--Rohmat Sulistya
Beberapa hari
lalu, saya secara iseng menonton kanal YouTube Gita Wirjawan, seorang pengusaha
dan mantan Menteri perdagangan di era Soesilo Bambang Yudhoyono. Saya
mendapatkan kanal ini tentu saja atas kecanggihan teknologi saat ini, dimana feed
dan suggestion pada laman akun Youtube saya dan beberapa akun media social
lainnya, tercipta karena perilaku dan minat saya pada topik-topik tertentu.
Termasuk kemudian tercatat juga menjadi suggestion dalam belanjaan saya
di Bukalapak dan Shopee. Inilah era dimana minat terlusur kita pada suatu topik
akan terekam secara otomatis sebagai data yang berharga dan akan digunakan oleh
raksasa-raksasa teknologi untuk mengarahkan “kehidupan” kita.
Dalam kanal
tersebut, Gita Wiryawan sebagai host mewawancari seorang tamu wanita lulusan
ITB dan MIT yang sangat smart. Sayangnya wanita itu sudah bersuami 😊. Topik yang dibicarakan cukup luas: dari wabah
covid, metabolism manusia indonesia dan eropa, PCR, biodiversifikasi, AI, ide pengkodean
genetic 270 juta manusia Indonesia, dan banyak topik berat lainnya yang saya
sendiri banyak gak ngerti. Tapi benang merahnya adalah sustainability,
keberlangsungan hidup manusia dalam puluhan, ratusan tahun ke depan bahkan saat
kita harus berdampingan dengan robot yang dinyawai oleh artificial
intelegent. Saat robot, pada saatnya nanti, bisa mengerjakan semua urusan
manusia; lalu bagaimana mereka hidup berdampingan dan tidak saling mematikan. Wisdom
atau kebijaksanaan adalah kuncinya.
Banyak
kata-kata penting dan ilmiah adalah perbincangan tersebut. Tetapi ada satu kata
yang dulu sangat akrab saat kuliah dan sampai saat inipun saya kurang berhasil
memahaminya. Kata tersebut adalah entropi. Ini adalah peristilahan dalam kimia
yang berhubungan dengan panas; yang bagi saya sendiri adalah ilmu yang sulit.
Berikut ini adalah definisi entropi dari Wikipedia yang tetap bikin pusing.
Entropi adalah salah satu besaran termodinamika yang mengukur energi dalam sistem per satuan temperatur yang tak dapat digunakan untuk melakukan usaha. Mungkin manifestasi yang paling umum dari entropi adalah (mengikuti hukum termodinamika), entropi dari sebuah sistem tertutup selalu naik dan pada kondisi transfer panas, energi panas berpindah dari komponen yang bersuhu lebih tinggi ke komponen yang bersuhu lebih rendah. Pada suatu sistem yang panasnya terisolasi, entropi hanya berjalan satu arah (bukan proses reversibel/bolak-balik). Entropi suatu sistem perlu diukur untuk menentukan bahwa energi tidak dapat dipakai untuk melakukan usaha pada proses-proses termodinamika. Proses-proses ini hanya bisa dilakukan oleh energi yang sudah diubah bentuknya, dan ketika energi diubah menjadi kerja/usaha, maka secara teoretis mempunyai efisiensi maksimum tertentu. Selama kerja/usaha tersebut, entropi akan terkumpul pada sistem, yang lalu terdisipasi dalam bentuk panas buangan.
Duhhh....
Belakangan istilah entropi ini mengarah kepada kata umum (dari kata khusus yang hanya membahas panas dalam termodinamika). Entropi sering diungkapkan sebagai derajat ketidakteraturan, kekacauan, atau derajat ke-chaos-an. Entropi itu selalu naik, dengan demikian ketidakteraturan ini semakin tinggi juga. Dan ini sebuah keniscayaan, kealamiahan, atau sunatullah. Bumi, manusia, alam raya, universe entropinya akan naik. Dengan kata lain bumi dan seisinya ini akan semakin chaos dari waktu ke waktu. Apakah kechaiosan ini akan menuju kesetimbangan yang baru atau malah menuju kehancuran total, wallahu a’lam.
