Monday, July 27, 2020
WfH Series: EKSTRA KURIKULER YANG TERCECER, Sharing Pengalaman Pendampingan Anak Belajar di Rumah
Tuesday, July 21, 2020
WfH Series - Tentang Menulis: Merawat Ingatan
- Memiliki kedekatan dengan kita, artinya kita sendiri mungkin pernah mengalami persitiwa itu, kita tahu persis kejadiannya, kita nyata menghadapinya.
- Mengandung daya tarik yang kuat, artinya jika ide atau peristiwa itu dituliskan, akan mengundang rasa tertarik bagi orang lain karena hal-hal menarik diungkap di dalamnya.
- Memiliki sisi-sisi yang unik, artinya ide atau peristiwa tersebut menjadi khas dan spesifik untuk diketahui banyak orang, belum ada atau tidak pernah ada sebelumnya.
- Mengandung perhatian, artinya ide atau peristiwa itu menonjol di antara ide-ide atau peristiwa-peristiwa lainnya, sehingga mendorong orang untuk ingin mengetahui.
- Bersifat otentik, artinya ide itu memang murni, bukan merupakan duplikasi dari sebuah peristiwa atau ide yang pernah dikemukakan, dialami, atau dipaparkan oleh orang lain.
- Bersifat dapat dikembangkan, artinya ide atau peristiwa tersebut memiliki banyak sisi atau aspek yang dapat meluas, bertumbuh menjadi gagasan baru.
Pertanyaan berikutnya, haruskah mengumpulkan tabungan ide atau mencari ide di tempat sepi?
Tuesday, July 7, 2020
Catatan Pengalaman dari Balik Ruang Kelas Zoom: Mengikuti “Online Training”
--Rin Surtantini
***
Seminggu
setelah mendaftar pada sebuah program tim seleksi yang ditawarkan oleh
Kemendikud, saya menerima undangan untuk mengikuti pelatihan. Pelatihan ini merupakan
bagian dari program tim seleksi nasional, yang mensyaratkan bahwa seorang
asesor dalam tim seleksi harus dinyatakan “certified” atau disertifikasi.
“Certified” ini diberikan apabila calon tim seleksi mengikuti pelatihan secara
penuh, sehingga selama proses pelatihan, peserta diharapkan dapat mencapai
penguasaan kompetensi-kompetensi sebagai tim seleksi sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh lembaga penyedia pelatihan dan Kemendikbud.
Kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai tersebut dilatihkan kepada peserta
pelatihan melalui konsep-konsep seleksi dan skills
practice untuk setiap kompetensi.
Tulisan ini
merupakan refleksi yang berupa catatan pengalaman belajar saya melalui
pelatihan online yang saya ikuti
selama lima hari pada minggu lalu melalui aplikasi Zoom.
Asumsi
personal terhadap pembelajaran “online”
Tiga hari sebelum pelaksanaan pelatihan “Targeted
Selection Interview” –demikian judul pelatihan yang saya ikuti ini— semua
peserta mengikuti briefing yang
diadakan oleh Kemendikbud bekerjasama dengan sebuah lembaga profesional pada
bidang pengembangan sumber daya manusia yang akan menjadi pelaksana pelatihan.
Lembaga pelaksana pelatihan ini merupakan perwakilan resmi dari pusatnya yang
berada di Amerika Serikat. Artinya, materi pelatihan dan standar-standar yang ditetapkan
pada pelatihan ini memiliki copyright
sebagai properti intelektual.
Semua asumsi berdasarkan stereotip di atas karena beberapa
pengalaman masa lalu memenuhi pikiran dan perasaan saya, sebelum akhirnya gugur
ketika hari pelatihan itu datang, dan berjalan selama lima hari. Apa yang saya
rasakan dan alami? Model pembelajaran yang dilakukan mengingatkan saya akan
pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti di luar negeri, di negara-negara maju,
atau ketika di dalam negeri dengan pengajar atau pelatih yang berasal dari
negara-negara maju tersebut. Catatan hasil refleksi berikut ini menggugurkan
asumsi-asumsi personal berdasarkan stereotip yang terbangun dalam pikiran dan
perasaan saya sebelumnya.
