---Ceravina Susanti
Bahasa jawa.... bahasa yang saya pergunakan dalam keseharian.
Ya... saya setuju bila ada yang mengatakan bahwa bahasa jawa itu sulit bila kita sudah masuk ke ranah pelajaran bahasa jawa terutama kalau sudah sampai pada “basa krama” dan “aksara jawa”.
Dalam bahasa jawa sering kita jumpai tulisannya sama tetapi bila pengucapannya beda maka akan berbeda artinya. Apalagi bagi anak-anak “Jaman Now”, banyak kata atau ungkapan jawa yang tidak mereka mengerti.
Berikut ini beberapa contoh kasus:
1. Suatu waktu (berapa tahun yang lalu) kami sekeluarga dalam perjalanan, waktu itu anak ragil kami masih kelas 2 atau 3 SD sedangkan kakak-kakaknya sudah kuliah. Dalam perjalanan biasa ngobrol, kadang nyanyi2 (sebisanya) dan saat itu kami nyanyi lagu anak2 bahasa jawa yang sebenarnya mengandung “pitutur” yang sangat bagus.
“Siji loro telu, astane sedheku, mirengake bu guru menowo didangu. Papat nuli limo...” tiba2 anak ragil tadi menyahut “aku tahu....empat ratus ribu”. Kami bengong semua “apa maksudnya?” Kemudian semua kepingkel-pingkel setelah tahu maksudnya dan nyanyian tdk dilanjutkan.
Coba menurut teman-teman, kenapa anak ragil kami bisa menyahut “empat ratus ribu”?
2. Dialog guru bahasa jawa dengan beberapa murid di sekolah tetapi bukan waktu pelajaran.
Bu Guru: “Nomer absenmu piro? yen raiso kramane jawaben nganggo basa ngoko”
Siswa 1 :”rongpuluh papat bu”
Bu Guru: “Huss... raono rongpuluh papat. Patlikur”
Siswa 1: “ya bu, maaf...saya ulangi. Patlikur”
Siswa 2 (bisik2):”aku tadi kalau ditanya juga mau njawab rongpuluh lima” (karena dia no. 25)
Siswa 1: “setelah aku dikoreksi sama bu Guru, kamu mau njawab apa?”
Siswa 2:”lima likur”
Bu Guru (mendengar): “selawe”
3. Musim WfH, LfH karena COVID-19, saya mendampingi PTS online anak ragil. Paling berkesan waktu mapel bahasa jawa yakni pada soal-soal aksara jawa. Siswa diminta untuk menjawab soal-soal tulisan aksara jawa kemudian memilih jawaban dengan aksara jawa juga.
Saya tertarik untuk ikut membaca aksara jawa dengan ingatan yang “tinggal lamat-lamat” (alasan, padahal pancen bodho hehehe...) karena dulu saya paling senang dengan pelajaran aksara jawa.
Pada salah satu soal menggunakan aksara jawa, kami baca dengan mengeja persuku kata “PU-TRA-KU DU-BEK ..-MA-RANG .....” kami berdua bingung ada satu suku kata yang belum terbaca yakni di depan kata MARANG. (tidak boleh membuka catatan)
Kemudian kami cermati lagi dan ketemu bunyinya TIMARANG, terus apa maksudnya? Karena masih belum ngeh dengan bunyi kalimat, kami coba dengan membaca opsi jawaban.
a. Kanca
b. Wong tuwo
c. ....
d. ....
Setelah itu baru kami sadar maksudnya, ternyata salah memenggal kata dan kami kepingkel-pingkel (lagi) berdua. Bunyi kalimat yang benar adalah “Putra kudu bekti marang ....”.
Saat itu baru tersadar bahwa dalam tulisan dengan aksara jawa tidak ada pemenggalan kata perkata, jadi satu kalimat utuh (ndlujur). Istilahnya yang benar apa ya, mohon petunjuk pada para ahli bahasa kita.
Akhirnya hari itu saya “ketungkul” belajar membaca aksara jawa sampe hampir lupa laporan (telat).
Nah... ternyata mendampingi LFH saat WFH dapat menjadi aktivitas yang menyenangkan dan menyehatkan.
