Thursday, May 21, 2020

WfH Series: Setelah Belajar Google Classroom Berakhir: Sebuah Catatan Personal

  
--Rin Surtantini

Assalammu’allaikum warrahmatullahi wabarakaatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Shalom.
Om Swastiastu.
Namo Buddhaya.
Salam Kebajikan.


Yang saya hormati, ibu Sarjilah, Kepala P4TK Seni dan Budaya.
Pak Windarto, pak Joko, pak Sigit, pak Noor, dan semua pejabat struktural yang hadir.
Mas Rohmat, mas Cahya, mas Agung, mbak Eko selaku tim pengajar diklat yang excellent.
Mas Kartiman, mas Sito, mas Eru selaku Koordinator Widyaiswara.
Teman-teman panitia diklat,
serta teman-teman widyaiswara sebagai sesama peserta diklat online “Perancangan Kelas Online dengan Google Classroom” yang saya kasihi.

Terima kasih atas kesempatan yang diberikan oleh panitia serta tim pengajar kepada saya untuk memberikan sedikit kesan dan pesan mewakili teman-teman widyaiswara sebagai peserta diklat Google Classroom ini. (Ini mungkin lebih merupakan catatan personal saya, jadi apabila kurang dapat mewakili perasaan dan pengalaman teman-teman selama mengikuti diklat ini, mohon berkenan untuk dimaafkan).

Yang pertama-tama ingin saya sampaikan adalah bahwa inisiasi yang muncul dari teman-teman di Koordinatoriat Widyaiswara untuk dilaksanakannya diklat ini bagi para widyaiswara merupakan sebuah momen berharga dan penting untuk kita bersama-sama belajar dan saling belajar, dengan tujuan meningkatkan kapasitas kita sebagai widyaiswara di lembaga ini. Ini bukan sebuah kebetulan belaka karena adanya pandemi Covid-19 sehingga hampir semua komunikasi harus dilakukan secara online, tetapi lebih dari itu, saya memandangnya sebagai usaha kita semua secara  bersama-sama dalam menjawab tuntutan profesionalisme korps widyaiswara di era Revolusi 4.0. Jangan sampai hanya menjadi sebatas “mantera” saja (meminjam istilah mas Eko Ompong).

Terlepas dari up-and-down-nya kualitas komunikasi di antara kita, saya memandang bahwa gagasan diadakannya diklat ini mendapat tanggapan yang baik dari manajemen sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama Koordinatoriat Widyaiswara, tim pengajar yang dimintai tolong untuk menjadi penyiap materi dan sistem pembelajaran online, serta manajemen pada akhirnya bisa bersama-sama merancang, dan kemudian mewujudkan serta mengelola diklat ini secara serius.

Yang kedua adalah bahwa kita semua di segala lini di lembaga ini memang harus mau berubah menuju sebuah kehidupan normal baru (new normal life) yang segera ada di hadapan kita. Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi dan kita hadapi, tetapi setidaknya kita dapat melakukan prediksi (“making predictions”) berdasarkan data, fakta, dan akal sehat serta logika kita. Mungkin kenyamanan, kemudahan, dan kemapanan kita selama ini menjadi terusik, karena selama ini ada sebagian dari widyaiswara menjalankan tugas belajar-mengajar dengan materi-materi dan perangkat pembelajarannya yang fixed, given, sudah tersedia. Mengapa? Karena materi-materi yang harus diturunkan ke peserta diklat tersebut diperoleh berdasarkan ToT (Train of the Trainer), yang harus diajarkan kembali ke instruktur nasional atau guru-guru sasaran tanpa perlu atau tanpa boleh mengubah, meskipun materi-materi yang given tersebut itu dirasa tidak sesuai.

Widyaiswara dalam hal di atas menjadi semacam “agent of fixed learning materials”, bukan “agent of change”, bukan pembelajar yang autonomous, self-fulfilled. Bukan pula seorang pembelajar yang dapat memiliki personalized instructional design. Demikian juga ketika ada diklat yang memiliki rancangan bagian yang dilaksanakan secara online (baik sinkronous maupun asinkronous), LMS (learning management system-nya) juga sudah dibuat, misal pernah pada suatu masa menggunakan Moodle sehingga widyaiswara cukup menjadi user dalam mengoperasikan sistemnya ketika mengajar, tidak mendesain atau membangun kelasnya sendiri. Maka dalam hal ini widyaiswara bukan desainernya, tapi penyedia materi atau konten saja, dan ketika materinya sendiri ditransfer ke LMS, banyak hal yang tidak memuaskan hatinya…. namun tak dapat melakukan apa-apa lagi. Sudah terkunci.

