Friday, February 15, 2019

Lelaki dan Kesendirian


---Rin Surtantini
[seri Workshop Menulis Bebas]

Selalu terbangun menjelang adzan subuh berkumandang dari masjid di ujung gang, ia selalu mengucapkan terimakasih kepada Dia yang telah memberinya selembar hari lagi pada setiap pagi yang membangunkannya. Ia lalu berjalan ke tepi sumur, mengambil air wudlu, mengenakan sarung dan kopiah, untuk kemudian berjalan kaki menuju masjid dalam gelap dan sunyi yang masih menggantung. Angin pagi menyentuh kuduknya, mengalirkan sejuk pada sekujur tubuh.

Sepulang dari masjid, dimasaknya air di tungku dan dibuatnya secangkir kopi kegemarannya untuk dihirup menemani sekerat roti bakar atau dua butir telur mata sapi. Diberinya makan seekor ayam jago sebagai satu-satunya peliharaan di halaman belakang rumah. Dihidupkannya televisi di ruang tengah sambil dibersihkannya rumah. Disapunya juga halaman depan rumah yang dipenuhi guguran kamboja Bali, sambil menunggu pak Koran yang setia sejak jaman dahulu mengantarkan Kompas ke rumahnya bersamaan dengan saat naiknya matahari. 

Sendiri dan sepi? Semua orang mengatakan begitu, tetapi tidak baginya. Pada usianya yang menjelang empat puluh lima tahun ini, ia merasa hidupnya semakin ramai dengan banyak hal yang membuatnya sibuk sepanjang hari, bahkan kadang-kadang ia merasa semua hal itu tidak bisa diselesaikannya hanya dalam waktu duapuluh empat jam saja. Ia perlu banyak waktu untuk membaca apa-apa yang menjadi minatnya, menuliskan banyak hal yang dipikirkan dan dirasakannya, berbagi ilmu dan apa yang diketahuinya sebagai tenaga pengajar, menyanyikan lagu yang disukainya dan mendengarkan musik, menggambar, berkebun, memasak … ah, alangkah menyenangkan melakukan semuanya itu sepanjang dan setiap hari!

Di penghujung hari, lelaki itu duduk di kursi goyang di teras rumah memandangi langit. Ia melepaskan penat dan menikmati kesendiriannya. Secangkir kopi dan alunan lagu-lagu nostalgia menemani. Ketika langit mulai gelap, ia terlelap. Daun-daun gugur ditiup angin, dingin dan kering.

Studio Teater
14 Februari 2019.

4 comments:

  1. Tambah 2 paragraf lagi, mgkn bisa menghidupkan gambaran si dia...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ...coba lanjutkan, mas.
      Jika ada beberapa orang yang mau melanjutkan, kita akan dapat sekian versi yang berbeda. Kita akan rasakan kuatnya peran imajinasi manusia yang diwujudkan dalam bahasa... verbal...

      Delete
  2. Bisa jadi "dia" itu juga bukan laki-laki dalam realitas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak kemungkinan...sebanyak kekuatan imajinasi yang kita hidupkan dan mainkan.

      Delete