---Purwadi
Di
masyarakat sering terjadi membanding-bandingkan antara manusia dengan Tuhan.
Contoh, mengapa kamu sholat hanya memakai kaos?, sedangkan kamu menghadap Pak
Lurah, atau Pak camat saja kamu pasti mengenakan baju yang bagus. Kalimat ini
menurut saya tidak benar, karena membandingkan Pak Lurah dengan Tuhan. Contoh
lain, mengapa kamu tidak memaafkannya? Sedangkan Tuhan saja maha Pemaaf.
Kalimat ini juga membandingkan antara Tuhan dan manusia, yang sudah jelas tidak
akan sebanding.
Dalam
dunia wayang, Bathara Gurulah yang berkuasa di alam semesta. Ia menguasai
Tribawana, atau tiga dunia, yaitu Mayapada (dunia Dewa), Madyapada (dunia
manusia), dan Marcapada (dunia Raksasa/Setan). Saat itu Bathara Guru adalah
tempat meminta dan tempat berlindung bagi segenap makluk yang berada di tiga
dunia itu. Bathara Guru yang menciptakan alam semesta, dan kehidupan di
dalamnya. Bathara Guru, atau dalam ajaran agama Hindu disebut Syiwa, sebenarnya
adalah Dewa Penghancur Alam semesta. Dewa, Manusia, dan raksasa taat
menyembahnya, karena jika tidak disembah, Bathara Guru akan marah dan
menghancurkan dunia seisinya. Oleh karena itu, Bathara guru dianggap sebagai
Tuhan Yang Mahaesa.
Setelah
dunia wayang terpengaruh agama Islam, maka dibuatlah silsilah sesuai dengan
Islam, yaitu bahwa manusia pertama di dunia adalah Nabi Adam Alaihis Salam. Sehingga
Bathara Guru bukanlah pencipta dan penghancur alam semesta, tetapi ia hanyalah
makhluk biasa. Bathara Guru adalah putra dari Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang
Tunggal putra dari Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Wenang putra dari Sang Hyang
Nurrasa, Sang Hyang Nurrasa putra dari Sang Hyang Nurcahyo, Sang Hyang Nurcahyo
putra dari Sang Hyang Sis, dan Sang Hyang Sis adalah putra dari Nabi Adam
Alaihis Salam. Jadi, setelah Islam mempengaruhi dunia wayang, maka Bathara guru
yang semula adalah Tuhan, berubah menjadi makluk biasa, yang beranak dan
diperanakkan.
Wayang
dapat berjalan, berlari, bergerak, terbang, berbicara, berbuat sesuatu, karena dimainkan
oleh dalang. Wayang hanyalah sak derma
hanglakoni apa yang dilakukan dalang
terhadapnya. Gathutkaca bisa terbang, karena dalang, Werkudara bisa melompat jauh,
karena dalang, buta Cakil selalu mati dalam perang kembang, karena dalang. Dari
pandangan ini, banyak orang berpendapat
bahwa, dalang itu seperti Tuhan, atau Tuhan itu adalah Dalang.
Seiring
berkembangnya jaman, dalam dunia pedalangan, munculah Wayang Sandosa atau
wayang berbahasa Indonesia. Dalam pementasannya, dilakukan oleh lebih dari lima dalang, kadang-kadang bisa sampai
sepuluh, bahkan lima belas dalang, karena setiap satu tokoh wayang, dimainkan
oleh satu orang dalang atau peraga wayang. Muncul lagi bentuk pementasan wayang
yang disebut pakeliran layar panjang, yaitu pentas tiga dalang dalam satu
layar. Dengan demikian yang berpendapat bahwa Tuhan itu seperti dalang, adalah
tidak benar, karena Tuhan itu harus satu, tetapi dalang bisa banyak dalam satu
pementasan.
