--Rin
Surtantini
Assalammu’allaikum
warrahmatullahi wabarakaatuh.
Salam
sejahtera bagi kita semua.
Shalom.
Om
Swastiastu.
Namo
Buddhaya.
Salam
Kebajikan.
Yang saya hormati, ibu Sarjilah,
Kepala P4TK Seni dan Budaya.
Pak Windarto, pak Joko, pak Sigit, pak
Noor, dan semua pejabat struktural yang hadir.
Mas Rohmat, mas Cahya, mas Agung, mbak
Eko selaku tim pengajar diklat yang excellent.
Mas Kartiman, mas Sito, mas Eru selaku
Koordinator Widyaiswara.
Teman-teman panitia diklat,
serta teman-teman widyaiswara sebagai
sesama peserta diklat online “Perancangan
Kelas Online dengan Google Classroom” yang saya kasihi.
Terima kasih atas kesempatan yang
diberikan oleh panitia serta tim pengajar kepada saya untuk memberikan sedikit
kesan dan pesan mewakili teman-teman widyaiswara sebagai peserta diklat Google Classroom
ini. (Ini mungkin lebih merupakan catatan personal saya, jadi apabila kurang
dapat mewakili perasaan dan pengalaman teman-teman selama mengikuti diklat ini,
mohon berkenan untuk dimaafkan).
Yang pertama-tama ingin saya sampaikan
adalah bahwa inisiasi yang muncul dari teman-teman di Koordinatoriat Widyaiswara
untuk dilaksanakannya diklat ini bagi para widyaiswara merupakan sebuah momen
berharga dan penting untuk kita bersama-sama belajar dan saling belajar, dengan
tujuan meningkatkan kapasitas kita sebagai widyaiswara di lembaga ini. Ini
bukan sebuah kebetulan belaka karena adanya pandemi Covid-19 sehingga hampir semua
komunikasi harus dilakukan secara online,
tetapi lebih dari itu, saya memandangnya sebagai usaha kita semua secara bersama-sama dalam menjawab tuntutan
profesionalisme korps widyaiswara di era Revolusi 4.0. Jangan sampai hanya
menjadi sebatas “mantera” saja (meminjam istilah mas Eko Ompong).
Terlepas dari up-and-down-nya kualitas komunikasi di antara kita, saya memandang
bahwa gagasan diadakannya diklat ini mendapat tanggapan yang baik dari
manajemen sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama Koordinatoriat Widyaiswara,
tim pengajar yang dimintai tolong untuk menjadi penyiap materi dan sistem
pembelajaran online, serta manajemen pada
akhirnya bisa bersama-sama merancang, dan kemudian mewujudkan serta mengelola
diklat ini secara serius.
Yang kedua adalah bahwa kita semua di
segala lini di lembaga ini memang harus mau berubah menuju sebuah kehidupan normal
baru (new normal life) yang segera
ada di hadapan kita. Kita tidak tahu pasti apa yang akan terjadi dan kita
hadapi, tetapi setidaknya kita dapat melakukan prediksi (“making predictions”) berdasarkan
data, fakta, dan akal sehat serta logika kita. Mungkin kenyamanan, kemudahan,
dan kemapanan kita selama ini menjadi terusik, karena selama ini ada sebagian
dari widyaiswara menjalankan tugas belajar-mengajar dengan materi-materi dan
perangkat pembelajarannya yang fixed,
given, sudah tersedia. Mengapa? Karena materi-materi yang harus diturunkan
ke peserta diklat tersebut diperoleh berdasarkan ToT (Train of the Trainer), yang harus diajarkan kembali ke instruktur
nasional atau guru-guru sasaran tanpa perlu atau tanpa boleh mengubah, meskipun
materi-materi yang given tersebut itu
dirasa tidak sesuai.
Widyaiswara dalam hal di atas menjadi
semacam “agent of fixed learning materials”, bukan “agent of change”, bukan
pembelajar yang autonomous,
self-fulfilled. Bukan pula seorang pembelajar yang dapat memiliki personalized instructional design. Demikian
juga ketika ada diklat yang memiliki rancangan bagian yang dilaksanakan secara online (baik sinkronous maupun
asinkronous), LMS (learning management
system-nya) juga sudah dibuat, misal pernah pada suatu masa menggunakan Moodle sehingga widyaiswara cukup menjadi
user dalam mengoperasikan sistemnya
ketika mengajar, tidak mendesain atau membangun kelasnya sendiri. Maka dalam
hal ini widyaiswara bukan desainernya, tapi penyedia materi atau konten saja,
dan ketika materinya sendiri ditransfer ke LMS, banyak hal yang tidak memuaskan
hatinya…. namun tak dapat melakukan apa-apa lagi. Sudah terkunci.