1. Pelatihan
berbasis kompetensi
Target
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta jelas dan terukur, sehingga
kompetensi-kompetensi itulah yang dikenalkan dan dilatihkan melalui
konsep-konsep pada sesi pemberian materi, dan dipraktikkan melalui skills practice selama pelatihan
berlangsung. Pelatihan fokus pada apa yang peserta harus dapat tunjukkan dan
lakukan melalui skills practice pada
situasi tertentu (what an individual can
really do in a given situation) untuk kompetensi-kompetensi yang harus
dicapai. Ketercapaian kompetensi-kompetensi ini dilihat melalui evidence atau bukti-bukti, sehingga
seseorang dinyatakan “certified” apabila ia memenuhi pencapaian penguasaan
kompetensi-kompetensi tersebut. Seseorang juga dapat diberikan status
“deferred” atau sertifikasinya ditunda karena harus mengulang, menambah jam
pelatihannya, atau mengikuti lagi pelatihan untuk mencapai status “certified”.
Seseorang juga dapat berstatus “not certified” apabila tidak memenuhi
pencapaian kompetensi yang distandarkan. Semua evidence ini diperoleh dari unjuk kerja peserta pada skills practice yang dicatat secara
cermat melalui observasi, dan diberikan sebagai laporan kepada peserta setelah
pelatihan berakhir.
2. Penilaian
berdasarkan kriteria (criterion-referenced assessment)
Penilaian
dilakukan selama proses berlangsung, terutama pada saat peserta melakukan skills practice secara kelompok. Karena
tujuan dari praktik keterampilan ini adalah untuk menerapkan konsep dan
pengetahuan yang telah diberikan, peserta tidak menyadari bahwa pada saat itu
penilaian per-individu sesungguhnya dilakukan oleh co-trainer. Berbeda dengan penilaian berdasarkan norma
(“norm-referenced assessment”), pelatihan ini menerapkan penilaian berdasarkan
kriteria (“criterion-referenced assessment”), yang tidak membandingkan
pencapaian atau skor satu peserta dengan peserta lain, tapi melihat bagaimana
pencapaian individu terhadap semua kompetensi yang harus dikuasainya. Jadi setiap individu tidak bersaing terhadap
individu lainnya, melainkan berupaya bagaimana dirinya sendiri dapat mencapai
target kompetensi yang ditetapkan sebagai tim seleksi. Maka, hal ini sesuai
dengan prinsip-prinsip dari pelatihan berbasis kompetensi yang pernah saya
pelajari dan alami ketika berkesempatan belajar mengenai technical and vocational education selama setahun di negeri kanguru
beberapa puluh tahun silam.
3. Belajar
dalam kelas kecil
Kelebihan yang
dialami dengan kelas yang kecil adalah terpeliharanya perhatian yang intense
dari master trainer (pelatih utama)
terhadap pesertanya. Master trainer
pada satu jam pertama pada hari pertama sudah hapal dengan nama-nama peserta
(meskipun ini juga terbantu oleh nama yang tertulis pada setiap layar video
peserta). Jadi nama pada layar video peserta itu sebenarnya name tag pada kelas virtual.
Kelas kecil
juga memberi kemudahan pada pelatih dalam mengelola kelas. Fokus tercipta. Hanya
ada 12 (duabelas) peserta pada setiap kelas pada ruang Zoom itu, yang diampu
oleh seorang master trainer dan
dibantu oleh empat co-trainers, dan
seorang staf yang menangani administrasi virtual serta masalah teknis pada
bidang IT. Masing-masing bertanggung jawab sesuai dengan tugasnya dan
melakukannya secara profesional, penuh perhatian, dan dengan keramahan, senang
hati, sehingga semua kebutuhan dan permasalahan peserta terpenuhi dan dapat
dikelola dengan cermat dan cepat.
