Tuesday, July 21, 2020

WfH Series - Tentang Menulis: Merawat Ingatan



--Rin Surtantini



Sebuah notifikasi yang muncul di akun saya di kompas.id dan adanya pengumuman di harian Kompas cetak cukup menarik: Kompas Institute pada hari Sabtu, 11 Juli 2020, pukul 10 pagi sampai dengan 13 siang akan menyelenggarakan webinar berbayar melalui aplikasi Zoom dengan tema “Merawat Ingatan lewat Cerita”. Judul webinar ini menggerakkan hati saya untuk mendaftar menjadi pesertanya. Bukan karena saya ingin menjadi penulis cerita, tapi ada beberapa alasan mengapa saya tertarik untuk ikut…..

Pertama, karena penyajinya adalah Putu Fajar Arcana, yang tak asing lagi sebagai seorang penyair, penulis cerpen dan novel, wartawan Kompas senior, dan kurator cerpen Kompas. Bli Can, demikian panggilan akrabnya, akan menyajikan materi webinar ini bersama dengan Mohammad Hilmi Faiq, yang juga wartawan Kompas dan kurator cerpen Kompas. Alasan kedua, tema ini merupakan salah satu tema yang dekat dengan salah satu bidang ketertarikan saya, yaitu menulis, bidang sastra, bidang bahasa, dan dengan studi-studi saya selama ini. Ketiga, saya ingin mendapatkan sesuatu dan lain hal dari webinar ini bagi diri saya sendiri, dan yang juga nantinya suatu saat mungkin akan dapat saya manfaatkan atau bagikan kepada orang-orang lain, jika tiba saatnya dan jika diperlukan. Keempat, saya ingin menyaksikan webinar yang memberikan pembelajaran berupa sesuatu yang spesifik yang memang saya perlukan, jadi yang kontennya bukanlah sebagai forum pemberian informasi semacam kebijakan, peraturan-peraturan normatif, atau informasi tentang hal-hal yang sudah umum diketahui saat ini. Lalu, bagaimana dengan alasan berikutnya, alasan kelima, yaitu sertifikat? Itu konsekuensi logis dari mengikuti sebuah seminar. Begitu saja.

Maka, saya pun segera mendaftar. Setelah melakukan transfer investasi, saya segera menerima email yang memberitahukan link Zoom untuk bisa masuk ke acara tersebut pada tanggal mainnya. Melalui tulisan ini, saya titipkan beberapa  catatan yang saya dapatkan dari webinar tersebut tentang kegiatan menulis. Tentu saja menurut pemahaman saya yang sudah saya kembangkan sendiri lagi. Tulisan ini pun saya buat dengan maksud agar ingatan saya tidak tercecer.
***


Merawat ingatan lewat tulisan
Frasa ini menjadi judul dari webinar, yang seperti menitipkan pesan, bahwa tulisan dapat menjadi sarana untuk menyimpan peristiwa, yang dengan demikian membantu memelihara ingatan manusia yang terbatas. Maka dikatakan, rajin-rajinlah “menabung peristiwa” atau melakukan kurasi terhadap peristiwa, sehingga peristiwa-peristiwa itu akan menjadi “tabungan” yang dapat kita buka sewaktu-waktu kita memerlukannya. Ibarat pada masa pandemi ini, banyak dari kita secara finansial terpaksa tidak mendapatkan pemasukan atau tambahan, maka tabungan yang dimiliki, berapapun itu, meski dengan terpaksa, akan menjadi sangat bermanfaat dan bernilai untuk digunakan. Demikian juga dengan “tabungan peristiwa”, yang wujudnya mungkin berupa coretan-coretan, kerangka, mindmap, draft, sketsa, poin-poin, atau hanya sebuah kalimat sebagai judul, semuanya itu adalah tabungan peristiwa, yang dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu diperlukan dalam bentuk tulisan utuh.
Tulisan, dengan begitu, akan menjadi dokumentasi dari berbagai peristiwa, dan ia akan menjadikan ingatan kita terawat. Artinya, ketika tulisan itu dibaca pada suatu masa di depan, ia akan menghidupkan ingatan manusia, bahkan bisa jadi ia akan merawat harapan-harapan manusia dalam kehidupannya ke depan, dalam pengambilan keputusan ke depan yang lebih bijak, dalam belajar dan berkaca dari yang pernah dilakukan atau dialami, dalam bertindak, dan sebagainya.


