Friday, August 9, 2019

Memulai Pembelajaran STEAM

--Eko Santosa

Pembelajaran STEAM secara umum dapat dijelaskan melalui alur kegiatan sebagai berikut.



Proses atau langkah non-linear dapat dilihat dengan jelas di mana satu langkah atau tahapan dapat digunakan sebagai acuan bagi tahapan lain meskipun tidak sekuensial. Penting dipahami bahwa proses pengulangan menjadi kunci utama. Pada rangkaian kegiatan (tahapan) yang mana pengulangan itu terjadi sangat tergantung dari situasi dan kondisi pembelajaran yang sedang berlangsung.

STEAM pada intinya merupakan pendekatan integrasi dalam pembelajaran yang memerlukan hubungan (koneksi) intensif antara tujuan kurikulum, penilaian, serta rencana dan pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengembangkan program pembelajaran STEAM yang sukses, sekolah mesti mempertimbangkan berbagai faktor di antaranya:

  1. Perencanaan kolaboratif, termasuk silang-tugas antara para pengajar dalam setiap tim yang dibentuk
  2. Penyesuaian jadwal (pembagian waktu) untuk mengakomodasi cara baru dalam proses belajar mengajar
  3. Pengembangan secara profesional (prinsip dan praktik) semua staf yang terlibat dalam STEAM
  4. Pemetaan kurikulum dan penilaian selaras dengan pembelajaran STEAM
  5. Penyetaraan dan perumusan standar dan penilaian
  6. Keterbukaan terhadap implementasi strategi dan proses pembelajaran

Untuk memulai pembelajaran STEAM di sekolah hal-hal berikut ini perlu dipahami sebelum perencaaan dan pelaksanaan.

a. Menentukan visi dari program STEAM
STEAM lebih dari sekedar menciptakan robot. Lebih dari sekedar beajar koding dan bahkan melampaui eksperimen sains. STEAM merupakan pengeahuan terapan. Ia merupakan penerapan prinsip dari multi bidang untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan. Untuk mengembangkan program STEAM yang autentik, perlu pemikiran mendalam tentang bagaimana mengintegrasikan matematika, sains, seni, teknologi, dan engineering ke dalam satu kegiatan pembelajaran praktis dan nyata.

b. Membentuk partnership (kemitraan) dengan industri, bisnis, dan komunitas
Program STEAM di sekolah dapat dikuatkan dengan membentuk kemitraan. Universitas, Rumah Sakit, dan bisnis lokal seringkali mau menyumbangkan perangkat atau peralatan yang akan mereka ganti (replace), demikian pula dengan membagi keahlian yang mereka miliki. Program kunjungan ke bisnis atau organisasi yang pekerjaannya terkait dengan bidang dalam STEAM dapat memberikan gambaran kepada siswa tentang industri termasuk membuka kemungkinan untuk saling kontak dalam rangka penyediaan proyek. Koneksi yang terjalin juga membuka kemungkinan karir bagi siswa selepas studi. Dengan cara yang sama, bisa juga mitra tersebut memberikan bimbingan atau sebagai nara sumber di kelas.

c. Terbiasa dengan matematika dan sains
Perlu dipahami dan diyakinkan bahwa dalam setiap proyek yang dirancang di damalnya mengandung komponen pembelajaran matematika dn sains. Jika misalnya, proyek yang dikerjakan menyangkut seni, maka perlu diskusi dengan guru matematika dan sains untuk menemukan relevansi dan koneksi antara proyek seni tersebut dengan matematika dan sains serta sebaliknya.

d. Penilaian
Perlu dipikirkan secara mendalam mengenai kriteria sukses sebagai hasil pembelajaran. Ketika menentukan cara penilaian untuk “sukses”, maka perlu diingat bahwa kegagalan merupakan bagian yang diterima dengan tangan terbuka dalam pembelajaran STEAM. Banyak aspek dalam pembelajaran STEAM yang dapat dinilai atau diukur termasuk di dalamnya konten pengetahuan yang dipelajari, soft skill, atau proses perencanaan. Asesmen yang diberikan berupa formatif dan sumatif; siswa diberikan target untuk dicapai selama proses pengerjaan sembari memberikan masukan dalam setiap progres pekerjaan. Asesmen dilakukan, misalnya dalam hal:

  • Ketekunan siswa
  • Perkembangan dan kemajuan (pekerjaan)
  • Keterkaitan dengan tujuan pencapaian kurikulum
  • Kolaborasi dan kerja tim
  • Konten pengetahuan
  • Konten aplikasi
  • Perencanaan (pekerjaan) untuk mencapai tujuan (sukses)
Ketersediaan fleksibilitas rubrik penilaian untuk mengkalkulasi pembelajaran yang multi dan proyek bervariasi mesti diadakan. (**)

