----Purwadi
Di undangan melalui WA, tertulis bahwa pertemuan dimulai
pukul 09.00 WIB. Aku berniat akan
berangkat pukul 08.45, agar lebih dahulu dari pada teman-teman. Namun aku baru
bisa beranjak dari kursiku pukul 08.50. Ternyata di ruang teater sudah banyak teman-teman yang
hadir. Ini menandakan bahwa teman-teman
sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut. Aku mengira bahwa acara sudah
dimulai, alias aku terlambat. Ternyata
belum. Waktu masih menunjukkan 08.58 menit, jadi masih kurang 2 menit.
Di layar, dengan backround putih bersih tertulis judul “menulis bebas”. Sebenarnya layar itu, yang benar tanpa background.
Aku mengeluarkan laptopku dan menghidupkannya. Kita tunggu
dua menit ya, karena masih ada teman yang akan datang, kata Pak Eko yang saat
itu sebagai narasumber. Tanpa aku tahu siapa yang datang, atau siapa yang
ditunggu Pak Eko, acarapun dimulai, karena jam sudah menunjukkan pukul 09.00
WIB. Setelah dibuka oleh Pak Eko dengan berdoa menurut keyakinan masing-masing,
Pak Eko bilang “karena ini acaranya menulis bebas, maka tidak boleh menggunakan
laptop, harus menulis dengan ballpoint di kertas”. Kontan saja semuanya hahahaha.
Termasuk aku. Ternyata kertas sudah disediakan di tempat duduk masing-masing
peserta. Apa boleh buat, laptopku kumatikan, dan aku mengambil bolpoint.
Pada kesempatan pertama ini, kita menulis dengan bolpen,
bukan mengetik. Nanti di sesi terakhir kita mengetik, kata Pak Eko. Akupun
mempersiapkan diri untuk menulis. Setelah Pak Eko memberikan sedikit penjelasan
tentang bagaimana menulis itu, kemudian langsung mempraktikkannya. Baiklah
teman-teman, nanti akan ada beberapa tugas yang harus kita lakukan. Kata Pak
Eko. Yang pertama, tolong tuliskan angka satu di kertas, boleh di kanan atas, ataupun
kiri atas, bebas. Yang penting ditulis angka satu. Akupun menulis angka satu di
pojok kanan atas. Dan saya lingkari, walaupun tidak diperintah. Pak Eko
melanjutkan instruksinya. Akan saya putarkan lagu, dan teman-teman silahkan
menulis. Menulis apapun yang dirasakan sampai lagu ini berhenti. Apapun
perasaan anda, harus ditulis. Jangan memperdulikan kalimatnya, tanda bacanya,
ataupun apapun. Pokoknya menulis, jangan sampai berhenti menulis walaupun
sedetik, sebelum lagu selesai. Sebab, jika nanti berhenti, walaupun sedetik, pasti anda
akan menikmati keberhentian itu, sehingga malah tidak jadi menulis. Apapun yang
ada dalam pikiran teman-teman, silahkan ditulis. Abang, ijo, ah, ih, uh, atau apapun jangan
peduli, silahkan ditulis. Yang penting menulis, dan jangan sampai berhenti.
Kalau dipikiran anda tidak tau, tulis tidak tau, cuthel, tulis cuthel, Kata Pak Eko. Instruksinya jelas dan semua
paham. Benar yang dikatakan Pak Eko, jika sedang menulis jangan sampai berhenti
walau sedetik, karena dimulai dari sedetik itu, jika merasa nyaman akhirnya
bisa menjadi berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun berhenti
menulis. Aku telah mengalami sendiri dalam kasus skripsi dan tesisku. Karena
terlena berhenti menulis, maka skripsi terbengkalai.
Sambil memberi aba-aba, satu... dua... tiga... Pak Eko
memutarkan lagu. Ayo silahkan tulis apa yang ada dipikiran anda dengan
mendengar lagu ini, kata Pak Eko. Aku mendengarkan sebentar kemudian menulis.
Aku bingung. Lagu apa ini, bahasa mana ini, apa maksudnya ini, Aku tidak tahu. Tapi yah... aku harus
menulis. Kutulis saja sesuai instruksi, apapun perasaan, pikiran, dan
angan-angan, aku tuangkan dalam tulisan.
Dan aku tak perduli apakah tulisanku bisa berbunyi apa tidak, bisa
dibaca apa tidak, ada artinya apa tidak, tak kuhiraukan. Saat itu, yang
kurasakan hanyalah alunan musiknya yang lembut, namun bahasanya aku tidak tahu,
syairnya aku tidak tahu, maknanya apalagi, jelas aku tidak tahu. Setelah
kira-kira empat menit, akhirnya selesai juga lagu itu, dan akupun telah
merampungkan tulisanku sepertiga halaman.