Tetapi kali ini, dalam diklat online “Perancangan Kelas Online dengan Google Classroom” ini, semua itu berubah. Jika ingat, ada pernyataan mas Rohmat sebagai pengajar ketika pertemuan awal diklat ini yang cukup membangunkan kita, yaitu bahwa widyaiswara  peserta diklat ini akan menjadi “class creator”, jadi peserta diklat akan membuat sendiri kelas online dengan Google Classroom. Sesuatu yang bagi sebagian besar dari para widyaiswara merupakan hal baru yang harus dipelajari dan dikuasai, untuk dapat “meningkat satu level lebih tinggi” dari kapasitasnya saat ini. Maka para widyaiswara akan bertanggungjawab sejak awal desain kelasnya disiapkan, diisi dengan konten atau materi, dikelola, dan dinilai serta dievaluasi hasilnya. Widyaiswara akan menjadi seorang pembelajar yang autonomous, self-fulfilled, dan self-determined. Kelasnya pun akan menjadi kelas-kelas unik yang personalized, dan widyaiswara dapat berkembang menjadi pembelajar-pembelajar kreatif yang independent, mengembangkan kapasitasnya yang selama ini dimiliki, tetapi “terbungkus”.

Mengikuti diklat online “Perancangan Kelas Online dengan Google Classroom” ini, dapat disimpulkan, ada lima hal yang diperoleh, yang menjadikan widyaiswara akan meningkat levelnya, yaitu belajar mengenai: (1) mendesain kelas online dengan LMS –yang kali ini menggunakan Google Classroom, (2) membuat desain instruksional atau pembelajaran untuk konten yang akan disampaikan melalui LMS, (3) mengisi konten atau materi yang sesuai dengan prinsip-prinsip rancangan diklat online, (4) mengelola kelas online, serta (5) melakukan penilaian dan mengembangkan instrumen penilaian secara online terhadap. Satu hal yang tak boleh diabaikan, yang dilakukan tidak hanya sekedar “memindah” materi dari buku atau handout yang sudah ada ke dalam kelas online.


Semua ini dipelajari dalam waktu tidak kurang dari 9 (sembilan) hari yang secara administratif setara dengan 70 jam pelajaran x 45 menit jika diklat dilakukan secara tatap muka. Kenyataannya, ketika diikuti, waktu yang diperlukan untuk memahami dan mempelajari materi pada diklat ini tidaklah terhitung. Kita bisa berjam-jam bekerja di depan laptop, bisa bekerja pagi-pagi setelah sahur dan sholat subuh, bisa siang hari, bahkan bisa pada sunyi malam hari… Awalnya sembilan hari tak terbayangkan, kelihatannya lama ya…. Tetapi nyatanya, pada hari terakhir, kita pun dapat menyelesaikannya, tidak terasa. Jadi sepertinya, It’s a fun learning!  Apalagi jika desain kelas yang dibuat adalah sesuatu yang disukai, dipahami dan dikuasai sebagai kompetensi masing-masing widyaiswara.

We have to love what we do.
If we don’t love what we do
we’re always worried anytime a duty or task
is assigned to us concerning with that …
So, love your work!

Meskipun kita berangkat dengan kapasitas awal atau prior knowledge yang berbeda-beda dan kecepatan yang juga berbeda-beda antara satu sama lain, serta kondisi personal yang juga bervariasi, teman-teman widyaiswara sebagai peserta terlihat menikmatinya, meskipun … sebentar-sebentar harus “kumyuuuur” (meminjam istilah yang dipopulerkan oleh mas Heri Yonathan di grup SKP). Kumyur dengan vicon, kumyur dengan materi yang harus dipahami, kumyur dengan tugas-tugas yang bertumpuk, kumyur dengan class design project, kumyur dengan simulasi, kumyur dengan membuat kuis, assignment, materi, kumyur dengan rasa lelah, kumyur dengan sinyal internet yang hilang timbul, kumyur dengan banyak hal lainnya…. Tetapi toh kita semua akhirnya sampai pada peningkatan level itu, sampai pada sebuah pencapaian, seperti yang diharapkan tentunya oleh tim pengajar.