Disarikan dan diterjemahkan oleh Eko Santosa dari: http://elearning.tki.org.nz/Teaching/Future-focused-learning/STEM-STEAM

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dan Lainnya Model Pembelajaran Dalam STEAM


--Eko Santosa

Pembelajaran STEAM cocok, selaras, dan padu dengan tujuan Pembelajaran Berbasis Proyek (biasa disingkat PBL – Project Based Learning). Perbedaan di antara keduanya mungkin hanya STEAM memiliki fokus pada engineering (rekayasa). PBL secara autentik membolehkan siswa mengarahkan tantangan pembelajaran kepada diri dan kehidupan mereka sendiri. Agar PBL dapat berjalan dengan baik, guru mesti memahami;
  • Ketertarikan dan keinginan siswa
  • Bagaimana membuat koneksi dengan konteks orang dan dunia nyata
Banyak terdapat perbedaan interaksi dan situasi sehingga memerlukan perencanaan dan fasilitasi yang tepat oleh guru. Pengintegrasian teknologi digital secara inovatif dan intensional ke dalam PBL berpotensi meningkatkan proses PBL dan produk yang dihasilkan. Berikut beberapa elemen penting dalam Pembelajaran Berbasis Proyek.
  • Pengetahuan kunci, pemahaman, dan kemampuan untuk mencapai keberhasilan – proyek difokuskan pada tujuan pembelajaran siswa, termasuk di dalamnya berdasarkan isi kurikulum dan kemampuan yang mesti dicapai dalam hal berpikir kritis (critical thinking), pemecahan masalah (problem solving), kolaborasi (collaboration), dan pengelolaan diri (self-management).
  • Problem atau pertanyaan menantang – proyek yang dikerjakan berupa problem yang mesti dipecahkan atau pertanyaan yang mesti dijawab sesuai dengan tingkat kesulitan (tantangan yang diberikan).
  • Penyelidikan berkelanjutan – penyelidikan merupakan proses berulang, siswa mesti terlibat dalam proses ketat dan berterusan dalam memproduksi pertanyaan, menemukan sumber pengetahuan, dan menerapkan informasi untuk mencapai solusi yang memuaskan.
  • Autentisitas – proyek yang dikerjakan menampilkan kerja, proses, perangkat, dan standar kualitas di dunia nyata. Dengan demikian, proyek yang dikerjakan memiliki dampak bagi orang lain, atau mampu menciptakan sesuatu yang dapat digunakan oleh orang lain. Proyek yang dikerjakan dapat memiliki hubungan autentik dengan pribadi siswa semisal ketertarikan, perhatian, dan isu-isu yang mereka hadapi dalam kehidupan.
  • Siswa bersuara dan memilih – siswa memperoleh masukan (input) dan memegang kendali beberapa bagian dari proyek, termasuk pertanyaan yang diajukan, sumber yang digunakan, bagaimana mereka bekerja, dan apa yang mesti mereka ciptakan.
  • Refleksi – refleksi merupakan bagian dari jurnal proyek, penilaian formatif, diskusi terkait langkah penting dalam proyek, dan presentasi publik karya siswa.
  1. Refleksi pada bagian pengetahuan dan pemahaman membantu memantapkan siswa terkait apa yang telah mereka pelajari dan kemungkinan penerapannya di tempat lain
  2. Refleksi pada bagian keterampilan membantu siswa dalam konteks menentukan tujuan untuk langkah berikutnya
  3. Refleksi dalam hal proyek itu sendiri – bagaimana proyek tersebut didesain dan diimplementasikan – membantu siswa dalam memutuskan bagaimana pendekatan yang akan mereka lakukan dalam proyek berikutnya dan membantu pengajar untuk meningkatkan kualitas PBL dalam pembelajaran.
  • Kritik dan revisi – mengajari siswa bagaimana memberi dan menerima masukan konstruktif untuk meningkatkan proses dan produk yang dihasilkan.
  • Publikasi produk – siswa mempublikasikan hasil kerja proyek mereka dengan memberikan penjelasan, memajang dan atau mempresentasikannya kepada orang lain (siswa, guru, staf) di luar kelas.
Pembelajaran berbasis proyek meskipun menghasilkan produk namun kunci pokoknya ada di dalam proses sehingga perbaikan produk melalui proyek berikutnya kemungkinan dapat dilakukan. Beberapa model pembelajaran lain yang dapat diterapkan dalam STEAM adalah Berpikir Komputasi (Computational Thinking) dan Ruang Cipta (Makerspaces).

Berpikir Komputasi memungkinkan siswa untuk mengekspresikan masalah dan memformulasikan solusi dengan memanfaat komputer (perangkat pemroses informasi) untuk digunakan dalam usaha-usaha memecahkan masalah. Berpikir secara komputasi atau dapat disebut juga dengan berpikir melalui teknologi digital memberikan pemahaman kepada siswa bahwa prinsip-pinsrip sains dalam komputer sepenuhnya berbasis pada teknologi digital. Mereka akan mempelajari dasar membuat program sehingga mereka tidak hanya sekedar menjadi pengguna namun juga kreator. Siswa dengan demikian dapat belajar bagaimana merancang solusi digital sesuai dengan keperluan.