Yang jelas, kita mungkin sepakat, keadaan hari ini makin lama makin membuat kita bingung. Pandemi virus 2019/2020 bukanlah pandemi yang pertama yang menimpa umat manusia. Paling tidak, dijaman yang sudah tercatat dalam sejarah modern, dari 10 pademi, 4 diantaranya adalah wabah influenza (medcom.id). Jadi menjadi 5 dengan wabah covid-19 saat ini yang juga varian influenza. Bahkan pandemi flu tahun 1918-1920 menewaskan 20-50 juta manusia di seluruh dunia.
Bertatap muka, saling berkunjung, berkumpul, bersalaman, semua dibatasi. Muka kita hanya nampak dari mata. Kita hanya bisa menebak seseorang cantik atau cool hanya dari matanya.
Bukankah ini keadaan yang aneh, yang membuat segalanya menjadi semakin tidak teratur dan kacau. Boleh jadi dalam beberapa tahun ke depan gedung-gedung megah mewah semakin unutilized karena minim digunakan. Belajar online juga tidak serta merta menggantikan belajar dengan berhadap-hadapan guru dan murid. Sebuah ritual belajar yang sudah dijalani ribuan tahun. Tetapi iniah realitasnya, dan sangat mungkin ini adalah sebuah ketidakteraturan yang naik.
Sangat mungkin, semuanya itu menuju ke kesetimbangan baru -yang sifatnya adalah sementara- menuju ke derajat kekacauan yang lebih parah dalam ratusan tahun ke depan. Siapa tahu?. Yang jelas kehancuran total alam raya pasti akan datang pada masanya. Mungkin ratusan atau ribuan tahun ke depan.
Haruskah berpikir sejauh itu. Ya gak papa, berpikir membuat kita hidup.
Bagaimana kita secara individu akan bertahan dalam kondisi ketidakteraturan ini, yang minim dukungan (support) dan panduan (guidance) secara sistemik. Program kerja kurang jelas, apa yang harus dikerjakan belum nampak. Mungkin inilah chaos kecil di dunia kerja kita.
Akhirnya kita akan kembali kepada sebuah hal saat kemungkinan hubungan manusia dan robot cerdas semakin nyata dimasa depan: wisdom atau kebijaksanaan. Kita tetap harus menjadi manusia yang bijaksana dalam segala keadaan. Menuntut ilmu adalah kewajiban abadi setiap manusia, dalam pandangan agama maupun rasio manusia.
Salam sehat.
Artikel menarik yang dipicu oleh istilah "entropi" dengan perluasan makna yang diperoleh oleh kata ini sebagai wujud dari "a thinking process as a human being" yang dilakukan oleh penulis. Di luar prinsip termodinamika yang berhubungan dengan energi, entropi yang saya pahami merupakan proses degradasi atau penurunan, atau kecenderungan dari sebuah ketidakteraturan yang terjadi. Kata ini berasal dari bahasa Latin "entropia", yang berarti "a turning toward" atau "transformation." Jadi, saya sepaham, jika di sebuah lingkungan kerja setiap orang berusaha untuk menerjemahkan wisdom principles-nya sendiri-sendiri karena tidak ada guidelines, program, atau rencana institusional yang jelas dan terarah, inilah salah satu contoh dari terjadinya "entropi", saya kira... hehehe...
ReplyDeletekomennya menambah khazanah keilmuan saya...
DeleteNek neng film jurasic park kae malah teori ketidakteraturan yg terbukti di mana pada akhirnya alam akan menentukan nasibnya sendiri
DeleteRekayasa genitika juga prestasi manusia yg andil dlm ketidakteraturan.
DeleteSaya baca mbak Rin tapi tidak saya resapi karena bikin pusing.
ReplyDeleteWah...jangan jadi pusing, pak Gede...
DeleteAnak kimia saja pusing kl belajar termodinamika
DeleteMas Rohmat n pak Gede, supaya gak pusing dg entropi dalam termodinamika, coba deh baca tentang entropi budaya. Ini menarik krn nyata terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari... dalam lingkungan organisasi tempat kita bekerja.
ReplyDeleteOk siap
Delete