Belajar dalam
kelas kecil ini juga membuat terciptanya suasana hangat, akrab, dan nyaman
antarpeserta dan pelatih serta staf yang terlibat, meskipun pertemuan secara
fisik tidak terjadi. Ini artinya, suasana kelas fisik dapat diciptakan pada
kelas virtual. Dengan suasana seperti ini, belajar dan berbagi di kelas virtual
seperti pada kelas fisik pun menjadi menyenangkan. Peserta dalam satu kelas
terdiri dari enam orang widyaiswara dari tiga PPPPTK yang berbeda, dan enam
orang guru yang berasal dan mengajar di sekolah-sekolah internasional di
beberapa kota, yang merupakan sekolah-sekolah yang bekerjasama dengan JIS
(Jakarta Intercultural School). Kombinasi peserta dalam kelas kecil seperti ini
memungkinkan terjadinya saling belajar atas dasar perbedaan pengalaman dan
tugas masing-masing.
4. Adopsi
kelas fisik ke dalam kelas virtual yang well-prepared
Aplikasi Zoom
yang digunakan sepanjang hari dari pagi sampai sore selama lima hari melalui video conference adalah ibarat sebuah
upaya mengadopsi kelas fisik tatap muka langsung ke dalam kelas virtual. Itulah
sebabnya, saya menduga, mengapa pelatihan ini tidak menggunakan atau
memanfaatkan LMS (Learning Management
System), seperti misalnya Google Classroom, Moodle, ATutor, Schoology,
Edmodo, dan sebagainya. Meskipun ada
keterbatasan di mana kelas virtual tidak dapat menyerupai persis seperti kelas
fisik, pelatihan yang saya ikuti ini mencoba untuk menciptakan beberapa
kegiatan seperti terjadi dalam kelas fisik.
Ketika master trainer memberikan materi berupa
konsep dan contoh-contoh penerapannya, keduabelas peserta berada bersama di main room dari Zoom. Ketika peserta
berlatih mempraktikkan kompetensi-kompetensinya, mereka akan dipecah menjadi
grup-grup yang lebih kecil, terdiri dari tiga orang per-grup, dengan seorang co-trainer untuk setiap grup kecil ini,
yang akan menjadi pembimbing dan sekaligus pengamat bagi setiap individu. Empat
grup kecil ini dikirim dan bergabung ke breakout
room masing-masing yang berbeda. Praktik, diskusi, argumentasi yang lebih
intensif terjadi di sini pada waktu yang ditentukan secara ketat, sebelum
akhirnya semua kembali lagi ke main room
untuk melaporkan dan membahas hasil praktik dan diskusi kelompok. Grouping semacam ini akan selalu berubah
anggotanya, sehingga peserta berkesempatan untuk saling bertemu, mengenal, dan
bekerja dengan peserta lain yang berbeda.
Agar apa yang
dilakukan dalam kelas fisik juga teradopsi di kelas virtual ini, setiap peserta
harus paham dan menggunakan fitur-fitur, atau fasilitas dan fungsi dari Zoom,
misalnya ketika ia ingin bertanya atau mengemukakan pendapat, ketika ia harus
pindah ke breakout room, ketika
menggunakan papan tulis sewaktu mencatat hasil diskusi, ketika memberikan
respon, ketika ijin keluar dalam beberapa menit, dan sebagainya, yang
sebetulnya mudah untuk dilakukan, hanya perlu pembiasaan saja.
Sebagaimana
halnya dengan kelas fisik, master trainer
menggunakan bahan tayang atau resource
book yang dibagi di layar pada saat menjelaskan. Dua hari sebelum
pelatihan, peserta juga sudah mendapatkan resource
book dan practice book dalam
bentuk elektronik. Semua peserta atas
inisiatif sendiri mencetak kedua buku tersebut untuk memudahkan dalam membaca
dibandingkan membuka dalam bentuk e-book.
Semua materi, baik konsep maupun praktik disampaikan oleh master trainer dengan sangat efektif,
detil, dan jelas, meskipun padat. Efektivitas penyampaian materi yang padat
sangat terbantu dengan pemutaran video yang memang dirancang untuk tatap muka
virtual, bukan untuk ditonton secara mandiri oleh peserta. Video itu
menayangkan bagaimana keterampilan dan kompetensi tertentu dinilai secara detil
melalui pemeranan aktual dari tim seleksi dan pelamar dalam sebuah seleksi. Pada
setiap bagian video sudah dirancang kapan master
trainer menghentikan video, dan menggunakan waktu untuk mendiskusikannya
dengan peserta.
