--Rin Surtantini
Atas ijin dari Radio Edukasi, bagian akhir dari video yang berisi pembacaan puisi ini diedit dan diunggah ulang oleh saya, sehingga dapat dilihat pada Youtube channel pada link https://youtu.be/JAJhx42vvg0.
Banyak terima kasih saya sampaikan kepada mas Dhanang, yang telah membuatkan backsound dalam bentuk piano cover lagu "The Way We were" atas permintaan khusus saya, sehingga menambah warna untuk pembacaan puisi ini pada video Youtube yang saya edit. Puisi ini ditulis dan dibacakan untuk kita semua, untuk pendidik, untuk para orangtua.
Di Balik Dinding Sekolah
(Juli 2014)
Ruang kelas
adalah dunia yang diciptakan bersama
oleh guru dan
murid-muridnya
melalui
hari-hari yang terbentang panjang
dengan aneka
goresan dan coretan yang penuh warna.
Di dalam
dunia itu kepada guru
kita titipkan
anak-anak kita
dengan sejuta
pesan dan kata
yang mewakili
gundukan keinginan dan tujuan kita.
Kepada guru kita mintakan anak-anak kita
menjadi
pandai dengan angka yang cemerlang,
menjadi maju
dengan langkah yang panjang,
menjadi hebat
dengan prestasi yang gemilang,
menjadi
cerdas dengan pengetahuan yang luas,
menjadi
terampil dengan kemampuan yang tangkas,
menjadi juara
dengan piala di almari kaca yang menghias,
menjadi
terkenal karena aneka kesuksesannya.
Di dalam
dunia yang bernama sekolah itu
kita tak
segan meminta para guru
mendengarkan
semua pesan dan permintaan kita
yang kita
bukukan dan jilid dengan seksama
dengan judul
“Cinta Kami kepada Anak-Anak Kami”.
Kita sangat
mengingat judul buku itu,
karena kita
tulis dengan semangat cinta kepada anak-anak kita,
tetapi kita
lupa dan mungkin abaikan isinya:
Jika kita
minta anak kita pandai dengan angka yang cemerlang,
mungkin ia
tidak peduli bahwa setiap angka memiliki makna.
Jika kita
minta anak kita maju dengan langkah yang panjang,
mungkin ia
tak sadar telah menginjak kaki temannya.
Jika kita
minta anak kita menjadi hebat dengan prestasi yang gemilang,
mungkin ia
akan lupa bagaimana memperolehnya.
Jika kita
minta anak kita menjadi cerdas dengan pengetahuan yang luas,
mungkin ia
lupa untuk berbagi dengan temannya.
Jika kita
minta anak kita menjadi terampil dengan kemampuan yang tangkas,
mungkin ia
abai untuk membantu temannya.
Jika kita
minta anak kita menjadi juara dengan berbagai piala di
almari kaca,
mungkin ia
tak peduli sekitar dan ingin untuk selalu berada di atas.
Jika kita
minta anak kita menjadi terkenal karena kesuksesannya,
mungkin ia
akan tumbuh dengan rasa bangga yang berlebih.
Banyak
catatan yang kita titip dan mintakan
kepada guru
bagi anak-anak kita
atas nama
"cinta" kepada mereka.
Tetapi kita
terkadang lupa
untuk
menitipkan “nilai-nilai” dan bukan
sekedar “angka”:
bahwa
anak-anak kita harus tumbuh dan belajar
menjadi
anak-anak yang berempati, menghargai,
menghormati,
jujur, rendah hati, adil, dan toleran;
bahwa kita
terkadang abai
jika anak-anak
kita tumbuhkan hanya dengan angka-angka,
maka
nilai-nilai menjadi tak lagi bermakna,
dan cinta
tidaklah lagi dapat berbicara.
Terima kasih telah membaca catatan ini, atau telah melihat pembacaannya melalui Youtube channel.
Salam sukacita untuk semua!
Yogyakarta, 15 Maret 2021.
Puisi yang bagus mbak Rin... Sekedar sharng, kalau saya memakai puisi sebagai ekspresi dari refleksi pemikiran, renungan yang berkecamuk dalam diri.
ReplyDeleteTerima kasih, mas Fajar. Sependapat. Fungsi puisi salah satunya adalah seperti yang dikatakan mas Fajar itu. Banyak media untuk mengungkapkan gagasan atau kerja kognitif kita, salah satunya puisi.
DeleteMunculnya kok "unknown" ya...salah pencet.
DeleteItu saya, mas Fajar, hehehe...
pesan moral yang baik untuk pendidikan, sip!!
ReplyDeleteThanks, mas Eko.
DeleteUpaya untuk lebih dishare ke publik...