Kita yang lahir di tahun 1960, tahun 1970, dan tahun 1980 an adalah generasi yang layak disebut generasi paling beruntung. Karena kitalah generasi yang mengalami loncatan teknologi yangg begitu mengejutkan di abad ini, dengan kondisi usia prima. Dimana pada saat itu kita pernah menikmati lampu petromax dan lampu minyak, sekaligus menikmati lampu bohlam, TL, hingga LED. Setiap sore saya harus membantu untuk menyalakan lampu petromak. Diawali dengan cara naik meja kemudian mengambilnya dari tempat lubang gantungan. Mengisi minyak tanah tidak lebih dari takaran di manometer, setelah kuat menutup lubang bahan bakar selanjutnya mengisi spritus dalam lubang kecil diantara tiang lampu. Terkadang kelebihan dalam memberi spritus sehingga menetes kebagian bawah, suara Bleb sering terdengar bila terlalu banyak. Sudah pernah ku rasakan rambut depanku terjilat api dan baunya rambut terbakar rasanya jadi hapal. Dan ternyata tidak membuatku takut, tetap saya kerjakan kegiatan rutinku disetiap sore. Kembali setelah panas dan spritus habis pelan-pelan tuas saya pompa pelan-pelan setelah mulai menguning sedikit saya mainkan spuyer atau pengatur minyak keluar. Setelah mulai terang ditambahkan udara dengan memompa sampai tekanan udara cukup. Masukan tutup atau topi petromak pada tempatnya kemudian saya gantungkan petromak pada tempatnya. Rasanya puas apabila kita bisa menyalakan lampu dengan lancar tidak ada yang rewel, tetapi merasa tidak puas bila menyalakan petromak banyak masalah seperti lampu tidak mengembang, menganti lampu, jarum putus, jarum bengkok, nyala tidak stabil dan lain sebagainya.
Setiap ada tugas dari sekolah yang berkaitan dengan ketikan, karena kondisi saat itu tidak semua orang punya mesin ketik, dan pada saat itu orang yang mempunyai mesin ketik dikampungku hanya beberapa orang dan itupun sudah digolongkan orang kaya. Tugas mengetik sering saya minta ketikan di tempat pengetikan. Bila ketikan harus selesai terkadang saya tunggu sampai selesai, bunyi ketikan yang saling berirama membuat suara jadi penuh, terkadang harus berhenti sesaat untuk menghapus kesalahan huruf atau ketikan. Tip Ex adalah penghapus paling jitu dijaman itu. Pada saat saya masih di sekolah SMK untuk menyelesaikan tugas akhir peranan mesin ketik sangat diperlukan. Mau tidak mau saya harus belajar untuk dapat menyelesaikan tugas. Terkadang sore atau malam saya harus belajar untuk melincahkan ketukan mesin ketik di PMI Kota Yogyakarta. Tidak sulit, saya harus belajar di Markas PMI karena dulu Saya sudah menjadi relawan di PMI Kota Yogyakarta. Semua karyawan sudah saya kenal semua jadi di PMI Kota Yogyakarta saya belajar mengetik. Karena mesin ketik sebagian ada diluar ruangan sehingga dengan leluasa saya bisa belajar dan memang disarankan memanfaatkan waktu luang. Dengan adanya kemajuan teknologi peranan mesin ketik lambat laun mulai bergeser dengan adanya laptop. Suara ketikan sudah tidak terdengar lagi waduh berarti saya termasuk generasi terakhir yang menikmati riuhnya suara mesin ketik.
Berkaitan dengan suara saya termasuk generasi terakhir yang merekam lagu dari radio dengan tape recorder (terkadang pitanya mbulet atau tidak muncul suaranya). Berbeda di zaman modern menikmati mudahnya mendownload lagu dari gadget. Semua bisa didapatkan tinggal sesuka hati mau MP 3 atau mau MP4 semua tinggal mengunduh dilangit. Kemajuan teknologi sangat membantu sekali. Terlebih dimana dulu telephone hanya mendengar suara ataupun dulu telegram kalo ingin mendapatkan informasi secara cepat dan mahal karna dihitung jumlah per kata itulah telegram yang ditawarkan.
