--Rin
Surtantini
Di mana-mana ada webinar
Setiap saat pun siap digelar
Flyer menarik luas beredar
Duduk santai di muka layar
Tiada lama sertifikat keluar
Hati semerta jadi berpendar
Perburuan pun lalu gencar
Terhanyut oleh arus besar
Gelombang pasang webinar
Arus
gelombang pasang
Seiring masa pandemi COVID-19, dunia
digital melaju semakin kencang dalam memenuhi keinginan manusia untuk
berkomunikasi dan menyampaikan informasi, baik yang bersifat pengetahuan
praktis, pengetahuan dan keterampilan abstrak, keterampilan-keterampilan
teknis, maupun yang bersifat hiburan, penyehatan dan pemeliharaan jiwa, spiritual,
mental, psikis. Webinar menjadi salah satu pilihan kegiatan yang semakin hari
semakin menunjukkan grafik menaik, yang dimeriahkan dengan munculnya flyers aneka desain yang eye-catching di media sosial, juga dengan
variasi topik, beragam narasumber, dan berbagai jenis webinar software. Webinar terjadi hampir setiap saat, setiap hari, tanpa jeda. Penggemar webinar tinggal
memilih, mana yang ingin diikutinya.
Webinar sendiri merupakan kombinasi
dari kata “web” dan “seminar”, yang dikemas oleh penyelenggaranya untuk melakukan
workshop, ceramah, diskusi, atau
presentasi secara online menggunakan webinar software. Webinar dipilih menjadi
salah satu pilihan kegiatan yang mendukung diterapkannya protokol kesehatan bagi
banyak orang pada saat stay at home dan work from home serta learn from home, karena orang-orang tidak
harus bertemu secara fisik. Webinar
menjadi salah satu alternatif dan cara menarik untuk berbagi dan memeroleh bermacam
ilmu, mengisi waktu, menghilangkan kejenuhan atau kebosanan selama mengunci
diri di rumah, atau bahkan untuk dapat memeroleh selembar sertifikat.
Ketika diluncurkan pada saat-saat awal
pandemi COVID-19, webinar menjadi ide kegiatan yang menarik. Banyak keuntungan dan
kelebihan yang dirasa dapat diperoleh dengan webinar untuk menggantikan face-to-face meetings. Banyak webinar
yang diserbu oleh calon pesertanya yang jumlahnya ribuan sehingga penyelenggara
terpaksa menolak pendaftar karena melebihi ketersediaan kapasitas. Penyelenggara
lalu membuat live-streaming atau rekaman video youtube untuk mengobati
kekecewaan pendaftar yang tertolak menjadi peserta karena kapasitas terbatas.
Webinar juga memudahkan dan memperluas target
group untuk memeroleh konten yang ingin dibagi oleh penyelenggara dan
narasumber. Bagi penyelenggara, biaya yang dikeluarkan untuk sebuah webinar juga
jauh lebih murah daripada harus mengorganisasikan sebuah pertemuan di sebuah
tempat khusus dengan segala uba-rampe-nya.
Demikianlah, webinar tumbuh seperti jamur. Setiap hari. Daftar dari kelebihan
dan keuntungan webinar ini masih dapat ditambahkan jika diidentifikasi lebih
lanjut.
Arus dari gelombang pasang webinar itu
sangat deras mengalir sampai hari ini. Seperti gerakan yang menggelembung pada
permukaan laut, bergulung-gulung. Seperti ombak, ia sampai di pantai, sampai di
hati atau pikiran calon peserta lewat bantuan flyers yang beredar. Penggemarnya selalu banyak, pembicara atau
narasumber makin bervariasi, dan penyelenggaranya tetap antusias dan makin gencar
untuk mengadakannya. Bagi yang memang menyukai kegiatan ini untuk menjadi
peserta, ia bahkan bisa sampai mengikuti beberapa webinar dalam sehari, dan ia harus
rajin mencatatnya dalam agenda setiap hari agar tidak lupa atau kelewatan dengan
jadwal pelaksanaannya.
