--Rin Surtantini
Sebuah
notifikasi yang muncul di akun saya di kompas.id dan adanya pengumuman di
harian Kompas cetak cukup menarik: Kompas Institute pada hari Sabtu, 11 Juli
2020, pukul 10 pagi sampai dengan 13 siang akan menyelenggarakan webinar
berbayar melalui aplikasi Zoom dengan tema “Merawat Ingatan lewat Cerita”. Judul
webinar ini menggerakkan hati saya untuk mendaftar menjadi pesertanya. Bukan
karena saya ingin menjadi penulis cerita, tapi ada beberapa alasan mengapa saya
tertarik untuk ikut…..
Pertama, karena penyajinya adalah Putu Fajar Arcana, yang tak
asing lagi sebagai seorang penyair, penulis cerpen dan novel, wartawan Kompas
senior, dan kurator cerpen Kompas. Bli Can, demikian panggilan akrabnya,
akan menyajikan materi webinar ini bersama dengan Mohammad Hilmi Faiq, yang juga
wartawan Kompas dan kurator cerpen Kompas. Alasan
kedua, tema ini merupakan salah satu tema yang dekat dengan salah satu
bidang ketertarikan saya, yaitu menulis, bidang sastra, bidang bahasa, dan dengan
studi-studi saya selama ini. Ketiga, saya
ingin mendapatkan sesuatu dan lain hal dari webinar ini bagi diri saya sendiri,
dan yang juga nantinya suatu saat mungkin akan dapat saya manfaatkan atau
bagikan kepada orang-orang lain, jika tiba saatnya dan jika diperlukan. Keempat, saya ingin menyaksikan webinar
yang memberikan pembelajaran berupa sesuatu yang spesifik yang memang saya
perlukan, jadi yang kontennya bukanlah sebagai forum pemberian informasi
semacam kebijakan, peraturan-peraturan normatif, atau informasi tentang hal-hal
yang sudah umum diketahui saat ini. Lalu, bagaimana dengan alasan berikutnya, alasan
kelima, yaitu sertifikat? Itu konsekuensi
logis dari mengikuti sebuah seminar. Begitu saja.
Maka, saya pun
segera mendaftar. Setelah melakukan transfer investasi, saya segera menerima
email yang memberitahukan link Zoom
untuk bisa masuk ke acara tersebut pada tanggal mainnya. Melalui tulisan ini,
saya titipkan beberapa catatan yang saya
dapatkan dari webinar tersebut tentang kegiatan menulis. Tentu saja menurut
pemahaman saya yang sudah saya kembangkan sendiri lagi. Tulisan ini pun saya
buat dengan maksud agar ingatan saya tidak tercecer.
***
Merawat
ingatan lewat tulisan
Frasa ini menjadi
judul dari webinar, yang seperti menitipkan pesan, bahwa tulisan dapat menjadi
sarana untuk menyimpan peristiwa, yang dengan demikian membantu memelihara
ingatan manusia yang terbatas. Maka dikatakan, rajin-rajinlah “menabung
peristiwa” atau melakukan kurasi terhadap peristiwa, sehingga
peristiwa-peristiwa itu akan menjadi “tabungan” yang dapat kita buka
sewaktu-waktu kita memerlukannya. Ibarat pada masa pandemi ini, banyak dari
kita secara finansial terpaksa tidak mendapatkan pemasukan atau tambahan, maka
tabungan yang dimiliki, berapapun itu, meski dengan terpaksa, akan menjadi
sangat bermanfaat dan bernilai untuk digunakan. Demikian juga dengan “tabungan
peristiwa”, yang wujudnya mungkin berupa coretan-coretan, kerangka, mindmap, draft, sketsa, poin-poin, atau
hanya sebuah kalimat sebagai judul, semuanya itu adalah tabungan peristiwa,
yang dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu diperlukan dalam bentuk tulisan utuh.
Tulisan,
dengan begitu, akan menjadi dokumentasi dari berbagai peristiwa, dan ia akan
menjadikan ingatan kita terawat. Artinya, ketika tulisan itu dibaca pada suatu
masa di depan, ia akan menghidupkan ingatan manusia, bahkan bisa jadi ia akan
merawat harapan-harapan manusia dalam kehidupannya ke depan, dalam pengambilan
keputusan ke depan yang lebih bijak, dalam belajar dan berkaca dari yang pernah
dilakukan atau dialami, dalam bertindak, dan sebagainya.