Tetapi di Era digital kita ngomong berhadapan dan anehnya lagi orang yang diajak berbicara bisa muncul berhadapan di handphone kita. Apa yang kita minta, apa yang kita inginkan bisa muncul. Itulah hebatnya kemajuan teknologi bisa membedah ruang dan waktu.
Kitalah generasi dengan masa kecil bertubuh lebih sehat dari anak masa kini, karena lompat tali, loncat tinggi, petak umpet, gobak sodor, main kelereng, karetan,sumpit-sumpitanan, sundah mandah adalah permainan yang tiap hari akrab pada masa itu. Ironis memang dimana anak anak ini mata dan jari kita dimanjakan dengan adanya berbagai game di gadget atau harus mengunduh dilangit. Sikap perubahan yang mendasar sangat jelas dimana sikap individu mendominasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kitalah generasi terakhir yang pernah mempunyai kelompok/geng yang tanpa janji, tanpa telpon/sms tapi selalu bisa kumpul bersama menikmati malam minggu dan terkadang masih dilanjut janjian lari atau jalan di stadion mandala krida atau ke alun-alun utara. Niat kebersamaan yang tinggi atau komitmen sangat diperlukan pada era tersebut. Mengapa hal tersebut bisa terjadi karena kita adalah generasi yang berjanji cukup dengan hati. Berbeda dengan generasi milenial dimana maaf saya sibuk praktikum, ada tugas sekolah/kampus atau karna janjian dengan teman atau malah sekedar asyik dengan piranti handphone yang sarat layanan. Dan kita bisa mengajak tertawa yang disimbolkan oleh tulisan” wkwkwkwkwkwk itu pun mewakili komunikasi diera milenial. “Maaf ya mas Bro” ini masih baik bahasanya dibandingkan dengan “Sori brow kita kan anak millenial”. Arogansi bahasa sangat terdengar masif dan itupun diamini dikalangan mereka.
Kitalah generasi terakhir yang pernah menikmati lancarnya jalan raya tanpa macet dimana-mana. Juga bersepeda onthel / motor menikmati segarnya angin jalan raya tanpa helm di kepala. Tetapi di era ini semua harus terukur dan terbeli, dimana orang kepingin cepat sampai tidak melalui jalan reguler tetapi jalan tol yang memberikan layanan super. Dimana tiket masuk dulu harus menyiapkan uang pas atau uang receh setiap mau menikmati jalan tol tetapi sekarang dengan adanya satu sistem maka kita harus disibukkan menyiapkan saldo untuk menikmati jalan dengan E Tol.
Kitalah generasi terakhir yang pernah menikmati jalan kaki berkilo meter tanpa perlu berpikir ada penculik yang membayangi kita asal kita santun berkendara dan santun untuk bertanya tidak akan disesatkan. “Malu bertanya sesat dijalan” itu menjadi trand mark generasi masa itu, tetapi sekarang tanpa bi ba bu kita berjalan asal tujuan jelas sudah sampai ditempat dengan selamat asal kita benar mengambil titik kordinat yang ditawarkan di Mapping. Tetapi ada juga kemajuan teknologi juga mengajak untuk berputar-putar terkadang harus melalui kuburan, pasar atau atau halaman orang lain setelah itu baru sampai tujuan yang dimaksud.
