---Wiwin Suhastari
Saya dilahirkan dari keluarga biasa – biasa saja. Saya anak pertama dari 7 bersaudara yang terdiri dari 6 perempuan dan satu laki-laki.
Di usia pendidikan yaitu sejak SD sampe SLTA saya tinggal dengan kedua ortu beserta ke-6 adik-adik saya. Saya tinggal di sebuah desa namanya Kweni, Panggung Harjo, Sewon Bantul.
Sebetulnya orang tua tidak punya latar belakang seni sama sekali. Ayah bekerja dibidang pendidikan sebagai PNS di Dinas Pendidikan Propinsi DIY, sedangkan ibuku bekerja di bidang medis yang bekerja sebagai perawat di RS Sarjito.
Untuk pendidikan karena alasan biaya, orang tua selalu mengarahkan agar saya dan adik-adik bisa bersekolah di sekolah negeri yang notabennya biaya pendidikannya masih relatif murah.
Meski begitu harapan orang tua tidak bisa terpenuhi sepenuhnya karena dua dari keenam adikku harus sekolah diluar negeri alias di sekolah swasta.
Meski orang tuaku tidak berlatar belakang seni, tapi ayah ibu tidak pernah melarangku mengikuti kegiatan-kegiatan yang dinilai positif yang ada di sekitarku.
Saat itu aku masih duduk di kelas 3 Sekolah dasar, dan kebetulan di lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku ada gedung pertemuan yang oleh pemiliknya gedung tersebut sering disewakan untuk Pernikahan, Pentas Seni ( ludruk, kethoprak, wayang orang, wayang kulit dll) sehingga saya sering diajak oleh Om atau nenek untuk menonton pentas Seni tersebut.
Meski saya tidak punya darah seni, tapi karena sering melihat pentas-pentas seni di gedung itu, tanpa kusadari saya mulai tertarik dengan gerakan-gerakan penari saat pentas.
Bahkan saya sering menari sendiri mencoba menirukan gerakan tarian yang saya lihat di depan kaca. Lucu memang kalau ingat masa itu........he he he. Dan setelah Om ku mengetahui bahwa aku ternyata seneng menari, akhirnya di kelas 4 SD saya diikutkan les di Pendopo TejoKusuman. Mulai kelas 4 SD saya belajar menari gaya Jogja di pendopo Tejakusuman. Selama mengikuti kursus yang saya ingat dan paling berkesan, temen2 yang menari itu ternyata anak-anak dan remaja-remaja yang semuanya rata-rata cuantiik-cuantiik, badannya bagus, kulitnya mulus-mulus. Dan yang lakipun juga cakep-cakep. Setelah saya tahu, ternyata memang mereka sebagian besar adalah putra putri bendoro – bendoro yang masih kerabat keraton Ngayogyokarto atau ptra-putri para abdi dalem......
Tidak lama hanya kurang lebih 1 tahun saya belajar menari di pendopo Tejokusuman karena Om yang biasa mengantar saya melangsungkan pernikahan, jadi masih satu tarian yang saya bisa (hanya sebatas bisa) yaitu baru bisa menari Tari Sari Tunggal.
Beberapa minggu setelah saya berhenti latihan di pendopo Tejokusuman, gedung pertemuan yang biasa dipakai pentas seni setiap hari rabu dan minggu sore digunakan sebagai sanggar tari. Akhirnya saya ikut bergabung di sanggar tari tersebut. Setelah beberapa waktu saya bergabung di sanggar tari tersebut akhirnya saya bisa menari beberapa jenis tarian gaya SOLO antara lain : tari Golek, tari gambyong, tari Gamberanom, tari Klono Topeng, tari Bondan, tari Menak Jinggo dayun dan beberapa jenis tari kreasi baru. Bahkan saya sempat dijadikan asisten oleh guru tari dan diajak pentas kemana-mana bahkan sampe luar kota.
Dengan berdasarkan pengalaman yang saya ceritakan, saya bisa ambil kesimpulan bahwa meski saya tidak punya bakat seni ( seni tari) karena sering menyaksikan pentas-pentas di lingkungan saya, akhirnya secara tidak sadar muncul rasa SENANG dan TERTARIK untuk menjadi BISA (meskipun hanya sekedar bisa).
Sekarang kegiatan berseni tari itu tidak berkembang bahkan mati karena memang lingkungan saya (keluarga/suami) tidak mendukung, akhirnya kegiatan menaripun berhenti sampe sekarang.
Dari pengalaman saya diatas, saya juga berusaha untuk masuk dan bergabung di lingkungan temen-temen yang piawai dalam menulis. Sehingga harapan saya dengan masuk dalam lingkungan pakar dalam hal menulis, muncul rasa SENANG dan TERTARIK untuk berupaya belajar untuk bisa MENULIS dan terus MENULIS. Apapun bentuk dan materi tulisannya.
Sip mbak Win, pokoke nulis terus.
ReplyDeleteSiaap m Eko, meski glothak glathuk In Sya Allah belajar nulis terus. mtr nwn supportnya
DeleteWow...tau gak mbak Wiwin, rasa senangku hari ini bertambah karena mbak Wiwin akhirnya menulis.... dan,bukankah rasa senang karena pengaruh lingkungan itu juga terjadi pada kegiatan menyanyinya mbak Wiwin?
ReplyDeletebetul banget mb Rin, lha itu yang juga arep tak pake bahan belajar nulisku selanjutnya.
DeleteTop tenan mbak Wiwin.....namanya sudah muncul...lanjut mbak....
ReplyDeleteInggih p Gede, meskipun mung isih waton nulis nggih. Mtr nwn p Gede
ReplyDelete