Sunday, February 17, 2019

Ketika Valentine Day


----Purwadi

Di undangan melalui WA, tertulis bahwa pertemuan dimulai pukul 09.00 WIB.  Aku berniat akan berangkat pukul 08.45, agar lebih dahulu dari pada teman-teman. Namun aku baru bisa beranjak dari kursiku pukul 08.50. Ternyata  di ruang teater sudah banyak teman-teman yang hadir. Ini  menandakan bahwa teman-teman sangat antusias untuk mengikuti acara tersebut. Aku mengira bahwa acara sudah dimulai, alias aku terlambat. Ternyata  belum. Waktu masih menunjukkan 08.58 menit, jadi masih kurang 2 menit. Di layar, dengan backround putih bersih tertulis judul “menulis bebas”. Sebenarnya layar itu, yang benar tanpa background.

Aku mengeluarkan laptopku dan menghidupkannya. Kita tunggu dua menit ya, karena masih ada teman yang akan datang, kata Pak Eko yang saat itu sebagai narasumber. Tanpa aku tahu siapa yang datang, atau siapa yang ditunggu Pak Eko, acarapun dimulai, karena jam sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Setelah dibuka oleh Pak Eko dengan berdoa menurut keyakinan masing-masing, Pak Eko bilang “karena ini acaranya menulis bebas, maka tidak boleh menggunakan laptop, harus menulis dengan ballpoint di kertas”. Kontan saja semuanya hahahaha. Termasuk aku. Ternyata kertas sudah disediakan di tempat duduk masing-masing peserta. Apa boleh buat, laptopku kumatikan, dan aku mengambil bolpoint.

Pada kesempatan pertama ini, kita menulis dengan bolpen, bukan mengetik. Nanti di sesi terakhir kita mengetik, kata Pak Eko. Akupun mempersiapkan diri untuk menulis. Setelah Pak Eko memberikan sedikit penjelasan tentang bagaimana menulis itu, kemudian langsung mempraktikkannya. Baiklah teman-teman, nanti akan ada beberapa tugas yang harus kita lakukan. Kata Pak Eko. Yang pertama, tolong tuliskan angka satu di kertas, boleh di kanan atas, ataupun kiri atas, bebas. Yang penting ditulis angka satu. Akupun menulis angka satu di pojok kanan atas. Dan saya lingkari, walaupun tidak diperintah. Pak Eko melanjutkan instruksinya. Akan saya putarkan lagu, dan teman-teman silahkan menulis. Menulis apapun yang dirasakan sampai lagu ini berhenti. Apapun perasaan anda, harus ditulis. Jangan memperdulikan kalimatnya, tanda bacanya, ataupun apapun. Pokoknya menulis, jangan sampai berhenti menulis walaupun sedetik, sebelum lagu selesai. Sebab, jika nanti berhenti, walaupun sedetik, pasti anda akan menikmati keberhentian itu, sehingga malah tidak jadi menulis. Apapun yang ada dalam pikiran teman-teman, silahkan ditulis.  Abang, ijo, ah, ih, uh, atau apapun jangan peduli, silahkan ditulis. Yang penting menulis, dan jangan sampai berhenti. Kalau dipikiran anda tidak tau, tulis tidak tau, cuthel, tulis cuthel,  Kata Pak Eko. Instruksinya jelas dan semua paham. Benar yang dikatakan Pak Eko, jika sedang menulis jangan sampai berhenti walau sedetik, karena dimulai dari sedetik itu, jika merasa nyaman akhirnya bisa menjadi berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun berhenti menulis. Aku telah mengalami sendiri dalam kasus skripsi dan tesisku. Karena terlena berhenti menulis, maka skripsi terbengkalai.

Sambil memberi aba-aba, satu... dua... tiga... Pak Eko memutarkan lagu. Ayo silahkan tulis apa yang ada dipikiran anda dengan mendengar lagu ini, kata Pak Eko. Aku mendengarkan sebentar kemudian menulis. Aku bingung. Lagu apa ini, bahasa mana ini, apa maksudnya ini,  Aku tidak tahu. Tapi yah... aku harus menulis. Kutulis saja sesuai instruksi, apapun perasaan, pikiran, dan angan-angan, aku tuangkan dalam tulisan.  Dan aku tak perduli apakah tulisanku bisa berbunyi apa tidak, bisa dibaca apa tidak, ada artinya apa tidak, tak kuhiraukan. Saat itu, yang kurasakan hanyalah alunan musiknya yang lembut, namun bahasanya aku tidak tahu, syairnya aku tidak tahu, maknanya apalagi, jelas aku tidak tahu. Setelah kira-kira empat menit, akhirnya selesai juga lagu itu, dan akupun telah merampungkan tulisanku sepertiga halaman.