Tetapi kali ini, dalam diklat online “Perancangan Kelas Online dengan
Google Classroom” ini, semua itu berubah. Jika ingat, ada pernyataan mas Rohmat
sebagai pengajar ketika pertemuan awal diklat ini yang cukup membangunkan kita,
yaitu bahwa widyaiswara peserta diklat
ini akan menjadi “class creator”, jadi peserta diklat akan membuat sendiri
kelas online dengan Google Classroom.
Sesuatu yang bagi sebagian besar dari para widyaiswara merupakan hal baru yang
harus dipelajari dan dikuasai, untuk dapat “meningkat satu level lebih tinggi” dari
kapasitasnya saat ini. Maka para widyaiswara akan bertanggungjawab sejak awal
desain kelasnya disiapkan, diisi dengan konten atau materi, dikelola, dan dinilai
serta dievaluasi hasilnya. Widyaiswara akan menjadi seorang pembelajar yang autonomous, self-fulfilled, dan self-determined. Kelasnya pun akan
menjadi kelas-kelas unik yang personalized,
dan widyaiswara dapat berkembang menjadi pembelajar-pembelajar kreatif yang independent,
mengembangkan kapasitasnya yang selama ini dimiliki, tetapi “terbungkus”.
Mengikuti diklat online “Perancangan Kelas Online dengan Google Classroom” ini,
dapat disimpulkan, ada lima hal yang diperoleh, yang menjadikan widyaiswara
akan meningkat levelnya, yaitu belajar mengenai: (1) mendesain kelas online dengan LMS –yang kali ini
menggunakan Google Classroom, (2) membuat desain instruksional atau pembelajaran
untuk konten yang akan disampaikan melalui LMS, (3) mengisi konten atau materi
yang sesuai dengan prinsip-prinsip rancangan diklat online, (4) mengelola kelas online,
serta (5) melakukan penilaian dan mengembangkan instrumen penilaian secara online terhadap. Satu hal yang tak boleh
diabaikan, yang dilakukan tidak hanya sekedar “memindah” materi dari buku atau handout yang sudah ada ke dalam kelas online.
Semua ini dipelajari dalam waktu tidak
kurang dari 9 (sembilan) hari yang secara administratif setara dengan 70 jam
pelajaran x 45 menit jika diklat dilakukan secara tatap muka. Kenyataannya,
ketika diikuti, waktu yang diperlukan untuk memahami dan mempelajari materi
pada diklat ini tidaklah terhitung. Kita bisa berjam-jam bekerja di depan
laptop, bisa bekerja pagi-pagi setelah sahur dan sholat subuh, bisa siang hari,
bahkan bisa pada sunyi malam hari… Awalnya sembilan hari tak terbayangkan, kelihatannya
lama ya…. Tetapi nyatanya, pada hari terakhir, kita pun dapat menyelesaikannya,
tidak terasa. Jadi sepertinya, It’s a fun
learning! Apalagi jika desain kelas
yang dibuat adalah sesuatu yang disukai, dipahami dan dikuasai sebagai
kompetensi masing-masing widyaiswara.
We have to
love what we do.
If we
don’t love what we do
we’re
always worried anytime a duty or task
is
assigned to us concerning with that …
So, love
your work!
Meskipun kita berangkat dengan
kapasitas awal atau prior knowledge
yang berbeda-beda dan kecepatan yang juga berbeda-beda antara satu sama lain,
serta kondisi personal yang juga bervariasi, teman-teman widyaiswara sebagai
peserta terlihat menikmatinya, meskipun … sebentar-sebentar harus “kumyuuuur” (meminjam
istilah yang dipopulerkan oleh mas Heri Yonathan di grup SKP). Kumyur dengan vicon, kumyur dengan materi yang harus dipahami,
kumyur dengan tugas-tugas yang
bertumpuk, kumyur dengan class design project, kumyur dengan simulasi, kumyur dengan membuat kuis, assignment, materi, kumyur dengan rasa lelah, kumyur
dengan sinyal internet yang hilang timbul, kumyur
dengan banyak hal lainnya…. Tetapi toh kita semua akhirnya sampai pada
peningkatan level itu, sampai pada sebuah pencapaian, seperti yang diharapkan
tentunya oleh tim pengajar.
