---Dwi Yunanto
A. PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan di Indonesia telah mengalami erosi sejak lama. Berbagai indikator memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang salah dalam penataan dan pengelolaan sistem pendidikan nasional. Secara internasional kualitas sumber daya manusia Indonesia semakin jauh tertinggal dengan bangsa-bangsa lain di dunia bahkan disekitar Asia Tenggara sekalipun. Secara lokal kebijakan desentralisasi pendidikan yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat ternyata belum dapat menjalankan misinya dengan baik bahkan patut diduga turut memperparah kualitas pendidikan kita. Dari berbagai faktor penentu kualitas pendidikan , tidak dapat disangkal bahwa ujung tombak penentu mutu pendidikan terletak didalam interaksi pembelajaran yang berlangsung antara guru dengan peserta didik di kelas. Dengan demikian guru merupakan aktor utama dan pertama dalam menggerakkan mutu pendidikan sehingga menjadi suatu kemampuan riil yang dimiliki peserta didik. Tidak heran dalam berbagai kajian, guru dikatakan memiliki peran strategis ,bahkan sumber daya pendidikan lain sering dianggap kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Kondisi di masyarakat beberapa waktu yang lalu profesi guru sering dipandang rendah, karena ada anggapan di masyarakat bahwa siapapun bisa menjadi guru asalkan berpengetahuan lebih. Kekurangan kuantitas guru diberbagai daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak berkeahlian khusus untuk menjadi guru. Saat ini banyak guru yang belum menghargai profesinya dengan sebenar- benarnya, mereka merasa rendah diri dan menyalahgunakan profesinya untuk hal-hal yang kurang baik. Untuk itu perlu dikembangkan citra guru yang profesional di masyarakat agar guru bisa menjadi profesi yang benar-benar diminati oleh masyarakat. Perlu upaya kerja keras tanpa henti-henti dengan melibatkan seluruh stakeholder agar dunia pendidikan kita benar-benar bangkit dari keterpurukan untuk dapat mengejar ketertinggalannya sehingga kita mampu berkompetisi secara terhomat dalam era globalisasi yang semakin menguat. Oleh sebab itu reformasi pendidikan, dimana salah satu issu utamanya adalah peningkatan profesionalisasi guru merupakan keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Ada beberapa faktor yang diyakini sebagai penyebab rendahnya profesionalisme guru , antara lain adalah :
a. Masih banyak guru yang tidak memahami profesinya secara total. Kegiatan membaca,menulis untuk meningkatkan kemampuan diri hampir tidak ada.
b. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan.
c. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambil kebijakan dan pihak terkait.
d. Masih belum mantapnya kurikulum dan materi ajar yang perlu diberikan kepada calon guru.
e. Masih kurang berfungsinya organisasi profesi yang berupaya secara maksimal untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya.
B. PROFESIONALISASI GURU
Profesionalisme guru merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita saat ini. Dimuka telah diuraikan bahwa dalam dunia pendidikan keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan dalam penentu mutu pendidikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun non formal. Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga guru tidak jarang telah diposisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentrasformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang para guru dianggap sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global. Sejalan dengan pemikiran tersebut di penghujung tahun 2005 merupakan sejarah baru bagi dunia pendidikan di Indonesia khususnya bagi kalangan guru dan dosen. Melalui Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tertanggal 14 Desember 2005 tentang Guru dan Dosen “,guru dan dosen mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sebagai “ jabatan profesional “. Implikasi dari pengakuan tersebut maka keseluruhan sistem yang mengatur guru dan dosen mulai dari persiapan pendidikan (preservice), rekruitmen, pembinaan dalam jabatan (inservice), pengembangan karier dan tak kalah pentingnya manyangkut kesejahteraan guru dan dosen perlu ditata ulang untuk memenuhi kriteria guru dan dosen sebagai profesi. Salah satu komponen penting yang tengah dipersiapkan oleh pemerintah adalah pendidikan profesi untuk mendapatkan sertifikat pendidik dan sertifikasi pendidik yang kini telah mulai dilaksanakan bagi guru dalam jabatan.
