Habis nonton ultah ruangguru_.
Keren...
Ada Via Valen dan Tulus. Panggungnya juga megah. Tata lampu dan tata suara juga mewah. Inilah pesta ulang tahun sebuah bimbel yang sangat mewah. Membeli slot 1 jam siaran di 5 stasiun TV. Mirip-mirip launching produk baru telpon pintar OPPO. Berapa biayanya? Mbuh ya. Tapi pasti mahal. Pak Jokowi dan Bu Sri Mulyani pun diminta kasih statement ucapan ultah. Keren banget. Sebuah branding perusahaan yang all out. Konon ruangguru_ saat ini sudah memiliki 15 jt user. Itu pasti termasuk saya yang minggu lalu mengunduh ruang guru versi desktop. Karena saya mengunduh, maka saya terdaftar sebagai pengguna. Pasif tentunya, karena saya hanya ingin tahu seberapa berkembang ruangguru_ dari 2 tahun lalu ketika anak saya juga belajar dari app ini untuk menghadapi ujian nasional. Dan memang luar biasa. Kalau Rumah Belajarnya Pustekkom dibandingkan apple to apple dengan ruangguru_ pasti belumlah sebanding dan masih kalah jauh. Mungkin kapitalisasi ruangguru_ sudah hampir 1 miliar dollar AS; karena katanya tahun depan ruangguru_ potensial jadi unicorn.
Dan selamat datang di dunia platform...
Paltform, kalo diterjemahkan bebas adalah semacam ekosistem. Ketika SD saya belajar IPA, saya mengenal ekosistem kolam. Ada apa di ekosistem kolam? Ada air, ada ikan nila, ikan mujaher, ikan cethul, kodok, kepiting, udang, cebong, pohon yang melintang diatas kolam, dan kampret yang bergelatungan di pohon yang melintang. Sehingga di ekosistem itu semua hal yang dibutuhkan tersedia, mereka saling terkait, dan ada relasi ‘hidup’ yang terus ada. Itu definisi rekaan saya yang mungkin ngawur dan kurang pas. Tapi, kurang lebih seperti itu. Apple, saat membuat komputer PC/Macbook belumlah sebuah perusahaan besar. Tapi dia bertransformasi menjadi platform ketika merilis iTunes Music Store untuk ‘menghidupkan’ iPod. Keterikatan untuk selalu berinteraksi diciptakan.
Dalam dunia bisnis, platform ini sering dilawankan dengan produk. Ada perusahaan yang hanya menghasilkan produk, ada juga perusahaan yang selain menghasilkan produk, dia menciptakan platform. Ada juga perusahaan yang begitu terbentuk sudah berupa platform semacam Gojek, Bukalapak, Traveloka, dan teman-temannya.
Konon, perusahaan yang tidak mengantisipasi jaman dan tetap bermindset ‘produk’ akan tergilas era digital. Yang paling sering dicontohkan untuk menggambarkan keadaan ini adalah Kodak dan Nokia. Mereka kalah oleh Instagram dan Android, dan tetap bersikukuh pada produk kamera dan handset. Padahal mindset baru adalah bagaimana mereka eksis dengan hasil jepretan, dan bagaimana mereka ‘hidup’ dengan handset yang mereka genggam.
Kembali ke ruangguru_. Dalam pidatonya, pendiri ruangguru_mengatakan, bahkan saat ini ruangguru sudah bisa mendeteksi karakter user. Begitu mereka menggunakan/berinteraksi di ruangguru, maka dapat diketahui pada materi bagian mana si pengguna itu lemah. Tanpa analisis bertele-tele. Inilah salah satu karakter platform: menggunakan data real time dan menggunakan data superbesar/big data. Dengan dua hal itu, analisis tidak lagi secara manual, apalagi memakai angket lembaran.
