--Rin Surtantini
Itu adalah judul sebuah
puisi yang khusus dituliskan oleh Eko Santosa pada sebuah peristiwa pertemuan
kelompok widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya, sebuah peristiwa yang oleh mbak
Irene Nusanti beberapa hari lalu disebut sebagai CoVID 19+1 (Care of Very Impressive & Dear-friend in the year of
2019+1) --- (baca tulisannya di WfH Series: “Intentional COVID 19+1 di
P4TKSB” yang dimuat di Vidyasana, hari Jumat 27 Maret 2020).

Pertemuan CoVID 19+1 ini terjadi pada awal tahun
2020, tepatnya pada hari Selasa, tanggal 14 Januari 2020. Oleh mbak Irene yang menjadi
program designer-nya, pertemuan ini diberi tema “Heart Integration in Arts: Berpisah
dalam Kebersamaan”. Semua acara pun dibuat dengan menggamit tema ini. Kata
“kebersamaan” dalam konteks ini menjadi benang merah yang dapat dimaknai secara
bebas oleh setiap yang hadir, tergantung dari nilai-nilai atau prinsip yang dianut.
Secara personal, “kebersamaan”
saya maknai sebagai sebuah payung lebar yang menaungi orang-orang yang ada di
bawahnya. Bersama, orang-orang ini memegang erat tangkainya ketika mereka berdiri,
berjalan bersama menuju suatu arah, atau ketika berhenti. Di kiri kanan, depan
belakang mereka, terhampar luas panorama yang membebaskan mereka bertukar pandang
dan mendiskusikannya dalam keragaman perspektif mereka. Alangkah indahnya jika
payung lebar yang teduh itu benar-benar ada dalam lingkungan kerja kita.
Puisi Eko Santosa berikut
ini merepresentasikan bagaimana “kebersamaan” dimaknai olehnya:
Bersama
atau Sepi
Bagi yang beriman, keberbedaan adalah keindahan.
Semesta akan kehilangan gelora ketika semua warna adalah sama.
Bagi yang beriman, kebersamaan niscaya terjalin karena keberbedaan.
Semesta akan kehilangan cahaya ketika kebersamaan tak bisa lahir dari rahim
keberbedaan.
Sebagai bagian semesta, kita mesti berteguh pada kebersamaan,
karena persendirian sesungguhnya adalah sepi.
Ia bebas namun terasing, ia melayang tinggi hanya di langit sunyi, ia
hebat namun berada dalam kekosongan sejati, ia seolah nyata meski semua orang
tahu semu adanya.
Berteguh pada kebersamaan adalah kesucian iman,
sebagaimana Tuhan memberikan bentangan tangan yang tak cukup panjang
namun meminta kita untuk merangkul dunia.
Hanya kebersamaan di atas segala indah perbedaan yang dapat menyatukan
tangan-tangan
dalam gandengan cinta dan kasih melingkup semesta.
Jika hidup adalah pilihan, maka mari tentukan, kita akan bergandeng
tangan
atau mencapai kehebatan diri sendiri dalam kesepian.
(Eko Santosa – 12 Januari 2020)
Puisi di atas dibacakan dengan
penghayatan makna dan intonasi yang syahdu oleh mas Yustinus Aristono dengan iringan
manis alunan instrumental lagu “Bahana Perdamaian” yang dimainkan pada keyboard
oleh mas Dhanang Guritno, dan alunan gesekan biola oleh mbak Diah Uswatun. Pada
pembacaan di ujung bait terakhir puisi, Aristono menjembatani puisi itu dengan sebuah
kalimat perangkai, “Mari, kita eratkan tangan dalam bahana perdamaian….”, yang
disambung dengan intro musik untuk lagu “Bahana Perdamaian” yang lalu (saya) nyanyikan
liriknya. Sekedar catatan, lagu “Bahana Perdamaian” adalah lagu karya Tedjo
Baskoro yang pada tahun 1978 berhasil menjadi salah satu dari 10 (sepuluh)
besar lagu pada Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors dan juga menjadi finalis dari
Festival Lagu Populer 1978. Saya sangat suka dengan liriknya yang meaningful dan nadanya yang indah. (Silakan
dengar lagu orisinilnya oleh Fifi Kabul di Youtube).