Bab II pasal 2 UU Nomor 14 tahun 2005 tersebut disebutkan bahwa “ guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa segala persyaratan dan kriteria yang dibutuhkan sebagai layaknya tenaga pendidik profesional harus dipenuhi oleh guru. Dalam pasal 8 secara tegas dikemukakan bahwa “ Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Dengan demikian kualifikasi yang dibutuhkan seorang pendidik khususnya guru untuk memenuhi kriteria tenaga pendidik profesional adalah melalui pendidikan akademik S1 ditambah dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Pendidikan profesi adalah syarat utama guna memantapkan posisi guru sebagai tenaga pendidik profesional. Pendidikan S1 baru memenuhi kebutuhan minimal secara akademik sehingga untuk menjadikan guru sebagai tenaga pendidik profesional perlu diberikan pendidikan profesi yaitu pendidikan keahlian khusus yang berbasis kompetensi. Dalam pasal
10 ayat 1 ditetapkan bahwa kompetensi yang wajib dimiliki seorang pendidik adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Sebenarnya rintisan kearah profesionalisme jabatan guru telah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1981. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1981 tentang Penataan Fakultas sekaligus juga menetapkan pemberlakuan ketentuan Akta Mengajar bagi calon guru. Pemberlakuan ketentuan tentang Akta Mengajar tersebut memberikan pengakuan kepada pemegangnya dalam arti hanya pemegang akta mengajarlah yang dapat diangkat menjadi guru. Akan tetapi berhubung kebijakan tersebut tidak diikuti dengan penghargaan jaminan kesejahteraan bagi pemegangnya maka rintisan kebijakan tersebut belum mampu secara signifikan mengangkat daya tarik serta citra jabatan guru di tengah masyarakat. Oleh karena itu adalah tepat apabila peningkatan mutu pendidikan dalam sistem persekolahan secara strategis hendak dipicu dan dipacu melalui profesionalisasi guru yang dibingkai dengan UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang disatu pihak menetapkan persyaratan kompetensi profesional yang harus dipenuhi oleh guru dan dipihak lain pemerintah akan memberikan imbalan kesejahteraan yang layak bagi guru sehingga jabatan guru menjadi lebih menarik bagi putera-puteri terbaik bangsa, disamping membetahkan mereka yang tengah mengabdi sebagai guru.
Pemikiran dan kebijakan tersebut pada dasarnya dilandasi keyakinan bahwa profesionalisasi jabatan termasuk jabatan guru berdiri di atas tiga pilar utama yaitu :
a. Diakuinya keberadaan layanan ahli yang unik oleh masyarakat dan pemerintah yaitu layanan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang dididik secara khusus untuk keperluan itu.
b. Diberlakukannya saringan yang ketat dalam memberikan ijin praktek sehingga pengampu layanan yang kompeten serta mengedepankan kemaslahatan peserta didik yang dibenarkan beroperasi menyelenggarakan layanan di lapangan.
c. Diberikannya penghargaan yang layak kepada pengampu layanan ahli tersebut oleh masyarakat dan pemerintah sehingga memungkinkannya bukan saja menekuni penuh bidang tugasnya, akan tetapi juga secara berkelanjutan ada upaya untuk meningkatkan kemampuannya tanpa harus pontang panting berusaha mencari tambahan penghasilan untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
C. SUATU KEHARUSAN YANG BIKIN KEBINGUNGAN
Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa Guru dan Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.Dalam pasal 11 ayat 2 dinyatakan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketentuan ini berlaku bagi yang telah menjadi guru ( guru dalam jabatan ) maupun calon guru ( guru pra jabatan ).
Sehubungan dengan hal tersebut Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Peraturan Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi guru dalam jabatan melalui penilaian Portofolio mencakup 10 (sepuluh) bidang kegiatan. Pada bulan Maret 2008 Dirjen Dikti mengeluarkan pedoman//rambu-rambu penilaian portofolio bagi guru yang telah bertugas
/bermasa kerja sama atau lebih dari 5 (lima) tahun. Dari ketentuan ini timbul pertanyaan bagaimana nasib guru-guru yang masa kerjanya kurang dari lima tahun.
