Suatu kali aku
ditugaskan untuk menjadi fasilitator pada diklat pengawas. Pada awalnya aku
merasa berat dan keder juga karena pesertanya adalah para pengawas dari
provinsi Jawa Tengah yang sudah senior dan sarat pengalaman lapangan. Aku mencoba
mengusir perasaan ini dengan membangun persepsi bahwa peranku nanti adalah
sebagai fasilitator, bukan nara sumber. Kalau aku ditugaskan sebagai nara
sumber, maka tentu aku tidak akan mampu memberikan pengalaman dan praksis
bermutu yang dapat memberikan nilai tambah bagi mereka...
Ketika saat
mendiklat tiba, perasaan keder itu masih menyandera ketegaran rasa yang coba
kubangun dengan susah payah, apalagi ternyata pesertanya melebihi kuota yang
ditentukan. Bisa dibayangkan ketika dalam kelas berjejal sebanyak 45 peserta
pengawas. Untungnya ruang kelasku mampu menampung peserta sebanyak itu. Mungkin
karena besarnya ruang itu pula kelasku bisa jadi tempat favorit untuk peserta
tambahan...
Pada awal kegiatan
aku biasa mengawali dengan perkenalan misalnya untuk mengenal nama, asal,
spesialisasi, tempat tugas, pendidikan, dan sebagainya, agar bila ada yang unik
segera terdeteksi. Setelah perkenalan biasanya dilanjutkan pemilihan ketua
kelas dan perangkatnya, pembentukan kelompok, kesepakatan dalam diklat,
skenario kegiatan, dan target yang perlu diselesaikan dalam diklat. Kebetulan
ketua kelas yang dipilih merupakan pengawas senior yang membawahi beberapa pengawas
di daerahnya, atau semacam koordinator pengawas, begitulah...
Setelah semua
proses pendahuluan selesai, baru kami masuk ke dalam materi, biasanya ada
tayangan power point yang sangat membantu untuk memberikan pemahaman materi
kepada peserta, termasuk power point yang digunakan untuk memberikan tugas, baik perorangan maupun
kelompok. Dalam penjelasan awal tersebut sudah tergambar tugas-tugas yang bakal
menjadi terget dalam diklat tersebut. Rupanya ini ditangkap dengan sangat baik
oleh ketua kelas, oleh karena itu beliau meminta ijin untuk membagi tugas-tugas
tersebut kepada kelompok-kelompok yang sudah dibentuk. Selanjutnya beliau
menyampaikan urutan presentasi tugas kelompok yang harus disampaikan setelah
masing-masing perwakilan kelompok setelah semua kelompok menyelesaikan tugas
kelompoknya.
Proses seperti ini
bagiku sebagai fasilitator merupakan pengalaman yang menyenangkan, karena
disuport oleh peran ketua kelas yang menguasai medan dan materi yang
dilatihkan. Ini menjadi pengalaman menyenangkan bagiku ketika posisiku berada
pada titik nadir dengan segunung rasa khawatir, minder, keder, dan setumpuk
perasaan negatif lainnya. Dari pengalaman ini mungkin dapat dimaknai, bahwa
kekhawatiran menhadapi peserta dikaklat karena kurangnya pengalaman lapangan,
dapat teratasi, atau tepatnya terselamatkan oleh peran ketua kelas yang
mumpuni. Oleh karena itu dalam memilih ketua kelas hendaknya dipilih ketua yang
benar-benar mampu membawa peserta dalam pengaruh perannya, sehingga ia dapat
membawa peserta, ‘menaklukkan’ peserta utuk melakukan tugas dan pekerjaan dalam
diklat.
Pengalaman pribadi selalu menjadi sumber yang kaya untuk kegiatan menulis. Rasa khawatir, tidak percaya diri, gelisah yang muncul dari peristiwa di dalam kelas, dalam tulisan di atas dirangkai dengan mencoba memenuhi aspek deskripsi, interpretasi, dan aksi. Teruskan ya mas Fajar, masih banyak kan peristiwa di balik dinding kelas yang perlu untuk di-shared.
ReplyDeleteBetul mbak Rin...
ReplyDeletePengalaman tak akan menjadi lampau ketika dituliskan
ReplyDelete