Monday, March 30, 2020

WfH Series: Perihal Ekonomi


--Eko Santosa


Umum menganggap bahwa ekonomi sama dengan pasar. Negara atau masyarakat dikatakan miskin karena tidak memiliki sesuatu untuk dijual. Arena jual-beli itu disebut pasar. Padahal jauh sebelum pasar diciptakan, manusia telah menyelenggarakan ekonominya. Sejarah ekonomi manusia dimulai dari 2 lompatan besar. Pertama adalah digunakannya bahasa dalam berkomunikasi dan yang kedua adalah kemampuan mengelola tanah dengan budaya tanam-menanam (agrikultur). Dalam lompatan kedua ini manusia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya untuk terus bertahan dan berkembang. Budaya tanam-menanam ini menemukan kemajuan berati seiring berkembangnya pengetahuan dan peralatan yang digunakan. Pada akhirnya, masyarakat tanam-menanam ini tidak hanya mampu mencukupi kebutuhannya sendiri namun juga menghasilkan bahan makanan yang berlebih. Dari sinilah akar dasar ekonomi itu muncul yaitu surplus.

Surplus atau kelebihan bahan makanan dari budaya agrikultur ini pertama kali hanya disimpan sebagai cadangan jika musim kering (masa sulit tanam) tiba. Namun perkembangan pengetahuan yang semakin baik membuat panenan melimpah sehingga bahkan melebihi kuota cadangan yang diperlukan. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya ketika manusia hidup sepenuhnya mengandalkan alam. Sehebat apapun pemburu, pemancing, dan pemetik buah serta sayuran di alam tidak akan pernah bisa mengalami kelebihan produksi di luar cadangan. Keadaan ini mengakibatkan lahirnya budaya baru termasuk di dalamnya tulisan, hutang, uang, wilayah kekuasan, birokrasi, tentara, rohaniwan, teknologi, dan bahkan model pertama perang biokimia dilahirkan.

Keberadaan surplus membuka kemungkinan untuk tukar menukar dengan anggota masyarakat lainnya. Proses tukar menukar ini mesti tercatat karena surplus yang dipertukarkan itu disimpan dalam lumbung bersama sehingga siapa titip berapa dan ditukar oleh apa ada rekamannya. Kecerahan masa depan agrikultur sebagai basis budaya tukar menukar ini akhirnya melahirkan hutang, uang, dan wilayah kekuasaan. Ketika seseorang mempekerjakan orang lain pada masa tanam dan akan memberikan upah pada saat panen, maka orang tersebut telah berhutang kepada pekerja. Hutang ini perlu dicatat agar upah yang diberikan pada saat panen setara dengan tenaga yang dikeluarkan. Catatan-catatan hutang ini dengan sendirinya menjadi alat tukar. Penggunaan catatan sebagai alat tukar itu kemudian berkembang menjadi uang dan uang ini hanya dipergunakan di dalam satu wilayah di mana orang-orang tersebut tinggal. Untuk menjaga kepastian dan keamanan wilayah itu sehingga segala jenis tukar menukar terselenggara, maka diperlukan pemimpin, keamanan (tentara), dan rohaniwan yang memberikan kepastian psikologis sekaligus pertimbangan hukum kepada para pelaku pertukaran atas barang atau catatan yang dipertukarkan (birokrasi). Ketiga komponen ini merupakan penguasa (birokrat) pada masa itu. Sejarah seperti ini terus berlanjut hingga sampai pada tataran teknolgi penghasil bahan makanan dan penjamin surplus termasuk akibat jeleknya yaitu bakteri dan virus yang berkembang karena penumpukan bahan makanan dalam jumlah banyak dan waktu lama di satu tempat.

Jadi, kata kunci (keberlangsungan) ekonomi itu adalah surplus, bukan pasar. Banyak orang berbicara mengenai pasar tempat perdagangan tapi seringkali lupa tentang surplus. Secara gamblang, orang bisa berdagang hanya ketika kebutuhan dasar hidupnya tercukupi sehingga ia bisa menjual kelebihan yang dimiliki. Konsep dasar ini mesti dipahami sebab jika tidak, maka banyak yang akan terjebak dalam area perdagangan (jual-beli) yang sama sekali tidak akan menguntungkan. Yang banyak ini tidak hanya menyangkut orang tetapi juga negara. Rangkaiannya adalah keadaan surplus akan melahirkan pasar, dan mekanisme pasar (nilai tukar-menukar serta caranya) dapat berjalan melalui birokrasi di mana maknanya adalah kekuasaan. Dan sejarah kapitalisme di mana kita hidup di dalamnya, dibangun dari penguasaan atas rangkaian ini, selamat berbahagia.

Rumah, 290320
Dipantik dari bab pertama buku:
Yanis Varoufakis. 2017. Talking to My Daughter, A Brief History of Capitalism. London: Vintage.

11 comments:

  1. Saat ini di pasar banyak penjual yang tutup. Warung warung juga tutup. Bakul janganan tutup. Mulai tidak surplus po ya?

    ReplyDelete
  2. Tenan lho... Angkringan cerakku yo tutup, jare sing dodol mentahan tutup, terus rabisa olah-olah sing arep didol

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, berita corona marai wedi akhire sing metu berita sing positif tapi sing luwih medeni ya kanyatan ngene iki... Dampake...sing duwe bayaran tetep sasen isa tentrem uripe, lha sing uripe mbendinan sapa sing mikirke?

      Delete
    2. Betul... Tanggaku sing bayarane ora sasen ngomong: suket pinggir dalan iki yen dioseng-oseng enak ora yo? Kiro kiro mendemi ora yo?

      Delete
    3. Nah kui, dadi ora kok ming perkara ati tentrem kanggo awake dhewe nanging uga kanggo liyan. Wus sakmestine yen ana pambiyantu saka pamong praja kanggo masyarakat sing uripe mbendinan ngene iki. Kudu ana tandang kang nyata dimen supaya ati tentrem ki rata dirasakake. Mengkono.

      Delete
  3. Menarik. Tak terpikirkan olehku sebelumnya rangkaian ini... surplus-pasar-mekanisme pasar-kekuasaan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rangkaian itu tidak dimiliki negara berkembang, meskipun punya surplus alhirnya jadi surmin.

      Delete
    2. Membayangkan gimana yg akhirnya terjadi malah surmin...

      Delete