Lihat hasil pos-tesnya, lihat hasil prosesnya, dan lihat hasil proyek rancangan kelasnya…. Pasti tim pengajar bisa menilainya dengan bijak, bagaimana perubahan itu terjadi. Kita yakin, sebagai peserta, meskipun diklat ini sudah ditutup, kita masih punya keinginan untuk melanjutkan, memperdalam, dan memperbaikinya (setelah sejenak berhenti untuk merayakan Idul Fitri). Sebagai widyaiswara kita semua sepakat untuk berubah, untuk memelihara “growth mindset”, bukan “fixed mindset”. Tujuan kita bukan hanya memperoleh selembar sertifikat untuk penilaian angka kredit, tetapi bagaimana sertifikat itu bisa berbicara, bahwa kita bisa membuktikan perubahan yang kita lakukan.

Untuk itu semua, hal berikutnya yang ingin saya sampaikan adalah apresiasi dan terima kasih yang luar biasa dari teman-teman peserta diklat kepada mas Rohmat, mas Agung, mas Cahyo, mbak Eko, yang dengan ketekunan dan kapasitasnya telah merancang dan mengelola diklat ini secara online, yang dengan tingkat kesabaran yang tinggi telah melayani dan membelajarkan peserta yang sangat heterogen, yang dengan cermatnya sudah menyiapkan modul, konten dan materi-materi, dan yang dengan tulus ikhlas tanpa pamrih telah membagi pengetahuan dan keterampilannya. Semua ini tentunya dilakukan oleh teman-teman pengajar karena memiliki dorongan besar untuk “berbagi” dengan sebuah pertanyaan kunci di dalam hatinya, “Apa yang diperoleh peserta diklat dari kami?” atau “Apakah mereka telah belajar dan memperoleh sesuatu dari kami?” Self-question ini dijawab oleh teman-teman pengajar dengan memberikan peserta diklat sesuatu yang dilakukan dengan “as best as they can”. Sebaik-baiknya!  Dan ini menjadikan widyaiswara peserta diklat meraih level setingkat lebih tinggi dari kapasitas sebelumnya. Thank you so much, terima kasih banyak, bapak ibu guru.

Kegiatan ini berjalan lancar dan sukses. Apresiasi dan terima kasih yang berlipat disampaikan kepada ibu Kapus dan jajaran manajemen, panitia, dan juga tim untuk penyelenggaraan Vicon setiap hari. Terima kasih juga kepada bapak-bapak Kooordinator Widyaiswara untuk dukungan dan kebijakannya dalam membantu “subsidi” bagi kemajuan korps widyaiswara dan yang mendorong korps widyaiswara untuk maju.

Akhirnya, sebagai penutup, pesan yang disampaikan adalah:
1.    Program peningkatan kapasitas widyaiswara ini masih dapat terus dilakukan, misalnya melalui diklat Google Classroom tahap kedua untuk pendalamannya, atau belajar LMS dengan program aplikasi lainnya, atau belajar merancang desain dan konten pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip online learning.
2.    Manajemen dapat menindaklanjuti dan mengakomodasi hasil dari diklat ini, misalnya dengan memetakan kelas-kelas yang potensial untuk dilaksanakan secara online dengan rekomendasi dan bimbingan lebih lanjut dari tim pengajar.
3.    Manajemen dan widyaiswara secara bersama-sama mengembangkan menu-menu diklat yang konten dan desain LMS-nya siap secara kualitas, atau yang dilakukan secara online dengan mode yang bervariasi, yang pengelolaan administrasinya secara online juga diterapkan, untuk kemudian di-launching kepada guru-guru sebagai target sasaran, atau kepada sesama widyaiswara untuk proses peningkatan kapasitas widyaiswara.


Semoga Allah yang Maha Baik akan selalu menuntun setiap pikiran, perkataan, sikap, serta perbuatan kita. Aamiin.

Terima kasih banyak untuk semuanya.
Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah bagi teman-teman Muslim.
Wassalammu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh.


Ditulis pada masa Work from Home,
[ketika selesai menjadi peserta diklat online untuk merancang pembelajaran online]
Yogyakarta, 20 Mei 2020.


8 comments: