Thursday, June 18, 2020

Perhelatan Webinar


--Rin Surtantini

 Di mana-mana ada webinar
Setiap saat pun siap digelar
Flyer menarik luas beredar
Duduk santai di muka layar
Tiada lama sertifikat keluar
Hati semerta jadi berpendar
Perburuan pun lalu gencar
Terhanyut oleh arus besar
Gelombang pasang webinar


 Arus gelombang pasang
Seiring masa pandemi COVID-19, dunia digital melaju semakin kencang dalam memenuhi keinginan manusia untuk berkomunikasi dan menyampaikan informasi, baik yang bersifat pengetahuan praktis, pengetahuan dan keterampilan abstrak, keterampilan-keterampilan teknis, maupun yang bersifat hiburan, penyehatan dan pemeliharaan jiwa, spiritual, mental, psikis. Webinar menjadi salah satu pilihan kegiatan yang semakin hari semakin menunjukkan grafik menaik, yang dimeriahkan dengan munculnya flyers aneka desain yang eye-catching di media sosial, juga dengan variasi topik, beragam narasumber, dan berbagai jenis webinar software. Webinar terjadi hampir setiap saat, setiap hari, tanpa jeda. Penggemar webinar tinggal memilih, mana yang ingin diikutinya.
 Webinar sendiri merupakan kombinasi dari kata “web” dan “seminar”, yang dikemas oleh penyelenggaranya untuk melakukan workshop, ceramah, diskusi, atau presentasi secara online menggunakan webinar software. Webinar dipilih menjadi salah satu pilihan kegiatan yang mendukung diterapkannya protokol kesehatan bagi banyak orang pada saat stay at home dan work from home serta learn from home, karena orang-orang tidak harus bertemu secara fisik. Webinar menjadi salah satu alternatif dan cara menarik untuk berbagi dan memeroleh bermacam ilmu, mengisi waktu, menghilangkan kejenuhan atau kebosanan selama mengunci diri di rumah, atau bahkan untuk dapat memeroleh selembar sertifikat.
 Ketika diluncurkan pada saat-saat awal pandemi COVID-19, webinar menjadi ide kegiatan yang menarik. Banyak keuntungan dan kelebihan yang dirasa dapat diperoleh dengan webinar untuk menggantikan face-to-face meetings. Banyak webinar yang diserbu oleh calon pesertanya yang jumlahnya ribuan sehingga penyelenggara terpaksa menolak pendaftar karena melebihi ketersediaan kapasitas. Penyelenggara lalu membuat live-streaming atau rekaman video youtube untuk mengobati kekecewaan pendaftar yang tertolak menjadi peserta karena kapasitas terbatas. Webinar juga memudahkan dan memperluas target group untuk memeroleh konten yang ingin dibagi oleh penyelenggara dan narasumber. Bagi penyelenggara, biaya yang dikeluarkan untuk sebuah webinar juga jauh lebih murah daripada harus mengorganisasikan sebuah pertemuan di sebuah tempat khusus dengan segala uba-rampe-nya. Demikianlah, webinar tumbuh seperti jamur. Setiap hari. Daftar dari kelebihan dan keuntungan webinar ini masih dapat ditambahkan jika diidentifikasi lebih lanjut.
 Arus dari gelombang pasang webinar itu sangat deras mengalir sampai hari ini. Seperti gerakan yang menggelembung pada permukaan laut, bergulung-gulung. Seperti ombak, ia sampai di pantai, sampai di hati atau pikiran calon peserta lewat bantuan flyers yang beredar. Penggemarnya selalu banyak, pembicara atau narasumber makin bervariasi, dan penyelenggaranya tetap antusias dan makin gencar untuk mengadakannya. Bagi yang memang menyukai kegiatan ini untuk menjadi peserta, ia bahkan bisa sampai mengikuti beberapa webinar dalam sehari, dan ia harus rajin mencatatnya dalam agenda setiap hari agar tidak lupa atau kelewatan dengan jadwal pelaksanaannya.
Yang luput dari “perhelatan”
Tak ada yang salah dari webinar. Ia muncul sebagai gagasan kreatif di tengah pandemi, bagaimana teknologi mampu mengubah sesuatu yang statis, bahkan bisa menjadi inovatif jika ia juga memunculkan kebaruan, keorisinilan, dampak luas, sesuatu yang menakjubkan dan bernilai, baik dari segi konten, format, metode penyampaian, narasumber, maupun modanya. Webinar itu serupa ombak, gerakan air laut yang turun naik, bergulung-gulung, memecah di pantai, kembali lagi ke laut, begitu seterusnya. Gulungan ombak pun datang menjelma sebagai gelombang pasang, mengalirkan arus yang besar, mengalir ke mana-mana, ke segala penjuru. Itulah webinar pada saat ini.
 Maka apa yang salah kemudian? Bukan salah, melainkan ada yang mungkin kemudian dapat terluputkan. Webinar dengan arus yang besar dapat menimbulkan semacam gelombang “perhelatan”, sebuah perayaan yang luput dari esensi “pembelajaran” itu sendiri. Jika dirayakan di mana-mana, di setiap saat, oleh siapa saja, ia akan mencapai grafik puncak, dan suatu saat grafik ini akan melandai seiring dengan gelombang surut. Bukankah tujuan diselenggarakannya webinar selama masa pandemi adalah membagi ilmu, informasi, pengetahuan, keterampilan, atau memberi asupan jiwa dan pikiran, dan mungkin juga hiburan secara online? Pertanyaannya, dari sekian banyak webinar, apakah tujuan-tujuan itu tercapai?