Yang
luput dari “perhelatan”
Tak ada yang salah dari webinar. Ia
muncul sebagai gagasan kreatif di tengah pandemi, bagaimana teknologi mampu
mengubah sesuatu yang statis, bahkan bisa menjadi inovatif jika ia juga
memunculkan kebaruan, keorisinilan, dampak luas, sesuatu yang menakjubkan dan bernilai,
baik dari segi konten, format, metode penyampaian, narasumber, maupun modanya. Webinar
itu serupa ombak, gerakan air laut yang turun naik, bergulung-gulung, memecah
di pantai, kembali lagi ke laut, begitu seterusnya. Gulungan ombak pun datang menjelma
sebagai gelombang pasang, mengalirkan arus yang besar, mengalir ke mana-mana,
ke segala penjuru. Itulah webinar pada saat ini.
Maka apa yang salah kemudian? Bukan
salah, melainkan ada yang mungkin kemudian dapat terluputkan. Webinar dengan
arus yang besar dapat menimbulkan semacam gelombang “perhelatan”, sebuah perayaan
yang luput dari esensi “pembelajaran” itu sendiri. Jika dirayakan di mana-mana,
di setiap saat, oleh siapa saja, ia akan mencapai grafik puncak, dan suatu saat
grafik ini akan melandai seiring dengan gelombang surut. Bukankah tujuan
diselenggarakannya webinar selama masa pandemi adalah membagi ilmu, informasi,
pengetahuan, keterampilan, atau memberi asupan jiwa dan pikiran, dan mungkin
juga hiburan secara online? Pertanyaannya,
dari sekian banyak webinar, apakah tujuan-tujuan itu tercapai?
Jika webinar dipilih sebagai ruang
berbagi dan memeroleh sesuatu, bukan sebuah “perhelatan” yang kesuksesannya
dilihat dari berapa ratus atau ribu peserta yang mendaftar karena flyers yang menjanjikan, juga bukan
sebagai sebuah pesta yang kemeriahannya diukur dari berapa banyak tamu yang
diundang untuk datang, bukan pula sebuah perayaan dengan door prize berupa sertifikat bagi tamu yang beruntung, maka agaknya
penyelenggara, narasumber dan calon peserta (penggemar webinar) perlu
mengingatkan diri sendiri dengan beberapa pertanyaan reflektif sebagai “reminders”
agar selalu on the right and essential
track ….
Sebagai seorang narasumber atau
seseorang yang profesinya adalah pengajar, menyampaikan materi atau konten di
webinar juga memiliki beberapa kekurangan dan hal-hal yang kurang menguntungkan,
baik bagi dirinya maupun bagi peserta. Dalam penyampaian atau pemaparan materi
atau juga dalam merespon pertanyaan peserta, narasumber webinar tidak dapat
menguasai dan mengetahui audience atau
siapa pesertanya, tidak dapat mengubah metode atau cara penyampaian yang
seyogyanya dilakukannya, misalnya ia harus segera men-switch- metode deliveri jika peserta yang sekian ratus atau ribu
tersebut ternyata merasa bosan, mengantuk, tidak tertarik, tidak fokus,
mengobrol, melakukan pekerjaan lain, meninggalkan forum, dan banyak lagi, yang
membuat peserta tidak engage in the
webinar. Di sisi lain, tidak semua peserta mendaftar webinar karena memang
ingin mendapatkan pengetahuan atau ilmu sesuai dengan minat atau ketertarikannya,
tapi karena ingin memeroleh selembar sertifikat untuk kepentingan lain. Konten
dari webinar tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan kebutuhan
pengembangan dirinya. Dalam keinginan yang seperti ini, jelas ia akan menjadi
peserta yang tidak engage in, tidak
mendapatkan apapun kecuali selembar sertifikat, karena apapun materinya
tidaklah penting baginya. Prinsip
memberi dan menerima tidak terjadi.