Menabung
peristiwa
Meskipun
webinar ini sesungguhnya berfokus pada menulis “cerita”, khususnya “cerita
pendek” sebagai bentuk tulisan, bagi saya beberapa prinsip atau nilai-nilai
yang dikemukakan di dalamnya dapat dicatat atau diambil sebagai pelajaran atau
pengetahuan. Tabungan peristiwa akan berfungsi sebagai sumber ide bagi sebuah tulisan.
Peristiwa selalu terjadi setiap saat, berseliweran dalam tangkapan pancaindera
manusia, dalam hati atau perasaan manusia. Peristiwa-peristiwa itu menyediakan
sumber ide tulisan yang luar biasa jika dipelihara.
Nalar,
sensitivitas, naluri, nurani, bekerja bersama-sama dalam diri manusia untuk
menangkap banyak peristiwa. Akan tetapi, tabungan peristiwa setiap manusia
berbeda-beda. Peristiwa streaming
pembukaan sebuah diklat online misalnya,
akan dicerna secara berbeda-beda antara satu penonton dengan penonton lainnya
meski peristiwa itu dialami secara bersama-sama oleh mereka pada waktu yang
sama pula. Kegiatan diklat online yang
diikuti oleh sekian puluh peserta secara bersama-sama, juga akan dimaknai
secara bervariasi antara peserta satu dengan peserta lainnya.
Bagaimanakah sebuah
peristiwa itu potensial menjadi ide tulisan, atau dapat dijadikan tabungan ide?
Bagaimanakah cara mendapatkan ide tulisan itu?
- Memiliki kedekatan dengan kita, artinya kita sendiri mungkin pernah mengalami persitiwa itu, kita tahu persis kejadiannya, kita nyata menghadapinya.
- Mengandung daya tarik yang kuat, artinya jika ide atau peristiwa itu dituliskan, akan mengundang rasa tertarik bagi orang lain karena hal-hal menarik diungkap di dalamnya.
- Memiliki sisi-sisi yang unik, artinya ide atau peristiwa tersebut menjadi khas dan spesifik untuk diketahui banyak orang, belum ada atau tidak pernah ada sebelumnya.
- Mengandung perhatian, artinya ide atau peristiwa itu menonjol di antara ide-ide atau peristiwa-peristiwa lainnya, sehingga mendorong orang untuk ingin mengetahui.
- Bersifat otentik, artinya ide itu memang murni, bukan merupakan duplikasi dari sebuah peristiwa atau ide yang pernah dikemukakan, dialami, atau dipaparkan oleh orang lain.
- Bersifat dapat dikembangkan, artinya ide atau peristiwa tersebut memiliki banyak sisi atau aspek yang dapat meluas, bertumbuh menjadi gagasan baru.
Pertanyaan berikutnya, haruskah mengumpulkan tabungan ide atau mencari ide di tempat sepi?
Menulis: kerja
soliter dengan berbagai manifestasi
Meskipun
menulis itu lebih merupakan kerja soliter, seorang diri bergelut dengan
pikiran, perasaan, pancaindera, naluri, nurani milik sendiri, bukan berarti ide
harus dicari di tempat yang sepi.
Soliter dalam konteks ini adalah bagaimana seseorang mengupayakan
pengayaan ide terhadap proses kreatif yang dilakukannya, seperti berdiskusi,
membaca, melakukan riset, menonton, melakukan pengamatan, mendengarkan,
mengolah pikiran kritisnya. Ia harus menjadi pengamat yang teliti, seorang yang
skeptis (tidak mudah yakin terhadap sesuatu, terus menerus mempertanyakan
sesuatu yang menjadi kegelisahannya) sehingga idenya dapat terus berkembang.
Dalam konteks penelitian kualitatif, ketelitian dan sikap skeptis ini sangat
membantu diperolehnya data secara detil, mendalam, dan komprehensif.
Soliter dalam
konteks menulis ini juga terkoneksi dengan ide yang otentik, yang biasanya juga
lahir dari suatu peristiwa atau pengalaman yang “personalized”, bersifat
personal, sehingga ia memenuhi syarat terciptanya sisi unik dan daya tarik
tersendiri. Walau misalnya peristiwanya mirip dengan yang dialami oleh orang
lain, detilnya dapat berbeda antara orang satu dengan lainnya. Mengangkat
peristiwa personal yang detil menjadi salah satu kekuatan sebuah tulisan.