Kitalah generasi terakhir yang pernah merasakan nikmatnya nonton tv (ada yg cuman hitam putih layarnya) dengan senang hati tanpa diganggu remote untuk pindah chanel sana sini rame-rame satu kampung dengan power aki yang jika strumnya akan habis layarnya tv ciut tinggal separo. Siarannya pun dominasi oleh TVRI, kebahagiaan merasakan pertama kalinya ada televisi di Indonesia atau hanya itulah satu-satunya tontonan televisi yang ada kala itu, suasana di awal-awal menyaksikan TVRI. Kisah nobar bersama warga atau para tetangga nyaris menjadi cerita seragam dari masa itu. Meskipun tayangan hanya berwarna hitam putih, tetapi semua menikmati tontonan dengan super serius dan bahagia. Bahkan, saya masih sempat menyaksikan film yang tayang tanpa suara, istilahnya: film bisu. Saya pikir, semua itu adalah kenangan yang indah, sebab sebagian besar orang menceritakannya atau mengenangnya sambil senyum-senyum sendiri. Acara TVRI sendiri, beberapa yang saya ingat: Ayo Menggambar (PakTinoSidin), AnehTapi Nyata, Berita Nusantara, Berita Terakhir, Pembinaan Bahasa Indonesia (Yus Badudu), Dari Desa ke Desa, Boneka Si Unyil, Pantomim Ria, Mimbar Agama, Dari Masa ke Masa, Irama Gambus, Kamera Ria, Aneka Ria Safari, Aneka Ria Srimulat, Operet Lebaran Papiko, Teka-teki 9 Orang, Losmen, Arena dan Juara, Dari Gelanggang ke Gelanggang, Siaran Langsung "All England", Siaran Langsung "Muhamad Ali", Berpacu dalam melodi “Koes Hendratmo sebagai ikonnya dan lainnya. Dan menteri Harmoko sangat dikenal dimasyarakat dan indentik kepanjangan tangan dari Presiden Soeharto. “Menurut petunjuk bapak Presiden” menjadi awal pembicaraan yang manis dan menjengkelkan. Berbeda di era millenial banyaknya stasiun swasta sangat mendominasi sehingga peran TVRI yang dulu sebagai corong Pemerintah sekarang terhimpit oleh acara TV swasta. Tinggal pilih chanel mana yang ingin dilihat atau mau melihat siaran luar negeri via Indi Home.
Kita adalah Generasi yang selalu berdebar debar menunggu hasil cuci cetak foto, seperti apa hasil jepretan kita.Selalu menghargai dan berhati-hati dalam mengambil foto dan tidak menghambur hamburkan jepretan dan mendelete-nya jika ada hasil muka yang jelek. Saat itu hasil dengan muka jelek kita menerimanya dengan rasa ihklas. Kalo mau bagus foto ulang kembali secara otomatis uang nambah. Berbeda di era sekarang semua serba canggih.....kurang cantik ya dipercantik bisa diatur atau mau dibuat seperti apa yang dimau dapat dibuat, tidak takut film habis paling bateray yang harus dicas ulang.
Kita adalah generasi terakhir yang pernah begitu mengharapkan datangnya Pak Pos menyampaikan surat dari sahabat dan kekasih hati. Pilihan yang ditawarkan pak POS baik yang regular atau kilat khusus sangat menjadikan pilihan surat kita cepat sampai tujuan. Dan sekarang berbalik banyak agen-agen pengiriman baik dokumen, barang maupun kirim uang dengan slogan “ONE DAY SERVICE” layanan pengiriman satu hari sampai tujuan. Dan kemajuan teknologi kita dapat mengunakan WA atau SMS untuk dapat mengirimkan kabar secepat kilat atau kita dapat VSC atau langsung tatap muka.
Kita mungkin bukan generasi yang terbaik. Tetapi kita adalah generasi yang LIMITED EDITION. Generasi yang patuh & taat kepada Orangtua kita generasi yang mau mendengar & komunikatif terhadap anak cucu kita. Itulah kita.... selalu bersyukur atas nikmat yang telah kita terima.
Kita bingitss...
ReplyDeleteTulisan yang membuatku mengenang kembali masa-masa itu... Makasih ya, om Dwi.
ReplyDeleteAnak-anak kita, tak bisa membayangkannya...
Kita adalah generasi beruntung mas Dwi....
ReplyDeleteJaman theklek ditancepi batu rek
ReplyDeleteEnak jamane dewe biyen to...sip.Pak Dwi..
ReplyDeletesiip Pak Dwi..
ReplyDelete