 Jika webinar dipilih sebagai ruang berbagi dan memeroleh sesuatu, bukan sebuah “perhelatan” yang kesuksesannya dilihat dari berapa ratus atau ribu peserta yang mendaftar karena flyers yang menjanjikan, juga bukan sebagai sebuah pesta yang kemeriahannya diukur dari berapa banyak tamu yang diundang untuk datang, bukan pula sebuah perayaan dengan door prize berupa sertifikat bagi tamu yang beruntung, maka agaknya penyelenggara, narasumber dan calon peserta (penggemar webinar) perlu mengingatkan diri sendiri dengan beberapa pertanyaan reflektif sebagai “reminders” agar selalu on the right and essential track ….
 Sebagai seorang narasumber atau seseorang yang profesinya adalah pengajar, menyampaikan materi atau konten di webinar juga memiliki beberapa kekurangan dan hal-hal yang kurang menguntungkan, baik bagi dirinya maupun bagi peserta. Dalam penyampaian atau pemaparan materi atau juga dalam merespon pertanyaan peserta, narasumber webinar tidak dapat menguasai dan mengetahui audience atau siapa pesertanya, tidak dapat mengubah metode atau cara penyampaian yang seyogyanya dilakukannya, misalnya ia harus segera men-switch- metode deliveri jika peserta yang sekian ratus atau ribu tersebut ternyata merasa bosan, mengantuk, tidak tertarik, tidak fokus, mengobrol, melakukan pekerjaan lain, meninggalkan forum, dan banyak lagi, yang membuat peserta tidak engage in the webinar. Di sisi lain, tidak semua peserta mendaftar webinar karena memang ingin mendapatkan pengetahuan atau ilmu sesuai dengan minat atau ketertarikannya, tapi karena ingin memeroleh selembar sertifikat untuk kepentingan lain. Konten dari webinar tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan kebutuhan pengembangan dirinya. Dalam keinginan yang seperti ini, jelas ia akan menjadi peserta yang tidak engage in, tidak mendapatkan apapun kecuali selembar sertifikat, karena apapun materinya tidaklah penting baginya. Prinsip memberi dan menerima tidak terjadi.
 Kasus yang lain adalah bagaimana terjadinya pola komunikasi dalam webinar. Prinsip belajar yang student-centered menjadi sebuah tantangan. Komunikasi yang hanya searah dilakukan oleh narasumber webinar menjadi terbatas. Bukankah ini malah bertentangan dengan prinsip pembelajaran yang student-centered, yang berfokus pada peserta? Tetapi kelemahan ini tidak disadari, karena tertanamnya mindset bahwa webinar itu sudah meningkatkan kemampuan literasi digital, hanya karena ada istilah “online”-nya atau “webinar”-nya.
 Pembelajaran dalam perhelatan
Webinar digelar sebagai perhelatan? Tak ada salahnya. Perhelatan adalah perayaan. Jika ia memang perlu dirayakan, “kemeriahan” perhelatan perlu dijaga:
~        Jika menjadi narasumber atau pemberi materi dalam perayaan itu, sebuah prinsip pembelajaran perlu diusahakan terjadi, yaitu ada give and gain something antara penyaji dan peserta. Tanyakan pada diri sendiri: apakah saya memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi peserta secara efektif dan profesional, dan apakah mereka memeroleh sesuatu yang mereka butuhkan dari saya.
~        Jika menjadi penyelenggara, sebuah prinsip pembelajaran pun harus diusahakan terjadi, yaitu penyelenggara menjadi acuan, atau sebuah sumber konten yang kredibel dan akuntabel bagi komunitas dalam bidang tertentu. Tanyakan secara reflektif: bentuk webinar yang bagaimana yang dapat memuaskan pengguna jasa, lebih dari sekedar berhelai-helai sertifikat yang dapat diterbitkannya untuk sekian ratus atau ribu peserta.
~        Jika menjadi peserta atau penggemar webinar, sebuah prinsip pembelajaran juga harus diusahakan terjadi, yaitu memilih secara selektif konten webinar apa yang dibutuhkan untuk peningkatan, pertumbuhan, atau pengembangan dirinya secara personal. Tanyakan pada diri sendiri: apakah yang saya butuhkan relevan dengan webinar yang saya ikuti sehingga jika saya mendapatkan sertifikat, sertifikat itu dapat berbicara tentang apa yang telah saya peroleh pada webinar. Jika pun saya tidak memeroleh sertifikat, itu tidak masalah karena itu bukanlah tujuan utama dalam mengikuti webinar.
 Maka, silakan rayakan “perhelatan webinar” menjadi sebuah bentuk “pembelajaran yang esensial”.