Oke. Terdengar Pak Eko mulai menjelaskan lagi. Sekarang
siapa yang mau membacakan tulisannya. Tanya Pak Eko. Teman-teman mengacungkan
jari, termasuk aku. Pak Eko sengaja tidak menunjuk seseorang untuk membacakan
hasil tulisannya, tetapi memberi tawaran siapa yang mau membacakan pekerjaannya.
Pak Eko paham betul bahwa pesertanya semua orang dewasa yang tidak harus
ditunjuk, walaupun kadang-kadang ada yang bertingkah seperti anak-anak.
Satu persatu membacakan hasil tulisannya. Semua berbeda,
sesuai dengan perasaannya masing-masing. Namun kebanyakan mengatakan bahwa
lagunya enak, musiknya lembut, suaranya merdu, tetapi tidak tahu maksudnya. Ada
satu teman yang tulisannya aneh menurutku. Abang, ijo, kuning, ah, ih, halo,
lampu merah, padam, dan sebagainya yang aku tidak ingat semua. Pokoknya bagiku
aneh. Hebatnya lagi pada sesi ini, semua teman-teman yang membacakan
tulisannya, intonasinya seperti membaca puisi, atau seperti seorang penyiar
membacakan sebuah renungan yang diiringi
dengan alunan musik. Padahal tidak ada musiknya. Ternyata suasananya saat itu
bisa membuat semua teman-teman menjadi seorang penyair yang sedang membaca
puisi.
Tepuk tangan untuk semuanya. Kata Pak Eko memberi semangat
dan penghargaan. Tugas pertama selesai. Pak Eko memberi komentar bahwa, setelah
mendengarkan tulisan dari teman-teman, ada dua hasil, pertama ada yang sudah
urut dan terstruktur namun isinya tidak nyambung. Kedua, ada yang strukturnya
loncat-loncat, tetapi isinya melampaui keadaan yang sebenarnya. Semua ini
ditulis teman-teman sesuai dengan apa yang dirasakan, dan mungkin ada juga yang
mengada-ada. Karena memang musik yang diputarkan tidak paham maksudnya. Kalau
saja mengetahui artinya, pasti tulisannya bisa sama. Ada yang menulis senang,
kagum, gembira,... siapa tahu ternyata syairnya adalah punya hutang yang tidak
bisa menyaur, atau mungkin sebenarnya sedih sedang tertimpa musibah. Tidak ada
yang tahu. Dari tulisan yang telah dibuat teman-teman tersebut, Pak Eko menginstruksikan
lagi agar dibuat yang terstruktur, yang masih meloncat-loncat agar ditata rapi,
dibenahi, agar mempunyai arti. Boleh menjadi satu paragraf, boleh menjadi satu
kalimat, pokoknya bebas, namun dirangkum dari tulisan yang pertama tadi. Itulah
tugas pertama dari Pak Eko. Dalam workshop ini ada tujuh tugas dari Pak
Eko, yang semuanya sangat menarik,
sampai teman-teman bisa menghasilkan tulisan yang bagus-bagus. Maka tulisan ini
mestinya bersambung....
Pokoh, Sabtu malam, 16 Februari 2019
Purwadi
judulnya memprovokasi, tapi sip, naratif...
ReplyDeleteKurang satu kalumat mas, agar sesuai dengan judul. Yaitu
DeleteWorkshop ini diselenggarakan KETIKA VALENTINE DAY.
Rasah, ben dho penasaran he he
DeleteDitunggu sambungannya...
ReplyDeleteSemoga
DeleteWah....hebat, tulisannya mas Pur seperti sepur Argo Lawu. Panjaaaang bingit....siip empat jempol buat mas Pur.
ReplyDeleteTerimakasih. Ini latihan mas. Mempraktikkan hasil workshop kemarin
DeletePanjang memang, nurun Mas Aris. Cerpen nya juga panjang.
Siapapun yang mengirimkan tulisannya pasti merasa gembira: gembira telah berbagi pesan dalam tulisannya, gembira ketika tulisannya dibaca oleh yang lain, gembira membaca apa yang ditulis oleh teman lain, gembira telah menghasilkan tulisan, dan aneka rasa gembira lainnya....
ReplyDeleteMaka, ciptakan gembira dengan menulis.
Leres Bu
DeleteAyo terus dilanjut kegiatan ini, mas..
ReplyDeleteTerima kasih hasil notula pertemuannya mas Pur, ditunggu sambungannya...
ReplyDeleteCakep dengan kebebasannya... tobekontinyu ya...
ReplyDelete