Untuk sertifikasi guru pra jabatan (calon guru) pemerintah atau Menteri Pendidikan Nasional sedang menyiapkan Rancangan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan.
Melihat isi dari rancangan program pendidikan profesi guru Pra Jabatan yang kini masih dalam proses paling tidak telah menimbulkan berbagai pertanyaan dan bahkan menimbulkan kegundahan dan kebingungan dari berbagai pihak antara lain pihak LPTK maupun calon peserta didik.
a. Program Kependidikan Strata Satu (S1) LPTK
Dalam UU Guru dan Dosen terlihat bahwa seseorang untuk dapat diterima menjadi guru adalah minimal memiliki latar belakang pendidikan S1 dan punya sertifikat pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi yang lamanya 2 semester pasca S1.
Dengan ketetapan ini perlu dipertanyakan :
1. Ini berarti lulusan S1 Kependidikan LPTK dipandang sama kedudukannya dengan S1 non Kependidikan
2. Program S1 Kependidikan LPTK belum mampu mendidik calon guru karena lulusannya belum laku untuk menjadi guru. Untuk itu harus menempuh kuliah lagi 2 semester untuk dapat melamar menjadi guru. Mahasiswa yang telah ditetapkan menyelesaikan pendidikannya dengan mengikuti yudicium dan wisuda belum dapat mengikuti test penerimaan CPNS sebagai calon guru
3. Bagaimana penghargaan terhadap ijasah Akta IV yang telah diperoleh alumni LPTK yang isinya menyatakan bahwa “ yang bersangkutan telah memiliki kewenangan mengajar sesuai dengan Akta yang dimilikinya”?
b. LPTK calon penyelenggara PPG
Pasal 3 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dikatakan bahwa PPG diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 14 disebutkan bahwa LPTK calon penyelenggara PPG harus memenuhi syarat antara lain :
Memiliki program studi kependidikan jenjang S1 yang sama dengan program pendidikan profesi yang akan diselenggarakan
1. Program studi tersebut terakreditasi oleh BAN PT dengan nilai minimal B
2. Program studi tersebut memiliki dosen tetap sekurang-kurangnya 2(dua) orang berkualifikasi doktor (S3) dengan jabatan akademik minimal Lektor dan 4 (empat) orang berkualifikasi Master (S2) dengan jabatan akademik minimal Lektor Kepala berlatar belakang pendidikan sama dan/atau serumpun dengan program PPG yang akan diselenggarakan minimal salah satu jenjang pendidikan dosen berlatar belakang pendidikan bidang Kependidikan.
Dari persyaratan yang ditetapkan tersebut khususnya point 3 dirasa sangat berat untuk dapat dipenuhi oleh LPTK termasuk LPTK Swasta. Dirjen Dikti beberapa waktu yang lalu hal ini pernah ditanyakan dan jawaban Dirjen Dikti “ ini adalah amanah dari undang-undang yang tidak dapat ditawar- tawar lagi. Oleh karena itu setiap LPTK mulai sekarang agar mempersiapkan diri dengan merancang studi lanjut tenaga dosennya”.
Program Studi LPTK yang belum dapat menyelenggarakan PPG berarti lulusannya harus bersiap-siap untuk mencari LPTK lain penyelenggara PPG untuk dapat mendapatkan sertifikat pendidik sehingga memenuhi syarat untuk menjadi calon guru.
Dengan kenyataan ini timbul kekhawatiran bagi LPTK yang program studinya belum memenuhi persyaratan tersebut antara lain menyangkut nasib lulusannya dan juga masa depan LPTK berkaitan dengan kepercayaan masyarakat.
c. Persyaratan peserta program PPG
Pasal 5 RPP PPG disebutkan bahwa kualifikasi akademik calon peserta PPG adalah S1 Kependidikan dan non- Kependidikan yang linier dan/atau serumpun serta S1 Psikologi khusus untuk PPG PAUD atau SD.
