Friday, April 3, 2020

WfH Series: Google Classroom Yang Naik Daun



---Rohmat Sulistya


______
Disclaimer: 100% opini
______




Pandemi covid-19 yang menyebar di hampir seluruh permukaan bumi, memaksa kebiasaan dan perilaku hidup manusia berubah total. Hal ini disebabkan oleh sifat unik virus yang berpotensi menyebar ketika orang berinterasi antar individu. Dan tentu saja, cara yang paling logis dan efektif untuk memutus penyebaran adalah membatasi interaksi.

Dunia menjadi ‘hidup’ karena digerakkan oleh interaksi antar individu. Saling bicara, saling bersalaman, saling berpeluk cium, saling berkumpul adalah aktivitas basic untuk menghadirkan pergerakan sosial. Dari hal-hal tersebut maka terbentuklah aktivitas belajar, aktivitas bekerja, aktivitas bersantai untuk membangun ranah-ranah kehidupan peradaban yang lebih besar seperti pendidikan, ekonomi perdagangan, hiburan, dan sosial budaya lain.

Interaksi tetap harus berlangsung meskipun ada keterbatasan yang luar biasa, karena ini kebutuhan dasar dan alamiah seorang individu. Ibarat air, ia akan mencari celah-celah agar tetap mengalir walaupun dihambat. Hal itu juga yang terjadi pada interaksi di dunia pendidikan, khususnya proses pembelajaran. Sekolah-sekolah, universitas-universitas, kursus-kursus ditutup demi keselamatan bersama. Tutupnya gedung sekolah tidak serta merta menutup interaksi pembelajarannya. Karena kondisi yang memaksa inilah, moda pembelajaran online menjadi solusi yang layak dan paling mungkin. 

Platform-platform pembelajaran online ramai-ramai menunjukkan tanggung jawab sosial mereka dalam rangka menyikapi keadaan demi tetap berlangsungnya proses pembelajaran. Dan ini adalah langkah yang sangat baik. Melaui platform-platform ini, siswa cenderung belajar mandiri, dimana platform berperan sebagai guru pengganti, menggantikan guru sebenarnya yang sedang WfH. Hal ini nampak sekali pada Ruangguru dan Rumah Belajar, misalnya.

Tetapi pada platform penyedia sistem pembelajaran (baca: learning management system, LMS) respon terhadap kondisi ini tidak terlalu gegap gempita. Ada beberapa LMS yang kita kenal, misalnya Moodle, Schoology, Kelase, Edmodo, dan Google Classroom tidak terlalu heboh menawarkan 'dagangannya'. Hal ini wajar, karena  sejatinya 
mereka gratis pada fitur basicnya. Mereka akan mengutip dollar dan rupiah, ketika pengguna memanfaatkan fitur yang lebih komplet. Tetapi pada akhirnya, pengguna sendiri akan menilai, LMS mana yang paling simple, fleksibel, dan murah ditinjau dari berbagai sisi. Sekolah-sekolah dengan tingkat literasi digital guru yang cukup baik dapat memanfaatkan salah satu dari platform LMS tersebut. Tetapi untuk sekolah-sekolah dengan literasi digital terbatas, Whatsapp masih menjadi penyelamat. Tiada rotan akarpun jadi. Tugas difoto dan diunggah di grup ortu siswa, siswa mengerjakan, difoto, dan dikirim ke guru. Dalam keadaan ini, kreativitas guru menjadi penting untuk tetap memberikan pembelajaran, walaupun dengan moda sederhana. 

Google Classroom adalah LMS yang paling naik daun saat ini. Pada akhir tahun 2019, Classroom ini masih diluar dari 100 aplikasi terpopuler versi AppBrain’s. Tetapi pada awal Maret 2020, Google Classroom melesat masuk dalam 5 aplikasi terpopuler. Ini adalah fenomena yang luar biasa dimana dalam beberapa minggu saja 50 juta orang mengunduh aplikasi ini untuk tetap menyelenggarakan pembelajaran. Angka ini belum termasuk pengguna yang menggunakan versi web.

Mengapa Classroom begitu popular di Indonesia dan dunia? Setelah beberapa hari ini melihat-lihat fitur Classroom, aplikasi ini sederhana dan tidak ‘macem-macem’. Faktor lain yang menjadi keunggulannya adalah sistem backup yang otomatis ketika sebuah file diunggah atau digenerate. Dan tentu saja Google mampu, karena mereka punya Google Drive. Fasilitas ini yang menjadikan antara siswa dan guru tidak perlu berpikir tentang portfolio karena semua pekerjaan sudah otomatis disimpankan. Apalagi kalau dalam pembelajaran, pekerjaan dilakukan menggunakan aplikasi google based seluruhnya misal Google Docs, Sheet, Slides dan lainnya maka ini akan sangat memudahkan dan daya interaktifnya lebih maksimal.

Disamping itu, platform ini sangat potensial untuk digunakan pada pembelajaran yang student centered, misal problem based learning. Guru dapat memandu pengerjaan sintaks model pembelajaran dengan mudah dan sistematis. Siswa dapat melaporkan setiap pekerjaan per sintaks yang diperintahkan. Dan mungkin masih banyak potensi-potensi positif yang dapat digali dari LMS yang sederhana dan fleksibel ini.

10 comments:

  1. OK. Terima kasih, mas Rohmat, untuk 'intro' tulisannya mengenai google classroom. Ditunggu lanjutannya ya...

    ReplyDelete
  2. Idem mb Rin, ditunggu seri berikutnya ya..

    ReplyDelete
  3. Mbayangke jika p4tk punya aplikasi khusus utk belajar dan mengajar seni.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apakah membuat aplikasi ini bisa termasuk pengembangan profesinya teman2 PTP ya...

      Delete
    2. Sangat bagus kl bisa; setidaknya memanfaatkan yg paling sesuai. Yg jelas u/ mewujudkannya modal pertama adl passion.
      Utk teman PTP ini adl pekerjaan utama: membuat hipermedia

      Delete
    3. Berarti tepat kalo itu termasuk tugas utama teman2 PTP ya...

      Delete