Menabung peristiwa
Meskipun webinar ini sesungguhnya berfokus pada menulis “cerita”, khususnya “cerita pendek” sebagai bentuk tulisan, bagi saya beberapa prinsip atau nilai-nilai yang dikemukakan di dalamnya dapat dicatat atau diambil sebagai pelajaran atau pengetahuan. Tabungan peristiwa akan berfungsi sebagai sumber ide bagi sebuah tulisan. Peristiwa selalu terjadi setiap saat, berseliweran dalam tangkapan pancaindera manusia, dalam hati atau perasaan manusia. Peristiwa-peristiwa itu menyediakan sumber ide tulisan yang luar biasa jika dipelihara.
Nalar, sensitivitas, naluri, nurani, bekerja bersama-sama dalam diri manusia untuk menangkap banyak peristiwa. Akan tetapi, tabungan peristiwa setiap manusia berbeda-beda. Peristiwa streaming pembukaan sebuah diklat online misalnya, akan dicerna secara berbeda-beda antara satu penonton dengan penonton lainnya meski peristiwa itu dialami secara bersama-sama oleh mereka pada waktu yang sama pula. Kegiatan diklat online yang diikuti oleh sekian puluh peserta secara bersama-sama, juga akan dimaknai secara bervariasi antara peserta satu dengan peserta lainnya.
Bagaimanakah sebuah peristiwa itu potensial menjadi ide tulisan, atau dapat dijadikan tabungan ide? Bagaimanakah cara mendapatkan ide tulisan itu?

  1. Memiliki kedekatan dengan kita, artinya kita sendiri mungkin pernah mengalami persitiwa itu, kita tahu persis kejadiannya, kita nyata menghadapinya.
  2. Mengandung daya tarik yang kuat, artinya jika ide atau peristiwa itu dituliskan, akan mengundang rasa tertarik bagi orang lain karena hal-hal menarik diungkap di dalamnya.
  3.  Memiliki sisi-sisi yang unik, artinya ide atau peristiwa tersebut menjadi khas dan spesifik untuk diketahui banyak orang, belum ada atau tidak pernah ada sebelumnya.
  4. Mengandung perhatian, artinya ide atau peristiwa itu menonjol di antara ide-ide atau peristiwa-peristiwa lainnya, sehingga mendorong orang untuk ingin mengetahui.
  5. Bersifat otentik, artinya ide itu memang murni, bukan merupakan duplikasi dari sebuah peristiwa atau ide yang pernah dikemukakan, dialami, atau dipaparkan oleh orang lain.
  6. Bersifat dapat dikembangkan, artinya ide atau peristiwa tersebut memiliki banyak sisi atau aspek yang dapat meluas, bertumbuh menjadi gagasan baru.

Pertanyaan berikutnya, haruskah mengumpulkan tabungan ide atau mencari ide di tempat sepi?
Menulis: kerja soliter dengan berbagai manifestasi
Meskipun menulis itu lebih merupakan kerja soliter, seorang diri bergelut dengan pikiran, perasaan, pancaindera, naluri, nurani milik sendiri, bukan berarti ide harus dicari di tempat yang sepi.  Soliter dalam konteks ini adalah bagaimana seseorang mengupayakan pengayaan ide terhadap proses kreatif yang dilakukannya, seperti berdiskusi, membaca, melakukan riset, menonton, melakukan pengamatan, mendengarkan, mengolah pikiran kritisnya. Ia harus menjadi pengamat yang teliti, seorang yang skeptis (tidak mudah yakin terhadap sesuatu, terus menerus mempertanyakan sesuatu yang menjadi kegelisahannya) sehingga idenya dapat terus berkembang. Dalam konteks penelitian kualitatif, ketelitian dan sikap skeptis ini sangat membantu diperolehnya data secara detil, mendalam, dan komprehensif.

Soliter dalam konteks menulis ini juga terkoneksi dengan ide yang otentik, yang biasanya juga lahir dari suatu peristiwa atau pengalaman yang “personalized”, bersifat personal, sehingga ia memenuhi syarat terciptanya sisi unik dan daya tarik tersendiri. Walau misalnya peristiwanya mirip dengan yang dialami oleh orang lain, detilnya dapat berbeda antara orang satu dengan lainnya. Mengangkat peristiwa personal yang detil menjadi salah satu kekuatan sebuah tulisan.

