilai baik dari orang lain atau dari para pendahulu kita. Seiring menggelindingnya waktu, satu persatu para senior, pendahulu, memasuki akhir masa baktinya sebagai widyaiswara. Maka pada tanggal 31 Desember siang itupun, a farewell party bagi dua rekan sejawat, mbak Irene Nusanti dan mbak Wiwin Suhastari, diselenggarakan secara sederhana dan hangat di Warung Pak Lanjar di Bantaran Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman.

Seperti yang diungkapkan oleh Mas Aristono sebagai pembawa acara, di sela-sela waktu yang mengikat para widyaiswara ini dengan aktivitas yang luar biasa pada paruh akhir tahun 2021, the farewell party bagi kedua rekan sejawat ini dipersiapkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Artinya, jika terdapat hal-hal yang kurang pas di sana-sini, itu diharapkan menjadi sebuah “permakluman” dari semua yang hadir saat itu. Yang perlu dicatat adalah bahwa ini bukanlah acara kelembagaan yang dilakukan secara formal, melainkan sebuah acara kekeluargaan yang turun temurun di lingkungan widyaiswara, dalam suasana relaxed, hangat, akrab, cair, menyatu, tiada batas yang memagari setiap yang hadir secara hierarkis. Acara itu adalah dari kita, untuk kita, dan oleh kita.

Yang secara mendadak menjadi gagasan beberapa teman widyaiswara pada pagi itu adalah kita sebaiknya juga mengundang tiga senior widyaiswara yang tahun 2020 memasuki masa purna baktinya tetapi tidak dapat dilakukan farewell party bagi ketiganya seperti biasanya karena pandemi yang datang tak terduga, meskipun acara untuk itu telah dipersiapkan secara matang pada saat itu di Warung Pak Lanjar juga. Pandemi yang berkepanjangan menjadikan acara bagi ketiganya tertunda setahun kemudian, awal 2021, tetapi dilakukan di auditorium kantor secara terbatas, separuh luring dan separuh lainnya daring. Maka, ketiga senior ini, mas Bambang Setyacipta, mbak Tri Suerni, dan pak Sri Karyono pun diundang untuk datang, bergabung dengan farewell party bagi mbak Irene Nusanti dan mbak Wiwin Suhastari.

Secara intensional, pada acara itu, melalui pesan mbak Digna Sjamsiar sebelumnya, saya diminta untuk mewakili teman-teman widyaiswara menyampaikan impresi tentang mbak Irene, berbagi dengan mbak Sumiyarsih yang menyampaikan impresi tentang mbak Wiwin. Ini hanya salah satu acara dari sekian rangkaian acara yang diurai oleh mas Aristono siang itu. Saya tidak bisa dan tidak biasa untuk menyampaikan pesan tanpa harus saya tuliskan terlebih dahulu. Ya, saya harus menuliskan apa-apa yang ingin saya sampaikan, karena kelemahan saya adalah bahwa saya selalu dilanda kekuatiran jika penyampaian saya tidak tertata secara logis, terstruktur, dan memberikan makna. Menurut kekuatiran saya ini, kasihan nanti pendengarnya jika hal-hal yang tertata ini tidak saya lakukan ketika saya berbicara …….

Tulisan ini adalah impresi yang saya sampaikan pada saat itu, yang perlu saya bagikan.

***

Saya yakin, setiap teman widyaiswara yang mengenal dan pernah bersama-sama, bekerja bersama, bergaul, dan berkomunikasi dengan mbak Irene Nusanti tentu akan memiliki kenangan maupun impresinya masing-masing, baik yang bersifat personal maupun publik. Hal ini terjadi dalam diri saya sendiri, yang dipertemukan pertama kali dengannya pada bulan Agustus 1992, kira-kira 29 tahun silam, di ruang laboratorium bahasa, gedung multimedia di kampus kita. Bagi kami berdua, tentu itu bukanlah waktu yang singkat dalam nilai sebuah persahabatan maupun teman sejawat, karena sejak saat itu kami berdua menjalin persahabatan dan persaudaraan yang sungguh bermakna secara personal. Akan tetapi, karena kali ini saya dimintai untuk mewakili teman-teman widyaiswara dari berbagai expertise dalam memberikan kesan dan pesan, maka saya akan berupaya untuk mengungkapkan ini secara lebih general, dan semoga semua teman sepakat dengan apa yang akan saya sampaikan, meskipun ini tetap tak bisa lepas dari pengalaman pribadi dan persepsi saya. (Perlu saya sampaikan, bahwa bidang Pengajaran Umum sendiri sudah mengadakan a particular farewell party pada bulan Agustus 2021 lalu untuk kedua teman sejawat ini yang kebetulan tergabung dalam unit yang sama).