***
Setelah menonton (baca: mengamati) pertunjukan tersebut, mulailah timbul pertanyaan. Bisakah institusi birokrasi bertransformasi menjadi platform? Beberapa perusahaan BUMN -yang tentu punya budaya korporasi tertentu- sudah mulai bertransformasi ke platform. Bank-bank plat merah, BUMN transportasi sudah mengarah ke platform. Mungkin mereka diuntungkan dengan atmosfer kompetisi dengan sektor swasta. Lalu bagaimana dengan institusi birokrasi yang budaya kompetisinya rendah?
---
Saya sendiri juga tidak tahu bagaimana memulai mengubah hal itu. Tapi saya berpendapat pikiran radikal yang out of the box dan gaya berpikir generasi milenials sangat perlu didalami secara baik. Platform-platform besar baik diluar negeri dan di dalam negeri hampir semuanya dihasilkan oleh orang muda. Kaum milyarder tua tetap berpikiran investasi itu seputar bursa efek dan semacamnya. Tetapi milyarder muda berpikiran tentang start up. Dalam bukunya Rhenald Kasali (Shifting) dinyatakan sektor pendidikan adalah salah sector yang potensial berbentuk platform; karena pendidikan syarat dengan asupan informasi. Informasi adalah hal terpenting dalam skema platform.
Dan satu hal lagi, semua platform berbasis aplikasi. Karena semua aktivitas manusia nantinya akan dilakukan everytime, everywhere, everyone, everything dll. Kalau belajar masih menggunakan laptop, mungkin suatu saat akan kuno. Kalau diklat harus tatap muka, juga pasti kuno. Trus bagaimana? Inilah, inovasi memang sangat penting.
__
Tapi ngomong-ngomong di Australia saat ini sangat dianjurkan pembelajaran luar ruang dengan bermain-main lumpur dan berjalan menyusuri sungai lho.
Paltform, kalo diterjemahkan bebas adalah semacam ekosistem. Ketika SD saya belajar IPA, saya mengenal ekosistem kolam. Ada apa di ekosistem kolam? Ada air, ada ikan nila, ikan mujaher, ikan cethul, kodok, kepiting, udang, cebong, pohon yang melintang diatas kolam, dan kampret yang bergelatungan di pohon yang melintang. Sehingga di ekosistem itu semua hal yang dibutuhkan tersedia, mereka saling terkait, dan ada relasi ‘hidup’ yang terus ada. Itu definisi rekaan saya yang mungkin ngawur dan kurang pas. Tapi, kurang lebih seperti itu. Apple, saat membuat komputer PC/Macbook belumlah sebuah perusahaan besar. Tapi dia bertransformasi menjadi platform ketika merilis iTunes Music Store untuk ‘menghidupkan’ iPod. Keterikatan untuk selalu berinteraksi diciptakan.
Dalam dunia bisnis, platform ini sering dilawankan dengan produk. Ada perusahaan yang hanya menghasilkan produk, ada juga perusahaan yang selain menghasilkan produk, dia menciptakan platform. Ada juga perusahaan yang begitu terbentuk sudah berupa platform semacam Gojek, Bukalapak, Traveloka, dan teman-temannya.
Konon, perusahaan yang tidak mengantisipasi jaman dan tetap bermindset ‘produk’ akan tergilas era digital. Yang paling sering dicontohkan untuk menggambarkan keadaan ini adalah Kodak dan Nokia. Mereka kalah oleh Instagram dan Android, dan tetap bersikukuh pada produk kamera dan handset. Padahal mindset baru adalah bagaimana mereka eksis dengan hasil jepretan, dan bagaimana mereka ‘hidup’ dengan handset yang mereka genggam.
Kembali ke ruangguru_. Dalam pidatonya, pendiri ruangguru_mengatakan, bahkan saat ini ruangguru sudah bisa mendeteksi karakter user. Begitu mereka menggunakan/berinteraksi di ruangguru, maka dapat diketahui pada materi bagian mana si pengguna itu lemah. Tanpa analisis bertele-tele. Inilah salah satu karakter platform: menggunakan data real time dan menggunakan data superbesar/big data. Dengan dua hal itu, analisis tidak lagi secara manual, apalagi memakai angket lembaran.
