Sunday, March 10, 2019

Sudah Selesai, Belum Selesai, dan Tidak Pernah Selesai


--Rohmat Sulistya

Saya tergelitik dengan istilah sudah selesai, belum selesai, dan tidak akan pernah selesai dalam sebuah komentar yang dituliskan oleh teman saya (baca: Bu Rin) pada sebuah artikel. Saya menjadi tertarik dengan istilah ini karena saya, pada ‘sebuah masa’, pernah menggunakannya. Tapi kali ini bukan de javu. Kala itu saya berbincang dengan seorang teman -entah teman kantor atau teman main- atau malah dengan anak saya, tentang Indonesia. Saya mengatakan bahwa pahlawan-pahlawan kemerdekaan itu ‘sudah selesai’ dengan masalah dirinya. Mereka berjuang demi negara dengan alasan yang mungkin tidak masuk akal -menurut mindset orang sekarang. Tidak ada yang menjanjikan pada mereka bahwa kalau kemerdekakaan sudah diraih, akan didudukkan menjadi staf ahli, menteri, atau kepala sebuah lembaga negara.

Mereka berjuang demi sesuatu yang tidak pasti, entah ada atau tidak; atau yang dalam bahasa awam lebih dikenal sebagai pengorbanan tanpa pamrih. Pamrihnya tidak ada. Harapan untuk dirinya sendiri pun tidak ada. Tetapi mereka melakukan sesuatu dengan niatan memperoleh sesuatu yang lebih besar, yang bisa jadi bukan untuk dirinya saat ini. Mungkin mereka melakukan sesuatu hal tersebut untuk anak cucu atau mungkin melakukan sesuatu untuk kehidupan yang lebih abadi. Yang jelas mereka sangat mungkin untuk tidak mendapatkan apa-apa pada kehidupannya di dunia. Dan mereka meyakini hal itu.

Contoh yang sering diberikan oleh orang tua kita adalah ketika seorang kakek menanam pohon kelapa dari sebuah tunas kelapa kecil. Pada jaman dulu, butuh 
waktu bertahun-tahun  agar pohon kelapa berbuah. Bisa jadi si kakek akan sempat menikmati buah tersebut, tetapi lebih besar kemungkinan si kakek tidak menikmati buah tersebut. Tetapi dia tetap menanamnya dengan harapan anak cucu akan menikmati hasil pekerjaannya. Pamrihnya tidak untuk dirinya tetapi lebih panjang lagi yaitu untuk anak cucu. 

Investasi.

Investasi yang lazim kita kenal berupa deposito, reksadana, emas, dan properti. Itu investasi dunia yang akan kita nikmati dengan waktu tunggu yang tidak lama. Mungkin bulanan atau tahunan. Tetapi ada investasi yang lebih ‘spiritualis’: bekerja tanpa pamrih. Entah dibayar atau tidak, entah dilihat kantor atau gak. Bekerja saja. Do the best. Sebaik-baiknya. Bisa jadi keuntungannya bersifat jangka panjang atau super panjang, tidak sekarang. Dan mungkin tidak berupa uang. Saya mengamati beberapa teman kantor memiliki karakter seperti ini. Dan saya salut untuk hal ini. Mereka berkerja dengan sebaik-baiknya, dan ‘keuntungan’ akan didapatkan tanpa berambisi mengejar. Keuntungan materi atau kesempatan belajar. 

Ada lagi investasi jangka super panjang --yang saya yakini-- yaitu investasi akherat. Balasan atas pekerjaan/amalan baik kita tidak didunia tidak diterimakan ketika didunia, diberikan pada kehidupan setelah mati. Dan ini adalah bentuk dari keadilan hakiki.

Belum selesai dan tidak pernah selesai.

Saya meyakini tata kelola yang buruk pada Lembaga atau negara sekalipun -terutama karena korupsi- terjadi karena kita atau pejabat memiliki karakter ‘belum selesai’ atau parahnya lagi ‘tidak pernah selesai’. Bagaimana dia bisa memikirkan orang lain, sementara untuk memikirkan dirinya saja dia ‘belum selesai’. Alhasil sejatinya dia bekerja untuk menyelesaikan dirinya yang mungkin tidak pernah selesai dan lalai memikirkan orang lain atau rakyatnya. Sehingga penting sekali kita memiliki sifat ‘sudah selesai’; dan terutama sekali bagi para pengelola organisasi. Apabila kita atau mereka memiliki sifat seperti ini, maka yang dipikirkan hanya kesejahteraan orang-orang yang dikelolanya. Sedangkan untuk dirinya dipikirkan belakangan atau mungkin tidak sempat memikirkannya.

Banyak sekali kisah-kisah ‘tidak masuk akal’ tentang hal ini; dimana pemimpin sampai tidak punya rumah, tidur beralaskan tikar lusuh, memiliki baju beberpa potong saja. Mungkin kita tidak perlu seekstrim ini, hanya mulai mengurangi ambisi dunia berupa materi. Tidak usah terlalu mengejar, khan rejeki sudah Tuhan atur semua. Dan rejeki tidak akan tertukar.

Dan asal tahu saja, tulisan ini sebenarnya untuk diri saya sendiri.


Edited.

1 comment:

  1. Tulisan yang baru saja sempat saya baca, dan tulisan ini ternyata lahir karena tergelitik oleh komentar saya sebelumnya tentang "sudah selesai", "belum selesai", dan "tidak akan pernah selesai" ... Ketiga istilah ini juga sebetulnya saya coba maknai sendiri dari diskusi saya dengan mas Eko beberapa waktu silam tentang karakteristik orang di sekitar kita... Menarik memang, dan tulisan mas Rohmat ini juga menarik ketika kita mencoba mengolah makna kata-kata dengan menghubungkannya dengan peristiwa sehari-hari di sekitar kita...

    ReplyDelete