Wednesday, May 27, 2020

WfH Series: KISAH RUMAH 1000 HARI (Memori Gempa Jogja 2006)




---F. Dhanang Guritno


Tanggal 27 Mei 2006 pukul 05.55 tepat 14 tahun yang lalu masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya dikejutkan dengan peristiwa yang sangat menggemparkan yakni gempa bumi. Gempa tersebut berpusat di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa sumber menyatakan gempa itu berkekuatan 5,9 skala richter dengan pusat gempa di daratan. Korban meninggal tercatat 6.234 orang. Ribuan rumah luluh lantak rata dengan tanah. Betapa menyedihkan jika kita ingat peristiwa itu. Tulisan ini bukan ingin megajak para pembaca bersedih ataupun menakut-nakuti tetapi penulis mengajak kita semua selalu waspada dan menyadari sepenuhnya bahwa kita hidup di daerah bencana yang mungkin suatu ketika akan terjadi lagi.
Setelah peristiwa itu terjadi, masyarakat Yogyakarta bangkit kembali membangun tempat tinggalnya secara berhati-hati dengan memenuhi anjuran pemerintah untuk membuat bangunan tahan gempa. Rumah yang dibangun kembali harus memenuhi standar yakni tahan gempa. Barangkali masyarakat sebelum peristiwa gempa memang tidak memperhitungkan bangunannya jika suatu saat diguncang gempa berkekuatan besar. Kalaupun sudah diperhitungkan mungkin ada beberapa hal yang diabaikan sehingga Ketika benar-benar terjadi gempa kuat bangunan tersebut tidak kuat menahan goncangan.
Tulisan ini mengangkat cerita sisi lain dari ribuan rumah roboh diguncang gempa, yakni rumah tinggal saya. Pada saat peristiwa itu tempat tinggal kami sekeluarga tidak luput pula rusak parah, dan tidak mungkin untuk ditinggali lagi. Bagi kami sekeluarga kisah itu amat membekas dan tidak akan pernah terlupakan sepanjang hidup. Namun kami tetap bersyukur selamat dari maut, karena peristiwa terjadi pagi hari dimana kami sekeluarga sudah bangun tidur dan sedang mempersiapkan diri menjalankan aktivitas sehari-hari.

Rumah 1000 hari
Pada tahun 2003 kami membeli rumah baru yang tentu saja sesuai kemampuan dibeli dengan cara dicicil alias KPR (kredit kepemilikan rumah). Rumah yang kami beli berada di komplek perumahan baru dan rumah itupun dibangun karena kami pesan.  Dengan demikian rumah yang kami beli adalah bangunan baru. Kami sekeluarga sangat bahagia karena akan segera menempati rumah baru kami. Tetapi pada saat akan menempati rumah baru tersebut kami harus menerima kenyataan kehilangan orang tua terkasih, yakni ayah dari istri atau ayah mertua dipanggil Tuhan, karena sakit yang memang sudah diderita sejak lama. Beberapa hari setelah pemakaman barulah kami sekeluarga bisa pindah menempati rumah baru kami. Oleh karena peristiwa meninggalnya orang tua sangat kami kenang, maka kami tidak pernah lupa juga kapan kami mulai menempati rumah baru kami.
Dalam tradisi budaya masyarakat Jawa, dikenal istilah memule atau peringatan bagi orang meninggal dunia dengan menggelar doa. Peringatan itu diadakan pada 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari setelah meninggal. Demikian juga kami sekeluarga besar selalu mengadakan acara memule tersebut. Mulai dari 7 hari, 40 hari, hingga puncaknya 1000 harinya. Dari serangkaian peringatan-peringatan tersebut tidak ada yang kami ingat tanggal maupun harinya, namun yang sangat kami ingat adalah saat memule 1000 harinya. Acara tersebut terselenggara pada tanggal 26 Mei 2006 malam. 
Setelah selesai acara memule tersebut kami pun sekeluarga pulang ke rumah. Segera beristirahat seperti biasa karena esok harinya anak-anak harus sekolah seperti biasa. Pagi harinya ketika seiisi rumah sedang bersiap-siap untuk menjalankan aktivitasnya masing-masing tiba-tiba terjadilah peristiwa yang tidak kami duga sebelumnya yakni gempa bumi yang cukup besar. Cukup lama kami merasakan goyangan itu hampir satu menit. Dengan paniknya kami sekeluarga berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Puji syukur pada Tuhan satu persatu kami bisa keluar rumah dengan selamat. Setelah di luar rumah tersadarlah kami bahwa rumah kami hancur sedemikian rupa dan tidak mungkin kami tempati kembali. Namun kami tetap bersyukur karena seisi rumah selamat tidak ada yang menjadi korban. Karena rusaknya terlalu parah akhirnya rumah itu kami putuskan untuk dirobohkan saja. Demi keamanan serta keselamatan untuk ditinggali dikemudian hari.


Kondisi rumah sesaat setelah gempa foto diambil pukul 6.23, tanggal 27 Mei 2006
Foto: Dokumen pribadi

Kini peristiwa itu sudah berlalu 14 tahun lamanya. Kami sekeluarga tidak akan pernah lupa peristiwa itu sampai kapanpun. Kami memaknai rumah kami yang hancur diguncang gempa itu sebagai “kisah rumah seribu hari”. Karena secara kebetulan dari pertama menempati hingga rumah itu hancur, bersamaan dengan peristiwa meninggalnya ayah mertua hingga peringatan 1000 harinya.
Itulah sekelumit kenangan keluarga kami pada peristiwa gempa tahun 2006. Tidak ada maksud untuk kembali mengajak bersedih karena peristiwa itu, tetapi cerita ini perlu dibuat sebagai peringatan untuk  waspada dan menyadari bahwa kita tinggal di daerah rawan bencana alam antara lain gempa bumi. Belum lagi bencana non alam seperti pandemi virus corona yang kini sedang berlangsung. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita renungkan dalam masa WFH.

Terimakasih
Bantul, 27 Mei 2020

F. Dhanang Guritno


DOKUMENTASI GAMBAR
Solidaritas teman-teman P4TK SB beberapa hari setelah gempa
                                    



Foto Dokumen pribadi sekitar Juni 2006


Rumah kami kini setelah 14 tahun berlalu…



Foto Dokumen pribadi 27 Mei 2020

5 comments:

  1. Wah pancen kedadeyan sing ora gampang dilalekake... Nggone mbahku rata lemah... Untunge simbah isuk-isuk wus nyapu latar...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mula digawe cerita ben pada eling lan waspada...hehe...

      Delete
  2. Sedih untuk dikenang, tapi benar mas Dhanang, peristiwa duka akibat bencana apa pun menggugah hati kita untuk selalu berhati-hati, waspada, bersiap, sekaligus bersyukur dan mengingat-Nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mbak Rin kita tetap harus waspada....kami sekeluarga bersyukur masih diberi keselamatan dan terhindar dari bencana gempa saat itu...

      Delete
  3. It's incredible how resilient people can be after facing such a devastating event.

    ReplyDelete