Ditulis pada masa Work from Home

Yogyakarta, 17 Juni 2020.


6 comments:

  1. ulasan yang menarik, menjadi tiang penyangga perayaan itu esensinya, bukan malah merubuhkan dengan tak tersadari, sip!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju.
      Jadi ingat kata-kata dalam kumpulan lukisan digitalnya mas Eko, tiang perayaan itu ambruk, karena pekerjaan yang bersifat pengabdian itu sama sekali bukan perayaan.... Jika perayaan itu yang ditegakkan, maka akan ambruk kemudian ...

      Delete
  2. Webinar seperti arus yang sangat kuat yang dapat menghempaskan yang terseret terutama bagi yg tidak bisa berenang.
    Ulasan yg menarik mbak Rin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, pak Gede. Waspada terhadap arus gelombang, jangan sampai terseret karena gak bisa berenang....

      Delete
  3. Webinar tidak hanya sekedar berbagi dalam suasana yang terbatas ini, tapi ada yang luput dari semua itu adalah webinar sebagai penanda. Penanda dari eksistensi suatu lembaga atau pun persona. Booming webinar ini juga suatu penanda bahwa masyarakat Indonesia masih lebih senang mendengar dan berbicara daripada menulis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Naah, itu tantangan yang sebetulnya kita hadapi... baik sebagai bagian dari lembaga maupun sebagai persona...

      Delete