Monday, January 25, 2021

Buang Telur dan Pesan Sesungguhnya yang Tak Terbaca

 

--Eko Santosa


 

Hari ini, (25/01/21), seorang kawan membagikan unggahan video dari IG dan FB tentang aksi seorang peternak membuang hasil panen telurnya ke sawah. Hal ini ia lakukan karena biaya pakan ternak yang tinggi sehingga hasilnya tak sebanding dengan panen telur yang diperoleh. Atas aksi tersebut komentarpun berhamburan. Seperti umumnya media sosial, komentar selalu bersifat kulit, emosional, dan subjektif. Hampir semua komentar menyesalkan tindakan peternak tersebut. Sebagian besar menganggapnya mubadzir dan tidak memikirkan bahwa banyak orang lain yang sedang kesusahan, bisa makan telur sehari 1 saja sudah syukur. Intinya, 90 persen komentar bernada menyalahkan bahkan menghujat sang peternak.

Ya, semua orang pasti akan berkomentar seperti itu jika hanya melihat sekilas apa yang dilakukan sang peternak. Saya pun juga, kira-kira, akan berkomentar sama. Tetapi jika dilihat lebih mendalam, melihat video dari awal sampai akhir tanpa komentar dan kalau perlu diulang, mungkin peternak tersebut ingin menyampaikan maksud lain dari sekedar selisih harga pakan dan telur yang tak sebanding sehingga melahirkan kerugian. Mungkin ia ingin bertanya keras, mengapa harga pakan bisa naik sedangkan harga telur merosot? Apa yang menyebabkan harga pakan naik dan harga telur merosot? Siapa yang bisa menentukan kenaikan dan penurunan harga barang? Dan mungkin pertanyaan-pertanyaan lain. Tetapi karena ia tidak menemukan orang atau lembaga yang tepat untuk ditanyai, atau pernah bertanya tetapi selalu tidak menemukan jawaban yang tepat, maka aksi buang telur itu ia lakukan, divideo, diunggah ke medsos, agar viral dan agar pesan berupa pertanyaan itu segara tersampai pada orang atau lembaga yang tepat menangani perkara harga pakan dan telur. Mungkin demikian maksudnya.

Walakin, yang ia dapatkan justru komentar-komentar menyalahkan atas aksi yang dilakukannya. Artinya, pesan sesungguhnya yang hendak ia sampaikan tak terbaca. Sama sekali tak terbaca. Bahkan, tak lama kemudian, aksi dan pesan peternak tersebut bakal berlalu dengan video viral lain yang diunggah orang lain dengan perkara yang lain. Mungkin, orang pintar akan berkata bahwa, kalau peternak tersebut hendak protes (bertanya), semestinya menggunakan saluran yang benar, bukan dengan aksi buang-buang hasil panen semacam itu. Mungkin orang pintar juga akan berkomentar bahwa, semestinya ada manajemen baik yang diterapkan sehingga perhitungan antara pakan, lama waktu pemeliharaan, dan panen tidak negatif. Banyak kemungkinan memang, namun bandul timbangan tetap lebih besar pada kesalahan tindakan sang peternak.

Ya, memang yang terjadi seperti itu. Dalam kehidupan yang serba cepat dan informasi serba kilat ini, sulit sekali menyeret perhatian publik untuk mendalami sebuah persoalan secara menyeluruh. Sebagian besar orang pasti akan melihat fisik dari tindakan saja. Mereka tidak mau bersusah payah mendalami persoalan karena itu jelas bukan urusan mereka dan tidak ada keuntungan bagi mereka. Padahal, kalau ditinjau sedikit lebih dalam, apa yang dilakukan peternak tersebut sebetulnya juga tidak merugikan mereka. Tetapi, siapa pula yang mau meninjau lebih dalam? Kondisi semacam ini hanya akan melingkar-lingkar dan berada di luar persoalan sesungguhnya.

Jadi, sangat kecil sekali kemungkinan adanya jawaban bagi peternak tersebut tentang mengapa harga pakan bisa naik dan harga telur bisa turun serta siapa atau apa yang mengendalikannya? (**)

 

WFH, 25/01/21

14 comments:

  1. Mungkin ada kaitannya dengan telur palsu, seperti juga beras plastik dan berita lain yang berhubungan dengan kepalsuan yang tidak logis.

    ReplyDelete
  2. pasangan? yang saya tulis kaitannya

    ReplyDelete
  3. disayangkan....telur dan pesan yg tdk sampai....

    ReplyDelete
  4. ... dan itulah yang terjadi dalam roda kehidupan sehari-hari kita saat ini, bahkan dalam lingkup kecil sekalipun, misalnya di lingkungan tempat kita bekerja, kita akan selalu dikelillingi oleh berjuta tanda tanya yang cepat lenyap digantikan oleh tanda tanya-tanda tanya berikutnya yang berebutan muncul tapi tak pernah mendapatkan tempatnya...

    ReplyDelete
  5. Kl swasta sdh menguasai dari hulu sampe hilir, negara pasti kalah. Kl Charoen Pokphand dan Japfa Comfeed merger pasti bahaya buat peternakan rakyat.

    ReplyDelete
  6. disumbangke ke panti asuhan malah dapat pahala.

    ReplyDelete