Sementara itu, Ruang Cipta merupakan versi STEAM yang rileks dan menyenangkan. Dalam pembelajaran ini ruang yang ada menjadi tempat bagi siswa untuk memenuhi keinginannya dalam hal membuat, mencipta, berpikir, memrogram dan mendesain. Ruang Cipta merupakan bengkel kerja kolaboratif di mana siswa mengalami praktik dan pengalaman langsung dengan teknologi baru dan secara inovatif melakukan proses desain dan pembuatan proyek. Mereka perlu disediakan lingkungan yang fleksibel di mana proses belajarnya berupa kegiatan menciptakan sesuatu secara fisik dengan menerapkan sains, teknologi, matematika, dan kreatifvitas dalam rangka memecahkan masalah (Maker Media, 2012). Beberapa contoh proses belajar dalam Ruang Cipta adalah; koding, 3D printing, dan rekayasa robot. (*)


Disarikan dan diterjemahkan oleh Eko Santosa dari: http://elearning.tki.org.nz/Teaching/Future-focused-learning/STEM-STEAM

Friday, August 2, 2019

Proses Desain Rekayasa (The Engineering Design Process) Model Pembelajaran Dalam STEAM


---Eko Santosa


Rekayasa dipahami secara berbeda-beda mulai dari rekayasa perihal ruang angkasa hingga sampai perihal hayati. Rekayasa atau engineering merupakan istilah umum untuk para spesialis yang memilii kesamaan dalam hal proses desain rekayasa. Proses Desain Rakayasa (PDR) atau The Engineering Design Process (EDP) merupakan langkah metodologis untuk memecahkan masalah dengan menciptakan sesuatu yang nyata (tangible) dengan fungsi tertentu. Secara lebih populer, PDR dapat dikatakan sebagai, “cara berpikir seperti insinyur”.

PDR terdiri dari beberapa langkah yang berbeda penamaannya untuk setiap kelompok. Terlepas dari penamaan setiap langkah yang ada, instruksi dan konten dari setiap langkah tersebut harus membuat siswa bersemangat untuk menemukan atau mencari solusi. Secara mendalam, proses pembelajaran ini menyediakan beragam metode berpikir (membuka kemungkinan nan tak terhingga dalam berpikir) dan peranti (tools) yang digunakan untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan. Berikut adalah gambaran singkat proses pembelajaran PDR.

Langkah pertama dalam PDR adalah Identifikasi masalah (identify the problem). Langkah ini sangat krusial yang tidak akan lengkap tanpa adanya pertimbangan/pemikiran menyeluruh dan seksama. Mengidentifikasi masalah termasuk di dalamnya melihat dengan teliti apa yang diperlukan serta kendala dan tata aturan yang mesti diikuti.

Berikutnya adalah diskusi pemecahan masalah (brainstorm). Kreativitas menjadi raja dalam langkah ini, namun juga penting/perlu memandu siswa memahami dari mana atau langkah apa yang diperlukan untuk memunculkan gagasan-gagasan. Guru mesti menumbuhkan keberanian siswa untuk mengamati setiap material yang tersedia dan menuliskan bagaimana setiap material memiliki kemungkinan untuk digunakan dalam pemecahan masalah.

Fase mendesain dimulai dengan memeriksa daftar atau catatan hasil diskusi. Sebuah desain dibuat dengan menyajikan komponen-komponen kunci yang sebelumnya telah diidentifikasi sebagai sebagai sesuatu yang penting. Memberikan label (penamaan/tanda) pada setiap bagian sketsa yang dibuat akan membantu siswa dalam tahap berikutnya termasuk menginventarisasi berapa banyak material yang diperlukan.

Setelah desain selesai, waktunya untuk membuat atau mewujudkan desain tersebut. Dari sketsa rancangan siswa dapat mewujudkan kreasinya. Pada tahap ini, siswa mungkin menemukan bahwa beberapa material tidak bisa digunakan seperti rencananya dan oleh karena itu beberapa perubahan perlu dan boleh dilakukan. Begitu proses pembuatan selesai, masuklah langkah berikutnya yaitu pengujian (test). Langkah ini mungkin akan melahirkan rasa kesal dan frustasi jika seandainya perwujudan desainnya gagal. Kunci utama bagi guru di sini adalah memahamkan kepada siswa bahwa kegagalan atau kekeliruan merupakan bagian pentin dari proses desain rekayasa. Berawal dari kekeliruan yang kemudian diperbaiki kembali (desain ulang) akan membuat desain menjadi optimal. Karena itu kekeliruan semestinya dirayakan sebagai sebuah kesempatan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Pengalaman kekeliruan dan cara memperbaiki serta mengantisipasi dapat dijadikan bahan berbagi solusi. (**)