Pada setiap
pagi di awal sesi, master trainer selalu
membawa peserta untuk memecah kebekuan atau mengawali hari dengan semangat yang
terpelihara, sebagaimana terjadi di kelas-kelas fisik. Contoh yang dilakukan
adalah, setiap peserta secara bergiliran mengatakan pengalaman apa yang pernah
dilakukannya yang mirip dengan tugas sebagai tim seleksi, setiap peserta
diminta untuk menyebutkan perasaannya pada pagi itu, setiap peserta
menceritakan secara singkat apa yang membuatnya merasa berhasil pada pagi hari
itu, atau setiap peserta diminta untuk mengatakan apa kekuatan atau kelebihan
yang dimilikinya yang membuatnya layak menjadi tim seleksi.
Demikian juga
pada akhir kelas, master trainer meminta
setiap peserta misalnya menyebutkan kesannya dalam satu kata tentang pelatihan
pada hari itu, atau seperti layaknya orang beli makan di restoran, maka apa take-away pengalaman yang bisa dibawa
oleh peserta pada sore itu, atau peserta menyebutkan tiga kata yang mewakili
gambaran mengenai pelatihan pada hari itu. Peserta serius mengikuti, tetapi
tetap bisa relaks dan tidak tegang.
Terlihat juga bahwa pengajar atau pelatih memiliki tanggung jawab besar
dan berkomitmen untuk dapat membuat setiap pesertanya paham dan dapat menguasai
kompetensi yang ditetapkan.
5. Properti
intelektual dan profesionalisme
Copyright sebagai properti intelektual pada resource book dan practice
book menjadi hal yang harus dihormati. Sejak briefing sampai selama pelatihan, peserta diingatkan untuk hal ini,
artinya semua itu hanya digunakan untuk personal
use peserta yang mengikuti pelatihan. Poin atau nilai-nilai penting yang diajarkan
secara tidak langsung kepada peserta adalah bahwa siapapun dalam bidang
akademis harus melakukan kegiatan akademisnya secara jujur, dan dapat dipertanggung
jawabkan secara pribadi. Seseorang yang ingin berada pada level sukses harus
mencapainya dengan cara-cara yang benar, bukan cara-cara short cut yang palsu, misalnya praktik-praktik mendapatkan bocoran
soal untuk tujuan lulus suatu tes, atau untuk tujuan menjadi the best, mengalahkan yang lain dengan
cara-cara yang tidak jujur.
Yang
seyogyanya menjadi kepedulian peserta ketika mengikuti pelatihan adalah ilmu,
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai (values)
apa yang diperolehnya dari pelatihan tersebut, yang dapat diterapkannya
pada tugas yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga ketika ia dinyatakan
“certified”, ia memang memenuhi kompetensi yang menjadi target dari pelatihan
tersebut. Ketika target kompetensi pelatihan dirumuskan dengan jelas, disiapkan
dengan baik secara konten maupun teknis, dan dilatihkan secara profesional oleh
pengajar atau pelatihnya, serta dijalani oleh pesertanya dengan penuh komitmen,
maka sudah selayaknya jika dikatakan pelatihan itu memiliki nilai-nilai positif
yang berarti.
6. Komunikasi
dan pola pembelajaran yang membangun hubungan dan iklim kelas
Tanpa disadari
dan tanpa terasa, lima hari berlalu, dilewati. Konsentrasi dan fokus peserta
terbangun, semua permasalahan teknis yang dialami peserta selalu dengan sigap
dapat dibantu diatasi oleh staf administrasi yang merangkap IT, semangat
peserta terjaga, esensi pelatihan tersampaikan … yes, I’ve got the points! Tidak ada beban LK-LK yang berjubel, monoton,
membosankan, dikerjakan secara lembur, ditagih-tagih sebagai syarat penilaian
dan kelulusan, dikerjakan secara copy-paste,
dikerjakan dengan berat hati tanpa tahu esensi dan kontennya, dilakukan
peserta untuk mengurangi beban pengajar dan bukan untuk memenuhi kebutuhan
peserta. Tidak pula ada pre-post test yang
item tesnya tidak semuanya dibuat untuk mengukur ketercapaian kompetensi
peserta.