Lihat hasil pos-tesnya, lihat hasil prosesnya,
dan lihat hasil proyek rancangan kelasnya…. Pasti tim pengajar bisa menilainya
dengan bijak, bagaimana perubahan itu terjadi. Kita yakin, sebagai peserta,
meskipun diklat ini sudah ditutup, kita masih punya keinginan untuk
melanjutkan, memperdalam, dan memperbaikinya (setelah sejenak berhenti untuk
merayakan Idul Fitri). Sebagai widyaiswara kita semua sepakat untuk berubah,
untuk memelihara “growth mindset”, bukan “fixed mindset”. Tujuan kita bukan
hanya memperoleh selembar sertifikat untuk penilaian angka kredit, tetapi
bagaimana sertifikat itu bisa berbicara, bahwa kita bisa membuktikan perubahan
yang kita lakukan.
Untuk itu semua, hal berikutnya yang
ingin saya sampaikan adalah apresiasi dan terima kasih yang luar biasa dari
teman-teman peserta diklat kepada mas Rohmat, mas Agung, mas Cahyo, mbak Eko,
yang dengan ketekunan dan kapasitasnya telah merancang dan mengelola diklat ini
secara online, yang dengan tingkat
kesabaran yang tinggi telah melayani dan membelajarkan peserta yang sangat
heterogen, yang dengan cermatnya sudah menyiapkan modul, konten dan
materi-materi, dan yang dengan tulus ikhlas tanpa pamrih telah membagi pengetahuan
dan keterampilannya. Semua ini tentunya dilakukan oleh teman-teman pengajar
karena memiliki dorongan besar untuk “berbagi” dengan sebuah pertanyaan kunci
di dalam hatinya, “Apa yang diperoleh peserta diklat dari kami?” atau “Apakah
mereka telah belajar dan memperoleh sesuatu dari kami?” Self-question ini dijawab oleh teman-teman pengajar dengan
memberikan peserta diklat sesuatu yang dilakukan dengan “as best as they can”. Sebaik-baiknya! Dan ini menjadikan widyaiswara peserta diklat
meraih level setingkat lebih tinggi dari kapasitas sebelumnya. Thank you so much, terima kasih banyak,
bapak ibu guru.
Kegiatan ini berjalan lancar dan
sukses. Apresiasi dan terima kasih yang berlipat disampaikan kepada ibu Kapus
dan jajaran manajemen, panitia, dan juga tim untuk penyelenggaraan Vicon setiap
hari. Terima kasih juga kepada bapak-bapak Kooordinator Widyaiswara untuk
dukungan dan kebijakannya dalam membantu “subsidi” bagi kemajuan korps
widyaiswara dan yang mendorong korps widyaiswara untuk maju.
Akhirnya, sebagai penutup, pesan yang
disampaikan adalah:
1. Program
peningkatan kapasitas widyaiswara ini masih dapat terus dilakukan, misalnya
melalui diklat Google Classroom tahap kedua untuk pendalamannya, atau belajar
LMS dengan program aplikasi lainnya, atau belajar merancang desain dan konten
pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip online
learning.
2. Manajemen dapat
menindaklanjuti dan mengakomodasi hasil dari diklat ini, misalnya dengan
memetakan kelas-kelas yang potensial untuk dilaksanakan secara online dengan rekomendasi dan bimbingan
lebih lanjut dari tim pengajar.
3. Manajemen
dan widyaiswara secara bersama-sama mengembangkan menu-menu diklat yang konten
dan desain LMS-nya siap secara kualitas, atau yang dilakukan secara online dengan mode yang bervariasi, yang
pengelolaan administrasinya secara online
juga diterapkan, untuk kemudian di-launching
kepada guru-guru sebagai target sasaran, atau kepada sesama widyaiswara untuk
proses peningkatan kapasitas widyaiswara.
Semoga Allah yang Maha Baik akan selalu
menuntun setiap pikiran, perkataan, sikap, serta perbuatan kita. Aamiin.
Terima kasih banyak untuk semuanya.
Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri
1441 Hijriah bagi teman-teman Muslim.
Wassalammu’alaikum
warrahmatullahi wabarakaatuh.
[ketika selesai menjadi peserta diklat online untuk merancang pembelajaran online]
Yogyakarta, 20 Mei 2020.
sebuah catatan yang bagus dan memberi semangat, sip!!
ReplyDeleteTerima kasih, mas Eko.
DeleteBagus. Lanjutkan!
ReplyDeleteTerima kasih, pak Win.
DeleteSiip...
ReplyDeleteTerima kasih.
DeleteCatatan yg bagus dan komprehensif.
ReplyDeleteMas Fajar, terima kasih.
Delete