Mbak Irene Nusanti adalah widyaiswara angkatan pertama di tempat kita yang terakhir memasuki masa purna tugasnya. Mengapa? Itu karena mbak Irene adalah yang termuda di antara para widyaiswara angkatan pertama tahun 1992, yang merupakan senior-senior yang membangun lembaga kita ketika masih berlokasi di Alun-Alun Kidul, Yogyakarta. Diangkat pertama kali sebagai PNS dengan status guru di SMKI Yogyakarta, kalau tidak salah tahun 1986, tetapi ditempatkan di PPPG Kesenian, mbak Irene kemudian menempuh pendidikan S2 dalam bidang interdisciplinary studies di University of Idaho, USA pada tahun 1987 sampai dengan 1989. Mbak Irene adalah satu di antara sekian orang yang membabat alas lembaga kita ini, termasuk salah satunya adalah bersama pak Sardi, mantan kepala pusat kita yang purna tugas tahun 2014 lalu. Dengan masa kerja yang cukup lama, kurang lebih 35 tahun, tentu mbak Irene dapat menjadi narasumber bagi kita para junior-nya dalam menyaksikan dan mengalami ups and downs yang terjadi di lembaga kita, baik itu secara kelembagaan maupun secara human to human interaction, sejak lembaga ini masih sebagai projek sebelumnya, juga sejak diresmikan sebagai UPT pada tahun 1992 dengan kepala pusat yang pertama (almarhum bapak Harsono) dengan nama PPPG Kesenian, yang kemudian berganti menjadi PPPPTK Seni dan Budaya, BBPPMPV Seni dan Budaya, sampai dengan kepala balai yang menjabat saat ini (yang seluruhnya sudah delapan kepala).

Saya berharap kita semua yang mengenal mbak Irene setuju dengan saya bahwa mbak Irene adalah seorang teman sejawat sekaligus senior tempat kita bisa bertanya, belajar, berbagi, dan terutama memperoleh support atau motivasi, serta bekerja bersama dalam situasi “ups and downs” di kantor kita, dalam segala musim, jaman, dan situasi. Secara pribadi, saya yang kebetulan hampir selalu berada dan bersama dalam ruang lingkup bidang pekerjaan dan minat yang sama, merasa sangat bersyukur memperoleh ruang waktu yang diberikan oleh Tuhan kepada kami berdua. Sejak tahun itu, sampai dengan saat ini saya tetap merasakan hal yang sama dengan 29 tahun yang lalu. Semoga teman-teman sepakat juga dengan saya, bahwa mbak Irene tetaplah senior kita yang selalu menyediakan waktu dan “hati”nya ketika kita bertanya, ingin belajar, berbagi, dan bekerja bersama, serta ketika kita memerlukan dukungan dan motivasi atas hal-hal yang kita rasa ragu dan merasa tidak mampu.

Secara pribadi lagi, yang paling saya syukuri adalah saya “pro”, sejalan, dan sejiwa dalam banyak hal dengan mbak Irene dalam hal mempertahankan “values” atau nilai-nilai “konsistensi” dan “prinsip” dalam berpikir, berlaku, dan bersikap. Inilah yang menjadikan mbak Irene itu di mata saya dan saya yakin di mata kita semua, adalah seseorang yang memiliki kepribadian unik, teguh, konsisten, tegas, kuat, dapat dipercaya, disiplin, tidak plin-plan dan tidak mudah terpengaruh, yang semuanya itu dilandasi oleh prinsip-prinsip yang dipegang teguh. Apa yang dapat kita pelajari darinya adalah bahwa kita harus memiliki “jatidiri” yang berlandaskan prinsip-prinsip, values atau tata nilai yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak menjadi seorang copy cat hanya untuk kepentingan diri sendiri atau sebuah popularitas. Dalam konteks lembaga, siapapun kepala pusatnya, atau di manapun kita ditempatkan, kita harus tetap menjadi diri kita sendiri, berprinsip, teguh, tidak terpengaruh oleh hingar-bingar untuk menjadi pemenang lomba dalam percaturan pekerjaan, atau berkompetisi dengan teman sejawat karena ambisi menjadi pemenang dan paling hebat daripada yang lainnya. Kita tidak boleh mengubah kualitas personal yang kita miliki hanya karena kuatir tidak mengikuti hal-hal yang populer dan dilakukan oleh banyak orang di lingkungan kita, apalagi hanya karena kepentingan pribadi yang kadang atau sering tidak kita sadari! Hal-hal yang tidak populer tetapi bermakna, menjadi personal room yang membahagiakan bagi seorang Irene Nusanti.