Lima hari pun
menjadi waktu yang singkat tetapi full of
essence and values. Kemampuan pengajar dalam strategi berkomunikasi dengan
peserta menjadi salah satu aspek penting yang mendukung iklim kelas yang
positif. Dalam pelatihan kelas virtual full
video conference ini, kondisi iklim kelas positif ini terjadi dan terjaga. Seorang pengajar yang terpanggil, seyogyanya selalu
bertanya kepada dirinya melalui refleksi, “Apakah saya telah memberikan sesuatu
yang meaningful kepada peserta
pelatihan?” “Apakah mereka memeroleh
sesuatu dari saya?” “Apakah mereka
memeroleh yang mereka butuhkan?” dan berbagai pertanyaan serupa yang akan terus
membelajarkannya.
***
Ketika
pelatihan ini berakhir, satu persatu peserta dipanggil oleh master trainer ke breakout room, untuk memeroleh feedback
dari master trainer dan co-trainer berupa area kekuatan yang
dimiliki individu serta area pengembangan yang masih perlu diperbaiki atau
ditingkatkan. Feedback lisan ini
dikrimkan juga ke setiap email individu dalam bentuk laporan tertulis. Bagi
saya, ini sebuah pengalaman mengikuti pelatihan secara online dengan full video
conference, yang mengungkap sisi lain bahwa pelatihan online semacam ini meski tidak terdapat fleksibilitas dalam jadwal
atau waktu pelaksanaannya, dapat tetap memberikan rasa senang, termotivasi, nyaman,
dan fulfilled bagi pesertanya. Ini dapat tercapai jika terdapat atau
dipenuhinya semua aspek yang menggugurkan asumsi-asumsi awal yang diuraikan di
atas.
Yogyakarta,
7 Juli 2020.
WfH Series: Sayang Jogyaku

Yogyakarta memang istimewa, semoga tetep istimewa dan aman nyaman terutama saat pandemi begini.
Jogya saat pandemi covid 19 ini saya lihat termasuk tertib penduduknya, di jalanan baik pejalan kaki maupun berkendara semua memakai masker. Apalagi di tempat publik seperti mall dan pasar. Jika ada yang tidak memakai sedikit sekali dibandingkan yang memakai berarti protokol kesehatan tetap diindahkan. Cuci tangan, kenakan masker, dan jaga jarak diberlakukan.
Pasar-pasar dan mall pun walau tetap buka tetapi pengunjungnya masih relatif sangat sedikit. Mereka hanya akan keluar jika perlu saja seperti untuk bekerja, belanja, ibadah, dan olahraga.
Karantina kampung menurut saya juga merupakan salah satu faktor keberhasilan DIY menurunkan jumlah positif karena dengan dikarantina, penduduk akan mengurangi mobilitasnya sehingga hanya akan keluar jika penting saja dan orang luarpun akan sedikit kesulitan untuk mengunjungi kampung yang dikarantina.
Beberapa hari ini Jogya meningkat lagi kasus positif covidnya, hampir semua merupakan imported case, orang luar DIY masuk ke Jogja atau orang DIY berhubungan dengan positif di luar DIY.
Sedih rasanya beberapa teman saudara dari luar kota yang menyepelekan hal ini. Terutama tentang protokol kesehatan pencegahan korona. Masih ada juga teman dari luar kota yang berkunjung ke rumah tanpa menggunakan masker. Malahan kemudian bercerita tentang teori konspirasi tentang covid yang sebenarnya bukan ahlinya.
Padahal kami di Jogja ini mungkin juga daerah lain berpendapat ini wabah yang harus dihindari oleh siapapun dengan disiplin tinggi.
Jadi agak gimana gitu dengan penjelasan mereka yang bla bla...dan terkesan tidak menghargai kami sebagai tuan rumah yang menerima tamu dengan jaga jarak dan bermasker.