Disarikan dan diterjemahkan oleh Eko Santosa dari: http://elearning.tki.org.nz/Teaching/Future-focused-learning/STEM-STEAM


Thursday, August 1, 2019

Rancang Pikir (Design Thinking) Model Pembelajaran Dalam STEAM

---Eko Santosa

Rancang Pikir (Design Thinking) merupakan perencanaan metodologis yang menyediakan pendekatan berbasis solusi untuk menyelesaikan sebuah masalah. Rancang Pikir memuat beberapa fase termasuk di dalamnya proses berempati, pendefinisan, pembentukan gagasan, peciptaan purwa rupa, dan pengujian. Dapat dikatakan bahwa model Rancang Pikir merupakan sebuah metodologi pemecahan masalah yang kreatif.

Rancang Pikir merupakan proses berulang dalam memecahkan permasalahan. Siswa mengidentifikasi persoalan, mengumpulkan informasi, mengeneralisasi potensi-potensi solusi, menyaring gagasan-gagasan yang ada, dan menguji solusi yang diputuskan dengan menggunakan kerangka terstruktur. Fokus model Rancang Pikir adalah untuk menumbuhkan kepercayaan siswa dalam hal kreativitas. Rancang Pikir menghubungkan pemecahan masalah dalam kehidupan nyata dengan lingkungan kelas. Guru dan siswa terlibat bersama dalam perancangan langsung tantangan (problem) yang mesti dihadapi dengan berfokus pada;      

  • Penumbuhan empati
  • Meningkatkan aksi (tindakan) 
  • Mendorong lahirnya gagasan-gagasan 
  • Penumbuhan kesadaran metakognitif
  • Menumbuhkan keberanian untuk memecahkan masalah secara aktif

Melalui kegiatan pembelajaran berulang, siswa didorong untuk berani dalam hal; melihat dari sisi pengguna, menantang asumsi-asumsi yang ada, dan mendefinisi ulang permasalahan.

Model pembelajaran Rancang Pikir, seperti yang diterapkan di d.school at Stanford University memiliki 5 tahapan kegiatan berupa mengempati, mendefinisi, memunculkan gagasan, membuat purwarupa, dan menguji.. 

  • Mengempati (Empathise): Siswa melakukan observasi, terlibat, menyaksikan, dan mendengarkan. Tujuan dari kegiatan ini adalah memahami orang lain berkaitan dengan tantangan perancangan yang mereka lakukan. Untuk siapa perancangan itu dibuat dan masalah apa yang sebenarnya memerlukan solusi?
  • Mendefinisi (Define): Siswa mendefinisikan secara eksplisit tantangan yang dihadapi berdasarkan pemahaman baru mereka atas orang lain beserta masalahnya. Siswa menuliskan pernyataan atas masalah tersebut yang dapat dijadikan petunjuk tindakan pada kegiatan berikutnya.
  • Memunculkan gagasan (Ideate): Siswa memunculkan gagasan-gagasan. Setiap gagasan berharga dan diterima terbuka. Tidak ada penghakiman gagasan di sini sehingga semua siswa yang bekerja dalam tim dapat bergerak leluasa menemukan solusi nyata dan gagasan inovatif untuk dieksplor.
  • Membuat purwarupa (Prototype): Siswa mulai membangun atau merancang solusi untuk diberikan kepada pengguna. Tahap ini merupakan proses berulang yang toleran terhadap kekeliruan. Purwarupa tidak memerlukan terlalu banyak komitmen atas waktu dan sumber daya. Artinya waktu yang diperlukan lentur (longgar) dan sumber daya sesuai kebutuhan.
  • Menguji (Test): Siswa mencari umpan balik (feedback) dari pengguna atas purwarupa yang disajikan. Kegiatan ini merupakan kesempatan untuk mendayakan empati kepada orang lain dan memperoleh pemahaman dari pengguna yang dapat digunakan untuk memperbaiki purwarupa dan solusi.
Kunci utama dari Rancang Pikir adalah proses berulang (iteration). Kelima tahap kegiatan tidak harus dilakukan secara berurutan. Beberapa kegiatan dapat dilakukan secara pararel dan berulang-ulang. Siklus yang terjadi selama proses pembelajaran ini bertujuan untuk mencari solusi yang benar-benar diperlukan dan dapat dijalankan. 

Rancang Pikir sebagai sebuah proses tak linier dapat dijelaskan dalam gambar berikut.



















Diterjemahkan dan disarikan secara bebas oleh Eko Santosa dari: http://elearning.tki.org.nz/Teaching/Future-focused-learning/STEM-STEAM