Manifestasi
soliter adalah juga bagaimana seseorang menyambung serpih-serpih ide yang
berhasil dirawatnya dalam pergumulannya mengumpulkan tabungan ide atau
peristiwa. Menyambung atau mengoneksikan sebuah fenomena dengan fenomena lain
menjadi kekuatan yang dilakukan seseorang atas upayanya mengembangkan cara
berpikir kritis dan pola pikir yang open-minded
atau terbuka. Dengan pola pikir yang sempit atau narrow-minded, akan sulit bagi seseorang untuk menerima berbagai
kemungkinan atau alternatif di jagad alam raya ini, akan sulit juga baginya
untuk berhasil menemukan koneksi atau sambungan peristiwa satu dengan peristiwa
lainnya. Proses berpikir dan hasilnya menjadi pendek-pendek, tertutup, dan
tidak berkembang. Sambungan serpih-serpih ide atau peristiwa yang berhasil
dijalin oleh penulis, juga akan menjadi cara untuk membawa orang lain sebagai
pembaca pada perenungan, proses refleksi, sehingga orang lain pun menjadi kaya.
Orang lain mendapatkan “gizi” dari tulisan itu.
Kerja soliter
dalam menulis adalah juga bagaimana menitipkan pesan kepada pembaca atau
penikmat tulisan tersebut. Pesan adalah sesuatu yang lagi-lagi personalized, dapat mencerminkan
pikiran, sikap, perilaku, cara pandang penulisnya. Pesan juga merupakan
“nilai-nilai” atau values yang disampaikan
penulis. Nilai-nilai ini juga menjadi kekuatan seseorang dalam tulisannya. Dalam
konteks ini, kembali otentisitas seseorang dalam menulis akan terlihat kuat
apabila itu memang lahir dari pengalaman personalnya, bukan dengan mencuri ide
atau gagasan orang lain, atau meniru gaya yang dimiliki oleh orang lain.
Menyusuri
jalan sendiri
Menulis memang
mungkin tak bisa diajarkan, oleh karena itu dikatakan, silakan menyusuri jalan
sendiri. Jangan meniru, temukan cara mengekspresikan karya sendiri, dan ini
akan menentukan otentisitas karya seseorang serta menyelamatkannya dari praktik
menjadi seorang plagiat, atau praktik yang sekedar mencomot sana mencomot sini
tanpa menerapkan etika publikasi. Ini juga akan merefleksikan “wajah” seseorang
secara jelas dan khas. Oleh karena itu, sesuatu yang bersumber dari peristiwa
atau pengalaman personal menjadi sebuah kekuatan dalam mengembangkan ide. Selanjutnya,
bagaimana membawa sesuatu yang bersifat personal ini menjadi milik publik
melalui tulisan juga menjadi kekuatan lain dalam menulis. Tulisan mencerminkan
juga bagaimana seseorang melakukan komunikasi publik dan menerapkan etikanya.
Ini semua mengingatkan
saya akan jenis-jenis tulisan yang dihasilkan di lingkungan pengajar selama
ini, seperti bahan ajar, modul, handout,
artikel jurnal hasil penelitian, artikel majalah, artikel seminar dalam
prosiding, buku, dan lain sebagainya. Menulis itu, pada tingkat kepentingan dan
keperluan atau tujuan tertentu, ternyata juga dapat merupakan peristiwa terjadinya
pengabaian terhadap nilai-nilai yang seyogyanya muncul dalam hasil tulisan…. Selamat
menulis!
Yogyakarta, 20 Juli 2020.
Sejak SMA sy suka menulis cerita. Sayang tdk tersimpan baik. Akhirnya hilang.
ReplyDeleteAyo mulai menabung peristiwa lagi, tidak harus selesai dan jadi, suatu saat tabungan itu diperlukan, bisa dibuka dan digunakan...
DeleteBagaimana mengikat makna dari apa yang kita lalui, saksikan, lihat dan kita pelajari menjadi tulisan itu proses literasi nan mendalem.
ReplyDeleteSependapat...dan itulah bagian dari proses berliterasi...
DeleteHi nice reading your bloog
ReplyDelete