Biasanya, jika saya akan mengerjakan sesuatu menggunakan laptop, sebelum pekerjaan inti saya kerjakan, terlebih dahulu saya membuka file wayang, dan menontonnya walaupun hanya beberapa menit. Apalagi kalau saat sedang di kantor, dan ada internet. Pertama-tama saya membuka youtube, untuk menonton wayang, agar mengetahui perkembangannya.
Saat menonton wayang tersebut, biasanya saya kemudian ingat waktu semasa kuliah dulu. Saat-saat saya belajar mendalang, baik teori maupun praktik. Saya masih ingat, pada saat perkuliahan dimulai, dosen saya (mBah Pringgo Satata, sekarang sudah Almarhum), memegang wayang kayon atau gunungan. Kemudian menjelaskan makna gunungan tersebut secara rinci. Yang mengesankan saya saat itu adalah makna gambar lutung yang ada di kayon tersebut. Lutung adalah Kera berbulu hitam kelam dan berekor panjang. LUTUNG merupakan kependekan atau kerata basa dari LULUT ING PETUNG.
LUTUNG, manusia harus lulut ing petung. Setiap perbuatan, perkataan, tingkah laku, solah bawa, muna-muni, harus selalu diperhitungkan, agar jangan sampai perbuatan dan perkataannya tersebut merugikan diri sendiri dan orang lain. Lulut ing petung ini dalam Islam disebut Muhasabah, yaitu manusia yang mau menghitung, memperhatikan, dan mengevaluasi dirinya sendiri. Apakah hidupnya dipenuhi dengan dusta, tipu daya, dan pura-pura. Apakah hidupnya angkuh, serakah dan suka menghalalkan segala cara. Intinya, jika ingin menjadi manusia yang baik, maka harus bisa lulut ing petung, bisa mengoreksi dirinya sendiri. Pada kenyataanya, mencari kejelekan orang lain kelihatannya mudah, namun untuk meneliti kejelekan diri sendiri sering terlewati. Pepatah mengatakan, semut di seberang lautan tampak jelas, gajah di pelupuk mata tak kelihatan.
LUTUNG, manusia harus lulut ing petung. Jika kita tidak mau melihat diri sendiri, tetapi banyak mengoreksi orang lain, mungkin kita akan menyesal, karena janma tan kena kinira, kemampuan seseorang tidak dapat di tebak, apalagi jika hal itu hanya didasarkan pada kondisi fisiknya saja. Tentu kita akan salah dalam menilainya. Selain itu, di dunia ini, banyak orang yang ternyata nyolong pethek, maksudnya kemampuan seseorang jauh melebihi dari perkiraan. Nyolong berarti mencuri, pethek berarti tebakan. Setiap kita menebak pasti salah, karena kemampuannya ternyata jauh melebihi dari tebakan kita. Itulah orang yang nyolong pethek. Oleh sebab itu kita tidak peru lagi menilai seseorang atas dasar kondisi fisik semata. Siapa tahu, orang yang tampak hina ternyata adalah bathok bolu isi madu (tempurung yang berisi madu). Bathok artinya tempurung. Bolu berasal dari kata bolong telu (berlubang tiga). Isi madu artinya berisi madu. Tempurung yang berlubang tiga tetapi isinya madu. Maksudnya adalah orang yang hanya seperti tempurung, dan tempurung saja berlubang tiga, orang yang dianggap hina, tidak berharga, namun ternyata banyak mempunyai kelebihan-kelebihan yang sangat menakjubkan, yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Ungkapan-ungkapan tersebut memberikan pengertian bahwa betapa pentingnya menghargai orang lain, tanpa mempertimbangkan keadaan fisik yang dilihatnya sebagai landasan menilai seseorang. Banyak kasus justru penilaian kita salah, dan yang terjadi adalah sebaliknya. Dimulai dari diri sendiri, marilah kita menjadi LUTUNG. Menjadi manusia yang bisa lulut ing petung. Itulah nasihat yang saya terima saat kuliah di STSI Surakarta dulu. STSI : Sekolah Tanpo Sinau Isoh. Semoga kita selalu bahagia. Aamiin.
Pokoh, senin pahing, 06 April 2020
Purwadi.
Siiip artikelnya tentang lutung, cuma sayang wajah lutung ga cakep ya....🙂
ReplyDeleteHehe...
DeleteKalo hitam, hitam manis, lumayan, tapi kalo hitam lutung... Hehe
Banyak ajaran di dalam pewayangan, bagi orang awam adalah sulit karena dalam pewayangan, bahasa kode atau kiasan itu sangat lumrah.. Dari sinilah ilmu semiotika dan hermeunetika berperan
ReplyDeleteBetul mas, tak mudah memahami wayang. Maka saya pun lebih paham kalau membaca wayang, dari pada menonton wayang.
DeleteJooss... Apalagi nanti klo sdh ngopeni ngelmu rasa.... Luwih angel munggwing wong saiki
ReplyDeleteApik, sipp
ReplyDeleteApik tulisan iki, sip. Ananging neng dhaerah nggonku kui LUTUNG dadi jinising werna. Umpamane ana wong kongkon anake, "Le, tulung bapak tukokna cet sing wernane ireng lutung!', ngono kui.
ReplyDeleteIreng lutung, betarti sing warnane koyo lutung.
DeleteKira-kira ngono, kui mono isih seduluran karo Klawu Munyuk lan Ijo Telek Lencung
DeleteTerima kasih, mas Pur.
ReplyDeleteSaya suka...
Saya akan ingat2 supaya bisa jadi lutung dengan makna seperti yg diajarkan dalam tulisan ini...
Terima kasih mBak Rin. Sebatas mengingat ingat suatu ajaran dalam wayang, dan maaf, tulisan itu tidak bisa puitis seperti tulisan mBak Rin.
DeleteMalah mas Pur juga punya kekhasan lho dalam menulis...makin banyak tulisannya, makin bisa terlihat kekhasannya...nulis terus ya mas, saya seneng mbacanya...
Delete