Hidup memang pilihan, masing-masing orang bisa hidup dengan cara masing-masing sesuai keyakinannya, tetapi tolong hargai kami yang berusaha menjaga diri dan menjaga sesama.
Suasana jalanan di kota Yogya dan di Pasar Beringharjo. Di Pasar Beringharjo terlihat tertib, semua pedagang dan pembeli bermasker termasuk mbok-mbok yang menawarkan jasa pembawa barang. Hebat ya.. Jalan lorong lorong di Beringharjo sekarang tidak boleh untuk berjualan jika ada yang ngeyel kata teman pedagang disana., barang barangnya akan digaruk atau ambil paksa oleh petugas pasar. Selain lorong yang sudah bersih dan lengang, sekarang diatur juga arah jalannya...ada petunjuk panah arah jalannya dan petunjuk protokol kesehatannya. Mantap pokoknya....Insya Alloh siap untuk new normal dengan disiplin yang tinggi.

Kita berkeinginan untuk dapat menciptakan kondisi jogya yang aman, nyaman dan bersahabat tetap menerapkan protokol kesehatan.
Catatan di pasar Beringharjo, 5 Juli 2020
Saturday, July 4, 2020
WfH Series: Sistem Operasi dan Aplikasi Gratis
Kedigdayaan namun sekaligus ekslusif dan mahal dari Windows dan macOS ini menantang komunitas pengembang untuk menciptakan sistem operasi gratis yang dapat digunakan oleh siapapun. Dari projek ini lahirlah Linux yang diprakarsai Linus Torvalds. Linux adalah satu sistem operasi terbuka yang bebas untuk dikembangkan oleh setiap komunitas pengembang dan di-share secara gratis atau berbasis donasi suka rela. Karena sifatnya yang bebas dan terbuka, Linux memiliki ratusan versi distribusi (distro) dari para pengembang di seluruh dunia. Kabar gembira ini seolah menjadi solusi besar bagi kebutuhan sistem operasi komputer di dunia yang dapat digunakan siapa saja secara resmi dan gratis. Pada mulanya memang begitu namun dalam perkembangannya ternyata tidaklah begitu.
Linux tidak serta-merta menjadi idola dan pilihan banyak orang meskipun gratis. Posisi untuk menggeser sistem operasi yang sudah ada sangat berat. Persoalan besar pertama adalah keramahan atau kebiasaan penggunaan. Berikutnya soal penyebaran informasi serta edukasi penggunaan. Selanjutnya, dan ini masih menjadi masalah pokok adalah kemudahan koneksi dengan perangkat pendukung lain semacam printer, scanner, kamera, dan lain sebagainya.
Para pengembang Linux sudah berusaha sangat keras menjawab persoalan yang ada. Instalasi dan pengoperasian saat ini sudah sangat mudah, ketersediaan aplikasi yang banyak, gratis serta mudah untuk ditanam atau dihapuskan, termasuk kemenarikan antarmuka pengguna sudah dilakukan. Bahkan ada versi distribusi yang dibangun mirip sekali dengan Windows seperti Makulu Lindoz dan ada yang mirip macOS seperti Elementary OS. Penyebaran informasi dan edukasi melalui pelatihan-pelatihan sudah pula dilakukan termasuk terbentuknya komunitas pengguna di kota-kota besar. Kemudahan koneksi antarperangkat juga semakin nyata bahkan jika terjadi kesulitan, forum komunitas di web dapat dijadikan ajang komunikasi untuk mengatasi persoalan. Dalam konteks ini, sudah banyak hal yang dilakukan oleh komunitas pengembang Linux.
Namun demikian, di dalam kenyataan, pengguna macOS dan Windows belum mau beralih. Meskpun aplikasi di dalamnya banyak yang berbayar seperti office suite, pengolah grafis, suara, video dan lain sebagainya - sementara di Linux semua aplikasi itu bisa diunduh gratis - tetap saja sebagian besar orang belum mau menjadikan Linux pilihan. Pengguna Linux paling banyak ditengarai adalah orang yang memiliki komputer personal atau laptop yang sudah uzur karena banyak distro Linux menyediakan sistem operasi untuk perangkat cukup umur dan spesifikasi rendah. Itupun tidak berlaku untuk semua orang karena masih banyak yang tetap bertahan menggunakan Windows dan macOS versi lama meskipun sudah tidak mendapatkan lagi dukungan dari vendornya.