Mengenal mbak Irene sejak dahulu, kita tentu masih ingat expertise yang dimilikinya, yang tentu menggoreskan jejak-jejak perjalanan lembaga kita, antara lain pembelajaran bahasa Inggris, baik bagi teman-teman sejawat, mahasiswa Politeknik Seni, maupun guru-guru bahasa Inggris SMK Seni Budaya melalui program diklat rutin setiap tahun sampai dengan tahun 2012, pembelajaran bahasa dan budaya Indonesia kepada murid-murid darmasiswa, kemudian desain instruksional dan pengembangan bahan ajar termasuk modul dengan segala dinamikanya, pengembangan kerjasama dan hubungan luar negeri, keterlibatan dalam rancangan acara pada FSI setiap dua tahun sekali sampai dengan tahun 2016, dan capacity building yang diwujudkan antara lain oleh tulisan-tulisannya tentang hal ini sampai dengan saat ini. Dan yang tak boleh dilewatkan adalah kegemaran dan minatnya dalam menyanyi dan bermain musik yang kini makin ditekuninya. Oleh karena itu, tentu kita tak ingin melewatkan kesempatan untuk mendengarkan mbak Irene menyanyikan sebuah lagu indah dan memainkan keyboard-nya pada acara siang ini.

Kita tak bisa melawan waktu yang merupakan milik Yang Maha Kuasa. Dalam konteks masa kerja, kita harus berpisah, tetapi harapan kita adalah kenangan bersama yang pernah kita rasa dan alami baik secara pribadi maupun secara kelembagaan, akan tetap menjadi bagian dari perjalanan hidup kita bersama, yang selamanya indah untuk dikenang. Secara pribadi, saya mungkin merasa sebagai orang yang paling kehilangan atas kebersamaan selama ini dengan mbak Irene, yang terutama lebih saya rasakan secara mental dan batin, karena banyaknya kesamaan yang kami miliki. Meskipun demikian, masing-masing dari kami tetaplah menjadi diri kami sendiri, yang dapat saling memahami dan menghargai satu sama lain. Dengan cara yang berbeda, teman-teman widyaiswara tentu juga merasakan kehilangan seorang sosok senior yang istimewa, yang sulit tergantikan.

Terima kasih tak terperi, mbak Irene, untuk semua hal yang tak mungkin dapat saya ungkapkan di sini.  Bersama mbak Wiwin, selamat memasuki masa purna tugas yang semoga selalu membahagiakan. Doa kami, tetaplah dalam rahmat Tuhan yang tak pernah putus. Aamiin.

Sebagai ungkapan terima kasih, saya mengakhiri impresi ini by singing a song prepared specially for you, accompanied by mas Dhanang. (Thank you so much, mas Dhanang, untuk musiknya, juga mas Heri yang awalnya menjadi teman berembug untuk ini). Untuk menemani saya menyanyikan lagu ini, saya minta mas Sito, yang dengan sukacita juga sudah menyiapkan untuk menyanyikan lagu ini. Meskipun expertise mas Sito adalah bahasa Jawa, kali ini saya memintanya untuk menyanyi bersama saya dalam bahasa Inggris, The Wedding….  Mas Aris, kami langsung menyambung, dan terima kasih telah memberikan kesempatan ini. Akhir kata, untuk semuanya yang hadir, wassalamu’allaikum wr.wb.

 

Yogyakarta, 31 Desember 2021.