Oke. Terdengar Pak Eko mulai menjelaskan lagi. Sekarang siapa yang mau membacakan tulisannya. Tanya Pak Eko. Teman-teman mengacungkan jari, termasuk aku. Pak Eko sengaja tidak menunjuk seseorang untuk membacakan hasil tulisannya, tetapi memberi tawaran siapa yang mau membacakan pekerjaannya. Pak Eko paham betul bahwa pesertanya semua orang dewasa yang tidak harus ditunjuk, walaupun kadang-kadang ada yang bertingkah seperti anak-anak.

Satu persatu membacakan hasil tulisannya. Semua berbeda, sesuai dengan perasaannya masing-masing. Namun kebanyakan mengatakan bahwa lagunya enak, musiknya lembut, suaranya merdu, tetapi tidak tahu maksudnya. Ada satu teman yang tulisannya aneh menurutku. Abang, ijo, kuning, ah, ih, halo, lampu merah, padam, dan sebagainya yang aku tidak ingat semua. Pokoknya bagiku aneh. Hebatnya lagi pada sesi ini, semua teman-teman yang membacakan tulisannya, intonasinya seperti membaca puisi, atau seperti seorang penyiar membacakan  sebuah renungan yang diiringi dengan alunan musik. Padahal tidak ada musiknya. Ternyata suasananya saat itu bisa membuat semua teman-teman menjadi seorang penyair yang sedang membaca puisi.

Tepuk tangan untuk semuanya. Kata Pak Eko memberi semangat dan penghargaan. Tugas pertama selesai. Pak Eko memberi komentar bahwa, setelah mendengarkan tulisan dari teman-teman, ada dua hasil, pertama ada yang sudah urut dan terstruktur namun isinya tidak nyambung. Kedua, ada yang strukturnya loncat-loncat, tetapi isinya melampaui keadaan yang sebenarnya. Semua ini ditulis teman-teman sesuai dengan apa yang dirasakan, dan mungkin ada juga yang mengada-ada. Karena memang musik yang diputarkan tidak paham maksudnya. Kalau saja mengetahui artinya, pasti tulisannya bisa sama. Ada yang menulis senang, kagum, gembira,... siapa tahu ternyata syairnya adalah punya hutang yang tidak bisa menyaur, atau mungkin sebenarnya sedih sedang tertimpa musibah. Tidak ada yang tahu. Dari tulisan yang telah dibuat teman-teman tersebut, Pak Eko menginstruksikan lagi agar dibuat yang terstruktur, yang masih meloncat-loncat agar ditata rapi, dibenahi, agar mempunyai arti. Boleh menjadi satu paragraf, boleh menjadi satu kalimat, pokoknya bebas, namun dirangkum dari tulisan yang pertama tadi. Itulah tugas pertama dari Pak Eko.  Dalam  workshop ini ada tujuh tugas dari Pak Eko,  yang semuanya sangat menarik, sampai teman-teman bisa menghasilkan tulisan yang bagus-bagus. Maka tulisan ini mestinya bersambung....

Pokoh, Sabtu malam, 16 Februari 2019

Purwadi

12 comments:

  1. judulnya memprovokasi, tapi sip, naratif...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kurang satu kalumat mas, agar sesuai dengan judul. Yaitu
      Workshop ini diselenggarakan KETIKA VALENTINE DAY.

      Delete
  2. Wah....hebat, tulisannya mas Pur seperti sepur Argo Lawu. Panjaaaang bingit....siip empat jempol buat mas Pur.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih. Ini latihan mas. Mempraktikkan hasil workshop kemarin
      Panjang memang, nurun Mas Aris. Cerpen nya juga panjang.

      Delete
  3. Siapapun yang mengirimkan tulisannya pasti merasa gembira: gembira telah berbagi pesan dalam tulisannya, gembira ketika tulisannya dibaca oleh yang lain, gembira membaca apa yang ditulis oleh teman lain, gembira telah menghasilkan tulisan, dan aneka rasa gembira lainnya....
    Maka, ciptakan gembira dengan menulis.

    ReplyDelete
  4. Ayo terus dilanjut kegiatan ini, mas..

    ReplyDelete
  5. Terima kasih hasil notula pertemuannya mas Pur, ditunggu sambungannya...

    ReplyDelete
  6. Cakep dengan kebebasannya... tobekontinyu ya...

    ReplyDelete