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua yang bersifat gratis itu akan menarik minat banyak orang. Dalam konteks ini, penggunaan sistem operasi dan aplikasi tanpa lisensi justru lebih marak dan menarik minat dibanding yang disediakan resmi dan tak berbayar. Mungkin faktor masif, familiar serta menterengnya sistem operasi dan aplikasi lebih menjadi pilihan daripada faktor kegunaan dan keresmiannya. Kebanyakan orang akan memilih MS Office dibandingkan Libre Office selain karena keumuman juga siapa yang kenal dengan Libre Office? Kebanyakan orang akan memilih Photosop dibanding Gimp, lebih memilih Outlook dibanding Thunderbird, lebih memilih Adobe Reader dibanding Evince, lebih memilih MS Pad daripada Leafpad, lebih memilih CorelDraw daripada Inkscape, lebih memilih Adobe Premiere daripada Kdenlive, dan masih banyak lagi. Pada akhirnya banyak orang – apapun dan bagaimanapun caranya – lebih memilih macOS dan Windows daripada Linux. Oleh karena itu, jalan panjang serta usaha keras untuk penggunaan masif sistem operasi dan aplikasi gratis mesti harus ditempuh dan tentu saja tanpa henti. (*)
Ekoompong
Domas, 25 Juni 20
WfH Series: Buku Elektronik
Friday, July 3, 2020
WfH Series: PITUTUR SEMAR
Dening: Ki Sito Mardowo
SULUKAN:
JANTURAN:
Sumiliring angin amawa teja satemah kekes jroning angga, Sang Hyang Anggopati wus lumengser, pratandhaning wis ngancik ing madya ratri. Sepa sepi lir asepah samun amimbuhi nala lan budi kang sansaya suwung ing kekarepan. Sinarengan jumedhuling ki Lurah Semar kang nedya ambabar jatining gesang.SEMAR:
Eeeehh…… mbegegeg ugeg-ugeg sadulita… hemel…hemel…..Anakku kabeh para guruning guru, mara gage padha rungokna kabeh.
Aku kang wus kasebdaake dadi Semar, kang mengku werdi aku kudu saguh dadi ‘batur’. Sesanggemane batur yaiku kudu saguh ngladeni salwiring kekarepan sing dikersaake bendarane. Sesanggan dadi batur iku ora enteng, awit kudu bisa ngerti kanthi gamblang apa kang dikarepake bendarane. Aja nganti geseh sanadyan amung sagedhene rikma pinara sasra.
Ingsun uga kasebdaake dadi Ki Badranaya, kang mengku werdi kudu saguh dadi pamomong. Werdine pamomong yaiku njejegake kang bengkung, nyambung kang wis putung. Njejegake kang bengkung ateges yen ta momonganmu nalisir saka tumindhak bebener kudu sira prenahake supaya lempeng tumindhake saengga ora kecemplung ana juranging kanisthan. Nyambung kang wis putung ateges bisaa aweh pepadhang marang momonganmu sing wis kebacut nglumpruk tanpa daya pepes atine awit katrajang ruweting kahanan. Bisaa dadi obor jroning pepeteng, bisaa asung teken sing padha kalunyon. Yekti momongan kang nadhang reribed iku kudu sira tulungi kanthi kawicaksananmu.
