
Cakra manggilingan merupakan filosofi Jawa yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Makna di dalamnya berhubungan dengan kodrat bahwa kehidupan manusia itu tidak ada yang abadi. Dalam skala besar atau kecil, kehidupan manusia akan selalu berubah. Diibaratkan sebuah roda, kadang ada di atas, kadang ada di bawah menurut kuat atau cepatnya roda itu berputar.
Cakra manggilingan oleh beberapa anggota masyarakat diinterpretasikan sebagai siklus kehidupan manusia. Setiap manusia harus menerima dan menempati posisinya sesuai dengan kodrat yang digariskan. Pada waktu tertentu seseorang posisinya di atas dengan segala keunggulan, kemudahan, dan kenikmatan. Namun di waktu yang lain terjun bebas ke bawah, sehingga keunggulan, kemudahan, dan kenikmatan menjadi sirna.
Cakra manggilingan ada juga yang menginterpretasikan sebagai hukum sebab akibat. Perubahan posisi manusia disebabkan oleh ulahnya, sehingga berdampak pada posisi kehidupan. Interpretasi ini belum sepenuhnya bisa mewakili makna yang terdapat di dalamnya. Banyak manusia yang selama hidup posisinya ada di atas, bahkan sampai turun temurun, meski kehidupannya jauh dari kebenaran. Secara materi nampak mapan, bahagia tanpa kekurangan suatu apapun. Sebaliknya banyak juga manusia selama hidup posisinya di bawah. Sampai turun temurun tidak mengenal kemapanan, kemegahan hidup, padahal kehidupannya selalu mengutamakan kebenaran.
Sebenarnya bagaimanakah menginterpretasikan makna cakra manggilingan itu. Berdasarkan pengamatan kehidupan manusia, makna cakra manggilingan dapat diinterpretasikan dengan waktu. Siklus kehidupan manusia dan hukum sebab akibat akan terbukti ketika waktunya sudah sampai. Banyak ungkapan yang mengatakan “kalau saatnya atau waktunya sudah sampai maka manusia tidak bisa menghindar dari kodratnya”. Semua merupakan rahasia, rencana, dan milik Hyang Maha Kuasa. Selamat berbuka puasa bagi yang menjalankan.
Cakra manggilingan oleh beberapa anggota masyarakat diinterpretasikan sebagai siklus kehidupan manusia. Setiap manusia harus menerima dan menempati posisinya sesuai dengan kodrat yang digariskan. Pada waktu tertentu seseorang posisinya di atas dengan segala keunggulan, kemudahan, dan kenikmatan. Namun di waktu yang lain terjun bebas ke bawah, sehingga keunggulan, kemudahan, dan kenikmatan menjadi sirna.
Cakra manggilingan ada juga yang menginterpretasikan sebagai hukum sebab akibat. Perubahan posisi manusia disebabkan oleh ulahnya, sehingga berdampak pada posisi kehidupan. Interpretasi ini belum sepenuhnya bisa mewakili makna yang terdapat di dalamnya. Banyak manusia yang selama hidup posisinya ada di atas, bahkan sampai turun temurun, meski kehidupannya jauh dari kebenaran. Secara materi nampak mapan, bahagia tanpa kekurangan suatu apapun. Sebaliknya banyak juga manusia selama hidup posisinya di bawah. Sampai turun temurun tidak mengenal kemapanan, kemegahan hidup, padahal kehidupannya selalu mengutamakan kebenaran.
Sebenarnya bagaimanakah menginterpretasikan makna cakra manggilingan itu. Berdasarkan pengamatan kehidupan manusia, makna cakra manggilingan dapat diinterpretasikan dengan waktu. Siklus kehidupan manusia dan hukum sebab akibat akan terbukti ketika waktunya sudah sampai. Banyak ungkapan yang mengatakan “kalau saatnya atau waktunya sudah sampai maka manusia tidak bisa menghindar dari kodratnya”. Semua merupakan rahasia, rencana, dan milik Hyang Maha Kuasa. Selamat berbuka puasa bagi yang menjalankan.
Siip Mas Kartiman...
ReplyDeleteJos!! Nulis neh.
ReplyDeleteTime will tell, kata orang Inggris.
ReplyDeleteDitunggu seri berikutnya ya mas Kartiman...
Siiiiipppppp...!!!!!
ReplyDelete