Mari teman-teman kita nikmati WFH, kita tahan rasa kangen untuk bertemu dan bercanda.
Semoga bencana COVID-19 segera berakhir dan kita bisa beraktivitas secara normal lagi.
Amin....
Maaf...hanya cerita kurang bermakna seperti ini “urun cerita” yang bisa saya tuangkan dalam tulisan.
Pertengahan April 2020
Salam sehat
Santi
Catatan (berkaitan dengan nilai nilai PPK):
Walaupun PTS dilaksanakan secara daring, dikerjakan di rumah tetapi anak-anak tetap patuh dengan perintah “harus jujur”, jadi betul-betul tidak membuka catatan, tidak bertanya pada teman (chating), tidak searching jawaban di internet dan tidak menggunakan kalkulator waktu menghitung padahal buku catatan, buku pelajaran dan HP ada di dekatnya. Kenapa saya bisa mengatakan demikian? Karena setelah selesai mengerjakan soal dan submit, skor hasilnya bisa langsung dilihat dan mereka “melaporkannya di WAG kelas. Hasilnya banyak juga yang nilainya kurang dari KKM dan harus remidi. Kalau mereka nyontek pasti banyak yang lolos KKM dan ini saya amati selama mendampingi anak melaksanakan PTS daring.
Gambar :
https://hitsbanget.com/bahasa-jawa-merupakan-salah-satu-bahasa-yang-paling-banyak-digunakan-di-dunia/
Ya... saya setuju bila ada yang mengatakan bahwa bahasa jawa itu sulit bila kita sudah masuk ke ranah pelajaran bahasa jawa terutama kalau sudah sampai pada “basa krama” dan “aksara jawa”.
Dalam bahasa jawa sering kita jumpai tulisannya sama tetapi bila pengucapannya beda maka akan berbeda artinya. Apalagi bagi anak-anak “Jaman Now”, banyak kata atau ungkapan jawa yang tidak mereka mengerti.
Berikut ini beberapa contoh kasus:
1. Suatu waktu (berapa tahun yang lalu) kami sekeluarga dalam perjalanan, waktu itu anak ragil kami masih kelas 2 atau 3 SD sedangkan kakak-kakaknya sudah kuliah. Dalam perjalanan biasa ngobrol, kadang nyanyi2 (sebisanya) dan saat itu kami nyanyi lagu anak2 bahasa jawa yang sebenarnya mengandung “pitutur” yang sangat bagus.
“Siji loro telu, astane sedheku, mirengake bu guru menowo didangu. Papat nuli limo...” tiba2 anak ragil tadi menyahut “aku tahu....empat ratus ribu”. Kami bengong semua “apa maksudnya?” Kemudian semua kepingkel-pingkel setelah tahu maksudnya dan nyanyian tdk dilanjutkan.
Coba menurut teman-teman, kenapa anak ragil kami bisa menyahut “empat ratus ribu”?
2. Dialog guru bahasa jawa dengan beberapa murid di sekolah tetapi bukan waktu pelajaran.
Bu Guru: “Nomer absenmu piro? yen raiso kramane jawaben nganggo basa ngoko”
Siswa 1 :”rongpuluh papat bu”
Bu Guru: “Huss... raono rongpuluh papat. Patlikur”
Siswa 1: “ya bu, maaf...saya ulangi. Patlikur”
Siswa 2 (bisik2):”aku tadi kalau ditanya juga mau njawab rongpuluh lima” (karena dia no. 25)
Siswa 1: “setelah aku dikoreksi sama bu Guru, kamu mau njawab apa?”
Siswa 2:”lima likur”
Bu Guru (mendengar): “selawe”
3. Musim WfH, LfH karena COVID-19, saya mendampingi PTS online anak ragil. Paling berkesan waktu mapel bahasa jawa yakni pada soal-soal aksara jawa. Siswa diminta untuk menjawab soal-soal tulisan aksara jawa kemudian memilih jawaban dengan aksara jawa juga.
Saya tertarik untuk ikut membaca aksara jawa dengan ingatan yang “tinggal lamat-lamat” (alasan, padahal pancen bodho hehehe...) karena dulu saya paling senang dengan pelajaran aksara jawa.