Saya
beruntung menemukan lagu ini karena makna liriknya membantu saya untuk mengoneksikan
maknanya dengan puisi di atas. Simak
lirik dari lagu “Bahana Perdamaian” yang dinyanyikan oleh Fifi Kabul pada masa
itu:
Temaram seakan menelan alam
Temaramnya surya serasa impian
Serana nestapa t'lah meraja buana
Kar'na daya yudha di atas angkara
Memuncak kesumat kau manusia
Menyalakan bencana buat sesama
Berpacu menggandakan senjata
Berkuasa ‘tuk bertahta
‘Tuk mengumbar nafsu durjana angkara
Bahanakan gita perdamaian
Gemakan demi kebahagiaan
Enyahkan nafsu hewani
Semaikan manusiawi
Bersama kita dalam irama
Bernada kita rangkai bahagia
Cintailah dunia
Sayangilah umat-Nya
Damailah selama-lamanya
Temaramnya surya serasa impian
Serana nestapa t'lah meraja buana
Kar'na daya yudha di atas angkara
Memuncak kesumat kau manusia
Menyalakan bencana buat sesama
Berpacu menggandakan senjata
Berkuasa ‘tuk bertahta
‘Tuk mengumbar nafsu durjana angkara
Bahanakan gita perdamaian
Gemakan demi kebahagiaan
Enyahkan nafsu hewani
Semaikan manusiawi
Bersama kita dalam irama
Bernada kita rangkai bahagia
Cintailah dunia
Sayangilah umat-Nya
Damailah selama-lamanya
Persinggungan makna puisi Eko
Santosa “Bersama atau Sepi” dengan lirik dari lagu “Bahana Perdamaian” terletak
pada nilai-nilai atau values dari fakta bahwa perbedaan di muka bumi ini adalah
sebuah keniscayaan.
Perbedaan yang dihadirkan oleh Yang Maha Kuasa di muka bumi ini dimaksudkan
agar manusia dapat saling mengenal satu sama lain, saling belajar satu sama lain,
untuk kemudian tumbuh dan berkembang bersama-sama secara sehat, damai, dan harmonis,
bukan berkembang, hebat, melesat, dan mencuat ke angkasa sendirian, lalu
tertawa bahagia (sendiri) karena berhasil menjadi “lebih” atau “paling” di
antara yang lainnya.
Maka, perbedaan dalam
banyak aspek kehidupan tak perlu di-“perangi” atau
dipersoalkan. Perbedaan sejatinya
mendorong manusia untuk mau saling berhubungan antara satu dengan yang lain agar
dapat saling melengkapi. Mencapai kehebatan diri sendiri di atas yang
lainnya memang hebat, tetapi mencapai kehebatan bersama-sama pun menjadi sebuah
pilihan hebat yang meluruhkan egoisme dan nafsu durjana individu. Pilihannya? Mau
bersama, atau sepi…
Yogyakarta, ditulis pada masa WfH, penghujung Maret 2020.
menggabungkan beberapa hal dalam sebuah tulisan untuk mencari benang merahnya...
ReplyDeleteBenangnya sekarang merah, kuning, dan hijau..
DeleteSaya selalu tertarik untuk mencari koneksi atau keterhubungan antara satu hal dengan hal lain, atau satu fenomena dengan fenomena lain, untuk kemudian merangkainya...Terima kasih, mas Rohmat.
DeleteSekarang sepi tapi bersama dalam wa...😆
ReplyDeleteTerasa sepi kalo jadi orang hebat sendirian, itu yang tak tangkap dari puisi "Bersama atau Sepi"...
DeleteKalimat mengalir enak dibaca. Bahasa mudah dipahami. Isinya mengingatkan saat bersama sama dalam satu acara.
ReplyDeleteTerima kasih, mas Purwadi. Bersama, dalam kesetaraan itu menyenangkan...
DeleteSip!! Komunikasi lewat tulisan ini menarik karena dapat memantik pikiran, pengalaman, dan perasaan. Lanjutkan, hehehehe....
ReplyDeleteKita lanjutkan bersama, mas Eko. Sip!!!
DeleteSepi menginspirasi..imajinasi...siip Mas Eko..
ReplyDeleteAyo, pak Mar...ditunggu tulisannya nih...
Delete