Pasal 6 tetapkan seleksi atau persyaratan calon peserta didik adalah :
1. Seleksi administrasi menyangkut ijasah S1 dan transkrip nilai, keterangan kesehatan dsb.
2. Seleksi penguasaan bidang studi
3. Tes Potensi Akademik
4. Tes penguasaan kemampuan bahasa Inggris
5. Penelusuran minat dan bakat melalui tes wwancara
6. Tes kepribadian
Pasal 8 ayat 2 ditetapkan bahwa kuota untuk tiap-tiap LPTK penyelenggara ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Juga ada ketetapan bahwa struktur kurikulum bagi peserta dari LPTK berbeda dengan peserta dari non LPTK.
Dari beberapa ketentuan pasal 6 dan 8 tersebut menimbulkan kegundahan bagi lulusan LPTK karena ini berarti :
1. Akan terjadi persaingan yang sangat ketat dalam memperebutkan peluang sebagai peserta PPG antara alumni LPTK penyelenggara PPG, LPTK lain serta alumni non LPTK
2. Kelas untuk peserta dari non LPTK akan terpisah dengan peserta dari LPTK. Ini berarti akan mengurangi kouta bagi peserta dari LPTK
D. SIMPULAN DAN HARAPAN
a. SIMPULAN
Profesionalisme menjadi keharusan di era globalisasi dan internalisasi yang semakin menguat dewasa ini. Guru sebagai sebuah profesi yang sangat strategis dalam pembentukan dan pemberdayaan anak-anak penerus bangsa memiliki peran dan fungsi yang akan semakin signifikan dimasa yang datang. Dalam kaitan ketentuan pemberdayaan guru menuju sebuah profesi yang berkualitas, melalui UU Nomor 14 tahun 2005 disamping adanya pengakuan guru sebagai jabatan profesi juga ditetapkan persyaratan atau tuntutan yang harus dipenuhi oleh guru dan calon guru serta imbalan penghargaan atas jabatan tersebut. Salah satu persyaratan tersebut adalah kualifikasi pendidikan S1 dan sertifikat pendidik yang dapat diperoleh melalui pendidikan profesi pasca S1. Dari RPP PPG yang kini belum ditetapkan menimbulkan beberapa permasalahan bagi lulusan LPTK atau calon guru antara lain :
a. Kedudukan dan kewenangan lulusan LPTK dengan AKTA IV nya ternyata kini belum laku untuk menjadi calon guru
b. Persyaratan yang dintutut bagi calon LPTK penyelenggara PPG khususnya berkaitan dengan persyaratan dosen tetapnya dirasa sangat berat khususnya bagi LPTK Swasta.
c. Persaingan yang sangat ketat akan dihadapi oleh lulusanLPTK untuk dapat diterima menjadi peserta PPG, dimana kouta untuk penyelenggaraan PPG dibatasi oleh pemerintah. Apalagi kouta tersebut harus dikurangi untuk jatah peserta dari non LPTK
b. HARAPAN
a. Agar PP PPG tidak segera diberlakukan sehingga setiap LPTK memiliki waktu untuk dapat mempersiapkan diri sebagai penyelenggara PPG
b. Agar PPG merupakan kesatuan dengan Program S1, tidak terpisah seperti konsep yang ada, dengan konsekwensi lama studi di LPTK akan bertambah.
c. Agar PPG yang kini sedang dipersiapkan oleh pemerintah diprioritaskan bagi guru dalam jabatan yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun sehingga ada harapan bagi yang bersangkutan untuk segera pula dapat menikmati tunjangan profesi yang disediakan oleh pemerintah dan proses rekruitmen mahasiswa peserta PPG dilakukan secara obyektif dan transparan.
Sebuah tulisan yang informarif dan seepetinya perlu diadakan PPWI sebagai perkembangan dari PPG
ReplyDeleteIde bagus. Kalau PPG tujuannya utk profesionalisasi guru, WI-nya juga perlu diprofesionalisasikan ya...
DeleteSiip..👍
ReplyDelete