---Rohmat Sulistya
Ketika saya mencari artikel-artikel pendidikan untuk melengkapai bahan-bahan mengajar; saya sering googling. Dari googling tersebut, mensin pencari Google mengarahkan pada beberapa website yang cukup bagus dan up to date. Dan ketika saya telusur lebih jauh siapa pemilik website/weblog tersebut, ternyata banyak weblog tersebut yang dimiliki oleh guru. Sebut saja misal SejutaGuru, AinaMulyana, GuruKreatif dan lain-lain adalah segelintir contoh blog bagus yang dikelola secara mandiri oleh seorang guru. Sejujurnya saya agak ngiri dengan hal ini. Ngiri terhadap kemampuan seseorang, untuk dapat meningkatkan kemampuan diri.
Saya benar-benar membayangkan bagaimana seandainya suatu saat saya mengajar pelatihan guru, dan ketika saya menyampaikan materi literasi, ternyata mereka -sebagian besar- sudah punya blog, dengan konten yang relevan dengan dunia pendidikan. Pasti ngeri-ngeri sedap. Perasaan antara malu dan tertantang untuk maju.
Tapi kabar baiknya ---sebenarnya kabar buruk ---, dari 40 orang yang selama ini saya fasilitasi dalam pelatihan, tidak lebih dari 5 orang yang aktif menulis dalam blog pribadi mereka. Ya, kalau dipersentase saat ini memang tidak lebih dari 10%. Angka ini mungkin bisa dijadikan ilustrasi kasar tingkat literasi siswa, guru, dosen, wi, dan penduduk Indonesia. Dari 1000 penduduk, hanya 1 orang yang rutin membaca buku (republika.co.id). Data itu baru menunjukkan data pembaca, bukan penulis. Dalam ranah kepenulisan, Indonesia menerbitkan sekira 30 ribu judul buku pertahun, sedangkan China 140 ribu judul (edukasi.kompas.com).
Karena jumlah peserta yang rutin menulis masih sedikit, maka -dapat dibayangkan- saya berceramah tentang blogger, wordpress, dan kompasiana. Padahal sebenarnya itu cerita menarik lima tahun yang lalu. Tapi tidak masalah, karena memulai belajar tidak pernah ada kata terlambat. Saya sebenarnya sangat berharap bahwa cerita itu menginspirasi untuk ditiru, karena menulis itu sangat asyik. Bahkan kita diajari menulis sejak TK/SD: mengarang pada pelajaran Bahasa Indonesia. Tetapi potensi itu tidak ditumbuhkan dengan baik dan sinambung seiring dengan umur kita. Dan itu juga terjadi pada saya sendiri.
Menjadi sumber.
Saya yakin inilah saatnya kita berpindah kuadran -- sebuah istilah yang popular setelah Robert Kiyokasi menulis Rich Dad Poor Dad, padahal kuadran adalah istilah ketika kita belajar trigonometri --, dari kuadran penikmat bacaan orang lain (user) menjadi penulis bacaan yang dibaca dibaca orang lain (sumber). Tetapi kuadran dalam tulis menulis ini menarik. Karena dengan berpindah kuadran menjadi sumber, kita tidak akan pernah meninggalkan kuadran kita sebagai user. Untuk menjadi penulis yang hebat dan produktif, syarat utamanya adalah kita tetap harus menjadi penikmat tulisan orang lain. Dengan banyak menikmati tulisan orang, maka kita dapat belajar style mereka menulis. Dan itulah salah satu yang menjadikan tenaga penggerak (driving force) untuk kita tergerak untuk menulis. Air mengalir karena ada perbedaan elevasi (ketinggian), udara bergerak karena ada perbedaan tekanan, panas mengalir karena ada perbedaan suhu, maka kita tergerak menulis karena apa? Banyak jawabannya, dan semua jawaban memiliki argumentasi sendiri-sendiri. Kalau menurut saya pribadi, karena keinginan menjadi sumber (informasi, ilmu); walaupun tanpa kita sadari. Hal ini juga dapat dibaca sebagai aktualisasi diri; dari membaca menjadi dibaca.
Saya memiliki beberapa blog untuk aktulasasi rasa ingin menulis. Dan ini saya mulai sejak blogspot cukup popular. Mungkin sekira tahun 2006-2007. Sebelumnya juga pernah mencoba-coba menulis di Geocities, sebuah platform weblog milik Yahoo yang sekarang sudah bubar. Saya juga memiliki blog di Wordpress. Beberapa minggu ini beberapa informasi di blog saya dikutip oleh website lain untuk konten weblog mereka. Dan inilah yang menjadikan rasa bahagia itu muncul: yang pertama tulisan kita dibaca orang, dan yang kedua tulisan kita dikutip/disitasi orang. Ketika banyak orang membaca tulisan kita, maka banyak orang peduli dan merespon tulisan/pikiran kita. Apalagi kalau kita menulis di platform menulis publik seperti kompasiana atau kaskus, jumlah pembaca menjadi indikator kualitas atau keterkinian isu yang kita tulis.
Jadi mari kita berpindah kuadran jadi penulis, dan saya kira Vidyasana cocok untuk kita semua belajar berpindah kuadran dari ‘user’ menjadi ‘sumber’.
Ada beberapa hal yang "in-line" dengan pikiran atau pendapat saya dan juga yang saya lakukan:
ReplyDelete~ belajar menulis dari (mau) membaca tulisan-tulisan orang lain.
~ menulis itu adalah wujud aktualisasi diri, sehingga dilakukan dengan sukacita tanpa tekanan, beban, atau target yang ambisius.
~ menulis dengan keinginan untuk "berbagi" apa yang kita miliki adalah cara lain melatih diri sendiri untuk belajar memaknai rasa ikhlas dan tulus serta bahagia.
I enjoy reading your piece of writing, mas Rohmat. It's motivating, challenging, and interesting!!
thank you very much, Bu Rin. Semua diawali dengan 'ingin'.
DeleteMenulis itu berbagi. Berbagi itu memberi. Memberi itu aspek kualitatif dari pendidikan. Jika kita saling memberi niscaya merdeka benar bangsa ini dari beragam kebodohan yang sering disematkan. Bersenanglah dalam memberi.
ReplyDeletehari ini adalah era berbagi dan mengapresiasi. hakekatnya saat ini semua orang adalah sumber sekaligus customer/user. makanya tombol paling unik yang membedakan dengan masa lalu adalah Like dan Share. he he
Delete