Kasus yang lain adalah bagaimana
terjadinya pola komunikasi dalam webinar. Prinsip belajar yang student-centered menjadi sebuah
tantangan. Komunikasi yang hanya searah dilakukan oleh narasumber webinar menjadi
terbatas. Bukankah ini malah bertentangan dengan prinsip pembelajaran yang student-centered, yang berfokus pada
peserta? Tetapi kelemahan ini tidak disadari, karena tertanamnya mindset bahwa webinar itu sudah
meningkatkan kemampuan literasi digital, hanya karena ada istilah “online”-nya
atau “webinar”-nya.
Pembelajaran
dalam perhelatan
Webinar digelar sebagai perhelatan?
Tak ada salahnya. Perhelatan adalah perayaan. Jika ia memang perlu dirayakan, “kemeriahan”
perhelatan perlu dijaga:
~
Jika menjadi narasumber atau pemberi materi
dalam perayaan itu, sebuah prinsip pembelajaran perlu diusahakan terjadi, yaitu
ada give and gain something antara
penyaji dan peserta. Tanyakan pada diri sendiri: apakah saya memberikan sesuatu
yang bermanfaat bagi peserta secara efektif dan profesional, dan apakah mereka
memeroleh sesuatu yang mereka butuhkan dari saya.
~
Jika menjadi penyelenggara, sebuah prinsip
pembelajaran pun harus diusahakan terjadi, yaitu penyelenggara menjadi acuan,
atau sebuah sumber konten yang kredibel dan akuntabel bagi komunitas dalam
bidang tertentu. Tanyakan secara reflektif: bentuk webinar yang bagaimana yang
dapat memuaskan pengguna jasa, lebih dari sekedar berhelai-helai sertifikat
yang dapat diterbitkannya untuk sekian ratus atau ribu peserta.
~
Jika menjadi peserta atau penggemar webinar, sebuah
prinsip pembelajaran juga harus diusahakan terjadi, yaitu memilih secara
selektif konten webinar apa yang dibutuhkan untuk peningkatan, pertumbuhan,
atau pengembangan dirinya secara personal. Tanyakan pada diri sendiri: apakah
yang saya butuhkan relevan dengan webinar yang saya ikuti sehingga jika saya
mendapatkan sertifikat, sertifikat itu dapat berbicara tentang apa yang telah
saya peroleh pada webinar. Jika pun saya tidak memeroleh sertifikat, itu tidak
masalah karena itu bukanlah tujuan utama dalam mengikuti webinar.
Maka, silakan rayakan “perhelatan
webinar” menjadi sebuah bentuk “pembelajaran yang esensial”.
Ditulis pada masa
Work from Home
Yogyakarta, 17 Juni 2020.
ulasan yang menarik, menjadi tiang penyangga perayaan itu esensinya, bukan malah merubuhkan dengan tak tersadari, sip!!
ReplyDeleteSetuju.
DeleteJadi ingat kata-kata dalam kumpulan lukisan digitalnya mas Eko, tiang perayaan itu ambruk, karena pekerjaan yang bersifat pengabdian itu sama sekali bukan perayaan.... Jika perayaan itu yang ditegakkan, maka akan ambruk kemudian ...
Webinar seperti arus yang sangat kuat yang dapat menghempaskan yang terseret terutama bagi yg tidak bisa berenang.
ReplyDeleteUlasan yg menarik mbak Rin.
Terima kasih, pak Gede. Waspada terhadap arus gelombang, jangan sampai terseret karena gak bisa berenang....
DeleteWebinar tidak hanya sekedar berbagi dalam suasana yang terbatas ini, tapi ada yang luput dari semua itu adalah webinar sebagai penanda. Penanda dari eksistensi suatu lembaga atau pun persona. Booming webinar ini juga suatu penanda bahwa masyarakat Indonesia masih lebih senang mendengar dan berbicara daripada menulis.
ReplyDeleteNaah, itu tantangan yang sebetulnya kita hadapi... baik sebagai bagian dari lembaga maupun sebagai persona...
Delete