---Rin
Surtantini
[seri Workshop Menulis Bebas]
Jarak antara desanya dengan desa tempat mbah dukun yang biasa membantu
persalinan cukup jauh. Darsam merasa tak sanggup untuk membantu istrinya
melahirkan anaknya yang ketiga. Ini di luar kebiasaan ketika anak pertama dan
kedua lahir. Semua terjadi pada siang hari sehingga mbah dukun sudah ada ketika saat melahirkan itu tiba. Tetapi kali
ini, sang istri mengeluhkan rasa sakitnya sejak matahari tenggelam. Darsam
berharap dan berdoa malam ini istrinya masih bisa bertahan sampai besok pagi
sebelum mbah dukun tiba. Akan tetapi,
erangan sang istri memaksa Darsam harus segera ke desa seberang, memanggil
segera mbah dukun, saat ini juga,
ketika semua orang sudah terlelap dalam malam yang senyap.
Darsam berjalan sempoyongan di tengah
malam. Ia menembus hutan demi mencapai desa sebelum pagi menjelang. Ia harus
tiba pada waktunya atau nyawa istrinya melayang demi sebuah pertaruhan. Ketika
nafasnya mulai tersengal, Darsam menghentikan langkah kakinya. Tepat di tengah
antara dua pohon bayan, sepasang mata mengamatinya. Darsam terperangah.
Sepasang mata yang berkilat itu tiba-tiba
mendekatinya. Darahnya berdesir. Semakin jelas bentuk tubuhnya. Seekor serigala
hutan menghalangi langkahnya di antara batang-batang pohon yang tinggi dan
hitam. Tak mungkin lagi ia berbalik, apalagi berlari menghindar dengan nafasnya
yang tersengal dan kakinya yang tiba-tiba terasa lemas. Digosoknya matanya
untuk memastikan sepasang mata berkilat itu milik siapa. Sebelum matanya
terbuka kembali, tiba-tiba serigala itu telah menyerangnya dengan sekali
lompatan. Dan Darsam pun terkulai, terjatuh di atas lantai. Selimut dari tempat
tidur pun menutupi tubuhnya.
Studio
Teater
14
Februari 2019.
Saat workshop, ada 2 cerita Darsam seperti ini, mengenai persalinan. Alangkah bagus jika yang 1 juga diunggah, tulisan siapa ya?
ReplyDeleteTulisannya mbak Widarwati kalo gak salah ya...
ReplyDelete