Pada salah satu soal menggunakan aksara jawa, kami baca dengan mengeja persuku kata “PU-TRA-KU DU-BEK ..-MA-RANG .....” kami berdua bingung ada satu suku kata yang belum terbaca yakni di depan kata MARANG. (tidak boleh membuka catatan)
Kemudian kami cermati lagi dan ketemu bunyinya TIMARANG, terus apa maksudnya? Karena masih belum ngeh dengan bunyi kalimat, kami coba dengan membaca opsi jawaban.
a. Kanca
b. Wong tuwo
c. ....
d. ....
Setelah itu baru kami sadar maksudnya, ternyata salah memenggal kata dan kami kepingkel-pingkel (lagi) berdua. Bunyi kalimat yang benar adalah “Putra kudu bekti marang ....”.
Saat itu baru tersadar bahwa dalam tulisan dengan aksara jawa tidak ada pemenggalan kata perkata, jadi satu kalimat utuh (ndlujur). Istilahnya yang benar apa ya, mohon petunjuk pada para ahli bahasa kita.
Akhirnya hari itu saya “ketungkul” belajar membaca aksara jawa sampe hampir lupa laporan (telat).
Nah... ternyata mendampingi LFH saat WFH dapat menjadi aktivitas yang menyenangkan dan menyehatkan.
Mari teman-teman kita nikmati WFH, kita tahan rasa kangen untuk bertemu dan bercanda.
Semoga bencana COVID-19 segera berakhir dan kita bisa beraktivitas secara normal lagi.
Amin....
Maaf...hanya cerita kurang bermakna seperti ini “urun cerita” yang bisa saya tuangkan dalam tulisan.
Pertengahan April 2020
Salam sehat
Santi
Catatan (berkaitan dengan nilai nilai PPK):
Walaupun PTS dilaksanakan secara daring, dikerjakan di rumah tetapi anak-anak tetap patuh dengan perintah “harus jujur”, jadi betul-betul tidak membuka catatan, tidak bertanya pada teman (chating), tidak searching jawaban di internet dan tidak menggunakan kalkulator waktu menghitung padahal buku catatan, buku pelajaran dan HP ada di dekatnya. Kenapa saya bisa mengatakan demikian? Karena setelah selesai mengerjakan soal dan submit, skor hasilnya bisa langsung dilihat dan mereka “melaporkannya di WAG kelas. Hasilnya banyak juga yang nilainya kurang dari KKM dan harus remidi. Kalau mereka nyontek pasti banyak yang lolos KKM dan ini saya amati selama mendampingi anak melaksanakan PTS daring.
Gambar :
https://hitsbanget.com/bahasa-jawa-merupakan-salah-satu-bahasa-yang-paling-banyak-digunakan-di-dunia/
Itu sama dengan joke lagu bengawan solo yang pemenggalannya tidak tepat: benga....wanso....loriwayat....mui😀😀
ReplyDeleteiya mbak karena salah dalam pemenggalan kata hehehe....
DeleteWuahhaahha. . Lucu tenan nek iki, sip mbak Santi. Lanjut nulise ya.
ReplyDeletenjih mas Eko, maturnuwun
DeleteSiip Mbak Shanti...
ReplyDeletematurnuwun (mbak po mas iki?)
DeleteBu carik antem anteman....
ReplyDeleteTernyata:
Bu carikan teman teman
wah...iso didukani pak dhalang iki. Ampun pak....
DeleteJoss mBak.
DeletePapat nul,le limo, sama dengan empat ratus ribu.
Haha..
Papat nuli limo.. 4 00000 pas, empat ratus ribu
ReplyDeleteNah ini...ibunya WfH, anaknya LfH, ketemu di pelajaran basa Jawa...😁 dan hasilnya jadi tulisan apik ✍
ReplyDeleteLucu2 yang dituliskan benar2 terjadi... menuliskan pengalaman itu menarik dan mudah karena sumbernya diri kita sendiri... Lanjutannya ditunggu, ya mbak Santi...
Siip Mbak Shanty..
ReplyDelete