Berkembang
lagi pendapat bahwa Tuhan itu seperti penanggap wayang. Pementasan wayang itu
terjadi dan bisa berjalan karena diciptakan oleh penanggap. Tanpa penanggap,
tidak akan ada kehidupan dalam dunia wayang, sehingga sang penanggap wayang
itulah Tuhannya Wayang. Namun pada kenyataannya sekarang, penanggap wayang itu
tidak hanya satu. Bisa banyak orang, misalnya satu desa menanggap wayang untuk
Rasulan, instansi yang terdiri banyak pegawainya menanggap wayang, atau suatu
keluarga besar yang terdiri dari banyak anggota keluarga menanggap wayang.
Maka, tidak benarlah pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan itu seperti penanggap
wayang. Karena Tuhan itu harus satu, sedangkan penanggap bisa terdiri dari
banyak anggota.
Lalu
siapa sebenarnya Tuhan itu? Tuhan itu hanya dapat diyakini melalui ajaran
agama. Tuhan tidak bisa dibandingkan, Tuhan tidak bisa diibaratkan, Tuhan tidak
bisa disamakan dengan makhluk. Tuhan tidak bisa diibaratkan dengan Bathara
Guru, Tuhan tidak bisa diibaratkan seperti dalang, dan Tuhan juga tidak bisa
diibaratkan seperti penanggap wayang. Maka, janganlah sekali-kali membandingkan
Tuhan dengan sesuatu yang lain.
Studio
Pedalangan, 18 Februari 2019
Purwadi.
tantangan insan rasional terbesar adalah meyakini yang tak terjangkau rasio.
ReplyDeleteBukti adanya sesuatu yg NON RASIO adalah..,bahwa kita ini bisa hidup ini krn ada nyawanya,Nyawa itukan gk bisa diRASIO..itu aja gk jauh..jauh..
DeleteMenarik kalau membicarakan Bathara Guru. Pada versi tertentu Babad Tanah Jawa, ada hal yang mesti kita risaukan soal trah raja Jawa yang merupakan keturunan darinya. Soal mendasar adalah bahwasanya trah keturunan Sis yang akhirnya ke Bathara Guru hingga ke kita itu ada campur-baur dengan dan dalam kehidupan masyarakat Jin. Jadi, kita bangsa Timur itu merupakan darah campuran antara manusia dan Jin. Semoga saja Jinnya Levi's jadi kualitasnya baik.
ReplyDeleteBetul. Versi lain menyebut bahwa Nabi Adam AS menurunkan Nabi Sis. Nabi Sis mempunyai 2 anak yaitu Sayid Anwas dan Sayid Anwar. Sayid Anwas ngratoni jagad kulon dan menurunkan Nabi-Nabi, sedangkan Sayid Anwar ngratoni jagad wetan yang menurunkan Dewa Dewa dan manusia bangsa Timur. Versi mBah Nartosabdo.
Deletemenarik diskusinya
DeleteParamayoga cukup lengkap membahas sepak terjang keturunan Anwar yang selali merasa begitu pintar hingga merasa sebagai penguasa 3 dunia. Menarik, lucu dan ngedab-edabi saling silang antara epos, keyakinan, fiksi, dan kira-kira. Khas Timur.
DeleteJane iki gak membandingkanlah...tapi mencontohkan. .klo Tuhan itu pemaaf kamu juga mencontoh menjadi pemaaf ...sehingga tindakan itu lebih terpuji
ReplyDeleteLho..ya benar klo TUHAN itu diibaratkan DALANG..,klo kemudian ada KREASI ada muncul PENTAS WAYANG & tampil Dalang lebih dari 1,ya itu kan KREASI SENI & gk ada hub.REFLEKSI Jumlah TUHAN..Jgn diArahkan Pemikiran ke arah sana..Dari JAMAN dulu yg namanya DALANG itu ya cuman 1 setiap ada Pagelaran WAYANG,Lha JAMAN Skrg ini kan aneh2,Kreasi yg aneh2..ya jgn dimaknai yg aneh juga..,nti sampean jadi ikutan aneh..
ReplyDeleteDlm konteks perjalanan trah wayang Tetap ada campur tangan Ngajajil
ReplyDelete