Manifestasi soliter adalah juga bagaimana seseorang menyambung serpih-serpih ide yang berhasil dirawatnya dalam pergumulannya mengumpulkan tabungan ide atau peristiwa. Menyambung atau mengoneksikan sebuah fenomena dengan fenomena lain menjadi kekuatan yang dilakukan seseorang atas upayanya mengembangkan cara berpikir kritis dan pola pikir yang open-minded atau terbuka. Dengan pola pikir yang sempit atau narrow-minded, akan sulit bagi seseorang untuk menerima berbagai kemungkinan atau alternatif di jagad alam raya ini, akan sulit juga baginya untuk berhasil menemukan koneksi atau sambungan peristiwa satu dengan peristiwa lainnya. Proses berpikir dan hasilnya menjadi pendek-pendek, tertutup, dan tidak berkembang. Sambungan serpih-serpih ide atau peristiwa yang berhasil dijalin oleh penulis, juga akan menjadi cara untuk membawa orang lain sebagai pembaca pada perenungan, proses refleksi, sehingga orang lain pun menjadi kaya. Orang lain mendapatkan “gizi” dari tulisan itu.

Kerja soliter dalam menulis adalah juga bagaimana menitipkan pesan kepada pembaca atau penikmat tulisan tersebut. Pesan adalah sesuatu yang lagi-lagi personalized, dapat mencerminkan pikiran, sikap, perilaku, cara pandang penulisnya. Pesan juga merupakan “nilai-nilai” atau values yang disampaikan penulis. Nilai-nilai ini juga menjadi kekuatan seseorang dalam tulisannya. Dalam konteks ini, kembali otentisitas seseorang dalam menulis akan terlihat kuat apabila itu memang lahir dari pengalaman personalnya, bukan dengan mencuri ide atau gagasan orang lain, atau meniru gaya yang dimiliki oleh orang lain.

Menyusuri jalan sendiri
Menulis memang mungkin tak bisa diajarkan, oleh karena itu dikatakan, silakan menyusuri jalan sendiri. Jangan meniru, temukan cara mengekspresikan karya sendiri, dan ini akan menentukan otentisitas karya seseorang serta menyelamatkannya dari praktik menjadi seorang plagiat, atau praktik yang sekedar mencomot sana mencomot sini tanpa menerapkan etika publikasi. Ini juga akan merefleksikan “wajah” seseorang secara jelas dan khas. Oleh karena itu, sesuatu yang bersumber dari peristiwa atau pengalaman personal menjadi sebuah kekuatan dalam mengembangkan ide. Selanjutnya, bagaimana membawa sesuatu yang bersifat personal ini menjadi milik publik melalui tulisan juga menjadi kekuatan lain dalam menulis. Tulisan mencerminkan juga bagaimana seseorang melakukan komunikasi publik dan menerapkan etikanya.
Ini semua mengingatkan saya akan jenis-jenis tulisan yang dihasilkan di lingkungan pengajar selama ini, seperti bahan ajar, modul, handout, artikel jurnal hasil penelitian, artikel majalah, artikel seminar dalam prosiding, buku, dan lain sebagainya. Menulis itu, pada tingkat kepentingan dan keperluan atau tujuan tertentu, ternyata juga dapat merupakan peristiwa terjadinya pengabaian terhadap nilai-nilai yang seyogyanya muncul dalam hasil tulisan….  Selamat menulis!

Yogyakarta, 20 Juli 2020.


Gambar: https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/jlF-AyOy3g13hBKOBu16IRU23H8=/1280x720/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1553188/original/072338900_1490964765-writing.jpg

5 comments:

  1. Sejak SMA sy suka menulis cerita. Sayang tdk tersimpan baik. Akhirnya hilang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo mulai menabung peristiwa lagi, tidak harus selesai dan jadi, suatu saat tabungan itu diperlukan, bisa dibuka dan digunakan...

      Delete
  2. Bagaimana mengikat makna dari apa yang kita lalui, saksikan, lihat dan kita pelajari menjadi tulisan itu proses literasi nan mendalem.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sependapat...dan itulah bagian dari proses berliterasi...

      Delete