Ulun uga kasebdaake dadi Shang Hyang Bathara Ismaya, kang werdine ulun diparingi saka Shang Hyang Wenanging Jagad gawe aru-biruning kahanan. Ulun diwenangake mranata lan dhapuk sakehing pawongan anut kadewasaning para pawongan. Kabeh kudu alandesan watak kawicaksanan, kaadilan, sarta kajujuran kang wus tumanem jroning atimu. Pawongan kang darbe kadewasan wawasan jembar nuli kaparingan tanggung jawab kang gedhe, nanging kosok baline kang cumpen wawasan aja sira peksa kudu ngrampungake tanggung jawab kang gedhe. Iki sing diarane wicaksana, sabanjuran bab kaadilan. Kaadilan mono mengku suraos adil katonton saka tanggung jawab iku. Kang gede tanggung jawabe paringana bebana kang gedhe, sing tanggung jawabe cilik wenehana bebana kang cilik. Pamawas adil kudu padha gunggunge iku salah lan ora trep munggwing pasamuan apa wae, nanging gedde-cilik gunggungan kuwi sinartan tanggun jawab.
Eeeehh…… mbegegeg ugeg-ugeg sadulita… hemel…hemel…..
Anakku kabeh,…… sira iku wis kasebda dadi guruning guru. Panjalukku, sira bisaa duwe watak Semar, Badranaya, lan Ismaya. Watak telu kudu bisa manjing ajur-ajer ana ing tindak tanduk, solah laku anggonmu ngugemi sesanggeman dadi guruning guru kuwi mau.
Awatak Semar, sanadyan ana ing pasamuwan, ana ing pandulu sira dudu asipat batur nanging prastawa iku dadekna pangeling-eling yen ta gelema sira ngladeni siswamu anggone pengin nggegulang ilmu sing durung bebles utawa jero. Para siswamu yaiku para guru utawa dwija dharbeni cara kang maneka warna, mulane sira kudu bisa ngladeni siji lan sijine supaya siswamu bisa sinau kanthi cepet, bener, lan prayoga saengga antuk ilmu sing dadi kekarepane. Sira ora kena meksa siswamu siji lan sijine kudu padha lan kanthi cara sinau sing padha uga.
Awatak Badranaya, watak pamomong uga kudu sira upadi kanthi temen lan bener. Siswa kang dumadi saka para guru wus duwe sakehing ngelmu nanging isih ngorong marang ngelmu kang durung dimangerteni. Karana wis padha nduwe ngelmu mulane sira perlu milahake endi guru sing perlu dimong kanthi longgar lan endi guru sing dimong kanthi rapet. Dimong kanthi longgar tegese, guru kasebut wis akeh ngelmune lan bener anggone ngetrepake. Guru iki kudu dimong supaya sansaya gedhe atine lan enggal rampung anggone nggegulang. Dimong kanthi rapet lire, guru kasebut sanadyan wus akeh ngelmune nanging durung utawa ora jumboh karo babagan kang bakal digegulang, mulane sira kudu sareh anggone nunthun siji mbaka siji supaya ora ana kang cicir.
Watak kang katelu yaiku awatak Sang Hyang Bathara Ismaya. Sira diwenangake nemtokake pawiyatan kang diudi dening para siswamu. Kasil lan orane sacara ‘resmi’ sira kang darbe kawenangan nemtoake. Prastawa iki kudu sira gunaake kanthi bener. Singkirna watak sing adoh saka kawicaksanan lan kaadilan. Lakonana kanthi premati saengga sira bakal aweh bebana kang trep anut kadiwasaning para siswa. Iki ora nyindir…. Dupeh siswamu duwe guwaya kang ayu merak ati, sanadyan nganti purnaning pawiyatan ora mumpuni nanging sira aweh bebana sing akeh ngalahake para siswamu kang luwih unggul kadewasane. Iku ora trep lan ora bener.
Eeeehh…… mbegegeg ugeg-ugeg sadulita… hemel…hemel…..
Hmmmmm… sajake wengi kang kekes iki wis ndungkap rahina… wis anakku kabeh
Mbok menawa amung sak klungsu anggonku aweh seserapan marang kowe kabeh…. Ana becike nuli enggal nggonen…nanging menawa ana samukawis sing ora trep ya aja sira rewes.. aja sira gunaake….
Trontong-trontong hyang Arka wis manjing, kae ndara Janaka wis tedhak saka patileman…. Aku sowan ndara dhisik. Matur nuwun awit kawigatosan anakku kabeh. Jaya- jaya Wijayanti, suradira jayaningkangrat, swuh brastha tekaping ulah darmastuti.