Friday, March 12, 2021

Bernostalgia Sejenak

 

---Digna Sjamsiar




Tiga hari belakangan ini anakku yang pertama sibuk mencari tahu keberadaan kakak perempuan ayahku yang tinggal di Belanda, dimulai dari dia menanyai opanya tentang nama berikut nama familinya (marga), tahun berapa terakhir kali berkunjung ke Situbondo, Jawa Timur dan nama anaknya yang ikut berkunjung.

Disela-sela kegiatanku mengikuti Pelatihan Google Master Trainer, aku berusaha menjawab pertanyaan anakku yang lumayan membutuhkan ingatan luar biasa karena waktu itu umurku 9 tahun, dan pada tahun 2015 aku pernah meminta tolong pada rekan kerjaku yang sedang melanjutkan studi S2 di Belanda untuk melacak alamat yang dimiliki oleh orangtuaku, tetapi sayang, suratku kembali karena tanteku sudah tidak tinggal di alamat tersebut.

Sejujurnya yang mendasari anakku untuk mencari tahu keberadaan tanteku adalah dia sangat penasaran dengan perjalanan hidup opa dan omaku. Sedikit aku bercerita disini, papi dari papaku harus kembali ke Belanda disaat usia papaku 2 tahun, mami dari papaku menolak untuk ikut karena ibunya juga tidak bersedia, bisa dimaklumi mereka semua lahir dan berumah tangga di Indonesia sehingga mereka kuatir sulit untuk beradaptasi. Anakku berusaha terus melacaknya dengan masuk ke website komunitas Quora dan Twitter, salah satu anggota komunitas tersebut memberikan saran untuk mengecek suatu website yang berisi data kepulangan warga Belanda dari Asia Tenggara dan Australia dari tahun 1945 – 1966 (disebut repatriasi). Tetapi sayang, usahanya tidak berhasil karena papaku tidak tahu kapan papinya terakhir bekerja di perusahaan/pabrik gula di Indonesia, ditambah lagi papi dari papaku juga tidak mempunyai keturunan selain papaku.

Kemudian anakku kembali fokus berusaha mencari nama lengkap sepupuku yang kuceritakan sebelumnya melalui Facebook dan Instagram. Anakku menelepon papaku dan mencatat jawaban-jawabannya, kemudian anakku via internet memasukkan alamat dan nama tersebut, akhirnya usahanya berhasil, dia menemukan akun IG dan Facebooknya. Kemudian baik anakku maupun aku menambah pertemanan. Alhamdulillah..permintaan berteman kami diterima. Yang paling menggembirakan setelah dua hari pertemanan kami,  sepupuku membalas chat anakku via FB. Mengingat budaya kita yang berbeda, anakku mengirim foto tanteku sewaktu masih gadis, sepupuku membenarkan jika foto tersebut adalah foto mominya, dia senang sekali, dan dia bercerita bahwa mominya masih menyimpan foto-foto ketika mereka berkunjung ke Situbondo tahun 1977. Dia mampu mengingat kenangan-kenangan manis saat di Situbondo sekalipun saat itu dia masih berumur 6 tahun. Chatku di FB juga dia balas, senang sekali rasanya. Akhirnya anakku dan sepupuku mengatur jadwal untuk melakukan video call secara bersama Sabtu sore besok yaitu papaku, kedua kakakku dan keluarganya dan aku sendiri. Satu keberuntungan lagi, sepupuku fasih berbahasa Inggris karena dia bekerja sebagai manajer hotel, sehingga komunikasi via chat di Facebook berjalan lancar, begitu juga jika besok diadakan pertemuan secara virtual, karena kami tidak bisa berbahasa Belanda, papaku juga sudah banyak lupa dengan kosa kata bahasa Belanda.

Hal ini tak luput dari kecanggihan teknologi saat ini dimana teknologi dapat membantu kita dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dibutuhkan. Saat ini di WA grup kami yang terdiri dari papaku berikut anak, menantu dan cucu ramai membicarakan temuan anakku ini. Papaku gembira sekaligus terharu karena akan mengobrol lagi dengan kakak perempuannya walau hanya secara virtual, dan saat ini kami bernostalgia di grup WA, mengingat saat sepupuku yang ngotot pingin main di sungai, kebetulan rumah nenekku dan rumah orang tuaku dekat dengan sungai, dan cerita lucu lainnya….jadi tak sabar menunggu besok jam 16.00 waktu Indonesia bagian barat….hehehehe


Yogyakarta, 12 Maret 2020

Catatan sore setelah menyelesaikan tugas Pelatihan Google Master Trainer

Digna Sjamsiar

 

20 comments:

  1. Menarik, menelusur nasab, trace the family tree.

    ReplyDelete
  2. Bentuk lain dari rejeki atas usaha.

    ReplyDelete
  3. Selamat bertemu secara virtual dengan keluarga Belanda... suatu saat bertemunya secara langsung di negeri kincir angin ini ya...hehehe...

    ReplyDelete
  4. Bahagia sekali. Dengan membaca, Aku bisa merasakannya. Terharu. Indah.

    ReplyDelete
  5. Sulitnya menulis sejarah adalah mrnjaga konsistensi pikiran sehingga pembaca bisa mengikuti alur dengan tanpa bertanya tanya. Misal ada kebingungan yang muncul ketika membaca ini, "papi dari papaku tidak mempunyai keturunan selain papaku" tapi di paragraf 1 ada tulisan "mencari tahu keberadaan kakak perempuan ayahku yang tinggal di Belanda" (ayahku sama dengan papaku, itu juga baru asumsi) . Sumpah bingung saya bacanya. 😀😀😀

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh yg dituliskan mas Heru ini juga sama ada dlm pikiran sy, krn sy juga bingung ttg kakak perempuan ayah yg di Belanda, sementara setelah itu ada tulisan yg mengatakan bhw papa (ayah?) adl anak tunggal... hehe... Mau tanya di sini gak jadi. Besok aja kalo ketemu tanya langsung minta penjelasan, sebetulnya gimana...😄😆😀

      Delete
    2. Berarti saya gak bingung sendir

      Delete
    3. Iya..saya tidak teliti,paragraf pertama belum saya ganti dari kata ayah menjadi papa..terimakasih koreksinya

      Delete
  6. Saya juga mbatin seperti mas Heru, tapi saya tahu maksudnya, jadi tidak bingung.

    ReplyDelete
  7. Terimakasih atas masukannya ya teman2x..saya kura g teliti untuk mengubah kata ayah dan papi..🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pertanyaan yg belum terjawab adalah apakah papa memang anak tunggal, tp kok punya kakak perempuan yg di Belanda itu...hehe...

      Delete
    2. Sengaja tidak saya tuliskan mbk..ceritanya lumayan melo&sedikit rahasia..hehehhe

      Delete
    3. Nah...itu yg menjadi sumber kebingunganku dan mas Heru di atas... jd jawabannya kira2 bisa kuduga sekarang, hehe ...

      Delete
  8. Anyway, sip, mbak Digna. Menuliskan pengalaman sendiri itu bisa menjadi sumber cerita yang tak ada habisnya...jadi teruslah menulis...

    ReplyDelete