Thursday, April 9, 2020
Kebersamaan
---Eko Santosa
Kebebasan atau kemerdekaan individu yang dijanjikan dalam masyarakat modern mendapatkan tantangan terbesar saat ini. Ketika bencana terjadi – seperti kasus Covid-19 ini – kemewahan individualitas dipertanyakan ulang, utamanya dalam konteks keberlangsungan hidup manusia. Kali ini, kebersamaan dalam arti kemanusiaan kembali dibangkitkan. Tujuannya untuk mengatasi masalah dan merawat kehidupan bersama. Sumbang sih setiap orang diharapkan untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak mudah, sungguh. Setiap individu yang bekerja atau berusaha mendapatkan apa yang diinginkan tiba-tiba dihimbau untuk menyisihkan sebagian dari usahanya. Justru banyak individu yang mengambil keuntungan dari situasi sulit seperti menaikkan harga kebutuhan pokok atau menumpuk barang dengan niat menaikkan permintaan. Tidak ada yang salah dalam konteks ekonomi namun menjadi pertanyaan besar dalam konteks kemanusiaan.
Dr. Tirta – seorang dokter yang selalu berusaha membantu pemenuhan kebutuhan peralatan pelindung diri bagi dokter dan tenaga kesehatan – misalnya, dalam cuitan atau wawancaranya mengatakan bahwa ia terpaksa membeli semua peralatan itu dari reseller – yang tentu saja telah menaikkan harganya. Alasannya sederhana, jika barang yang dibutuhkan tidak dibeli, maka persediaan akan semakin kurang. Jadi, ia dan para kolega terpaksa membelinya, demi kebersamaan dan kemanusiaan. Hal ini sama dengan yang terjadi untuk kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat, di mana usaha saling bantu antaranggota masyarakat tak kan juga berkuasa menurunkan harga. Namun, kesadaran akan kuatnya jalinan kebersamaan mesti dibangun untuk melawan kondisi semacam ini.
Di dalam satuan kecil pamong praja di Desa Gunungwuled Kabupaten Purbalingga – seperti diberitakan vivanews, 29 Maret 2020 – seorang Lurah memberikan jaminan kelangsungan hidup untuk setiap kepala keluarga dalam satu dusun selama masa karantina pandemi Covid-19. Satu tindakan nyata yang mampu menyalakan kebersamaan sekaligus disulut oleh pamong praja. Ada lagi Kelurahan Campago Ipuh, Bukittinggi Sumatera Barat (diunggah akun @felagonna di twitter) di mana organisasi pemuda dan masyarakatnya membuat keputusan agar setiap warga menyumbangkan bahan makanan untuk dikumpulkan. Bahan makan terkumpul ini akan dikelola bersama dan dibagikan kembali ke masyarakat jika karantina diberlakukan. Konsep kebersamaan semacam ini jelas diperlukan dan menasbihkan bahwa kepentingan individu untuk sementara mesti dipinggirkan.
Peran pramong praja dan masyarakat seperti tersebut di atas dapat diambil alih oleh negara – selain yang sudah diupayakan selama ini tentu saja - seperti apa yang diusulkan oleh Budiman Sudjatmiko di Harian Kompas, 7 April 2020. Dalam artikel “Berdana, Berdata, Berdaya”, ia mengusulkan jejaring uang jaminan untuk rakyat tanggap darurat dalam 3 skema. Pertama adalah memberikan bantuan pendanaan dengan 3 kategori: 1 juta Rupiah, 500 ribu Rupiah, 250 ribu Rupiah per bulan selama masa tanggap darurat kepada semua penduduk. Skema kedua adalah pemberian dana dengan kategori sama utuk penduduk usia 15 tahun ke atas. Skema ketiga adalah bantuan pendaaan diberikan kepada wilayah-wilayah dengan dampak terbesar saja. Dana ini didapatkan dari 60% dana pemerintah (daerah dan pusat) dan 40% iuran masyarakat yang diambilkan dari simpanan/tabungan di bank dengan potongan jumah iuran terkecil adalah 100 ribu Rupiah per tabungan. Konsep semacam ini mesti direncanakan dengan baik sehingga pada saat-saat keadaan darurat tertentu di masa datang bisa diterapkan segera.
Kebencanaan atau kedaruratan terjadi memang tidak bisa diduga, namun persiapannya bisa dilakukan jauh hari sebelum hal itu terjadi. Apa yang dilakukan oleh Dr. Tirta, Lurah Gunungwuled, dan Kelurahan Campago Ipuh itu segera bisa teratasi ketika hal-hal yang dibutuhkan dalam situasi darurat kebencanaan sudah tersiapkan sebelumnya. Usulan Budiman bisa dipertimbangkan untuk menyediakan apa yang dibutuhkan tersebut. Di dalam hal menyelenggarakan hidup, kebersamaan merupakan kewajiban bagi semua manusia. Tidak ada ruginya menepikan sementara individualimse demi merawat kemanusiaan, karena yang disebut individu adalah manusia juga. Salam. (**)
Rumah, 080420
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Setuju...yg namanya individu adalah manusia, yg perlu 'dimanusiakan' dalam arti sebenarnya, bukan dalam arti politik.
ReplyDeleteSepakat.
DeleteIni juga saatnya membuktikan bagaimana lima nilai utama pendidikan karakter bangsa yang selama ini "dihapalkan" untuk diintegrasikan dalam mata diklat/mata pelajaran secara normatif diwujudkan dalam kehidupan nyata...
ReplyDeleteMari kita laksanaken.
ReplyDelete