***
Setelah menonton (baca: mengamati) pertunjukan tersebut, mulailah timbul pertanyaan. Bisakah institusi birokrasi bertransformasi menjadi platform? Beberapa perusahaan BUMN -yang tentu punya budaya korporasi tertentu- sudah mulai bertransformasi ke platform. Bank-bank plat merah, BUMN transportasi sudah mengarah ke platform. Mungkin mereka diuntungkan dengan atmosfer kompetisi dengan sektor swasta. Lalu bagaimana dengan institusi birokrasi yang budaya kompetisinya rendah?
---
Saya sendiri juga tidak tahu bagaimana memulai mengubah hal itu. Tapi saya berpendapat pikiran radikal yang out of the box dan gaya berpikir generasi milenials sangat perlu didalami secara baik. Platform-platform besar baik diluar negeri dan di dalam negeri hampir semuanya dihasilkan oleh orang muda. Kaum milyarder tua tetap berpikiran investasi itu seputar bursa efek dan semacamnya. Tetapi milyarder muda berpikiran tentang start up. Dalam bukunya Rhenald Kasali (Shifting) dinyatakan sektor pendidikan adalah salah sector yang potensial berbentuk platform; karena pendidikan syarat dengan asupan informasi. Informasi adalah hal terpenting dalam skema platform.
Dan satu hal lagi, semua platform berbasis aplikasi. Karena semua aktivitas manusia nantinya akan dilakukan everytime, everywhere, everyone, everything dll. Kalau belajar masih menggunakan laptop, mungkin suatu saat akan kuno. Kalau diklat harus tatap muka, juga pasti kuno. Trus bagaimana? Inilah, inovasi memang sangat penting.
__
Tapi ngomong-ngomong di Australia saat ini sangat dianjurkan pembelajaran luar ruang dengan bermain-main lumpur dan berjalan menyusuri sungai lho.
Platform pendidikan semestinya tak menjadi bisnis jika dikreasi oleh negara, mari kita tunggu...
ReplyDeleteHarus tidak berbisnis. Karena hak rakyat adalah memperoleh pendidikan yang baik dari pemerintah. Sekaligus sebagai penyeimbang layanan serupa dari swasta
DeleteInovasi memang penting, iya…itu penting.
ReplyDeleteTapi satu hal yang jangan sampai diabaikan dalam platform pendidikan adalah bahwa ia harus "go hand-in-hand with the humanities", karena tujuan pendidikan semestinya adalah "to cultivate the individual, to cultivate the citizen". Jadi prioritas terhadap kecepatan dan kebaruan harus diimbangi atau sejalan dengan tujuan esensial pendidikan ini.
Dalam pandangan ini, jika kita belajar sejarah bukan sekedar untuk belajar mengenai tanggal dan waktu, tetapi untuk belajar mengenai konteks, mengapa pilihan-pilihan dibuat pada masa lampau, dan apa serta bagaimana konsekuensi dari pilihan-pilihan tersebut pada masa yang akan datang, dsb. Pendek kata, platform pendidikan semestinya didesain sebagai integrasi kemanusiaan dan teknologi.
Sepakat Bu. Pendidikan itu memanusiakan bukan merobotkan. Menguasai rumus2 itu bagian kecil dari upaya membuat manusia bermanfaat. Tp konsep ini justru terabaikan. Platform belajar spt ruangguru memiliki sisi baik buruk. Dalam akademik ok, dan sah mereka berbisnis. Tp kebermaknaan belajar jg hrs ditanamkan.
DeleteBetul sekali, mas. Semoga kita selalu diberikan kesadaran untuk tidak cenderung abai, lupa, dan terlena ketika merasakan, memperoleh, atau berada di ruang-ruang atau kondisi-kondisi yang nyaman.
Delete