Tuesday, February 19, 2019

Pokunoji


---Eko Santosa

Pokunoji begitu melegenda. Semua orang mengenalnya. Semenjak kecil ia hidup dalam ketertekanan. Keluarganya suka membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki capaian lebih. Baik itu urusan sekolah ataupun aktivitas lain di kampungnya. Orang yang memiliki capaian dengan ukuran tertentu akan dipandang hebat oleh masyarakat, demikian doktrinnya. Pokunoji merasa ia harus bisa mencapai hal itu. Berawal dari ketertenanan, Pokunoji berusaha keras dengan segala cara untuk mencapi ukuran yang dikatakan membanggakan itu. Ya, segala cara ia tempuh. Ketika ujian sekolah, ia berusaha bagaimana mendapatkan bocoran soal atau jawaban, dan ketika ujian berlangsung ia berstrategi cantik untuk mencontek.

Benar saja, pada saat pengumuman kenaikan kelas dan ia berhasil mendapatkan rangking tinggi, orang tuanya bangga. Kabar itu segera menyebar di tengah warga. Pokunoji pun akhirnya merasa bangga diri juga. Ia mulai merasa nikmatnya dipuja, mulai merasa enaknya berada di atas melebihi kawan-kawannya. Ia lupa dan menganggap bahwa cara curang untuk mendapatkan ranking sebagai sesuatu yang wajar karena toh semua orang memuji hasil akhirnya, bukan menelisik bagaimana cara mencapai hasil itu.

Keberhasilan pertama ini menjadi awal legenda Pokunoji. Hampir dalam setiap perkembangan hidupnya ia berlaku persis semacam itu. Baginya tak ada kawan sejati. Kawan yang memliki capaian lebih adalah musuh dan yang lebih rendah adalah patut untuk diremehkan. Ia akan mendekati siapa saja yang berkemampuan di atasnya, berbaik diri sambil mencari celah untuk menelikung pada saat tertentu. Ia akan berusaha akrab dengan siapa saja untuk mencari segala kemungkinan dalam rangka mengungguli yang lainnya. Pokunoji sangat lihai dalam soal ini. Ia tidak perduli risiko moral dari segala yang dilakukannya. Capaian tertinggi yang berdampak pada anggapan hebat inilah yang ia cari. Capaian puncak yang membuatnya dikagumi itulah yang diingini. Pokunoji tidak pernah mau mengakui kelemahannya bahkan ketika kelemahan itu tampak nyata. Ia akan mencari cara agar orang lain dipersalahkan atas kelemahannya sekaligus bersiasat agar orang yang menganggapnya lemah itu akan takluk padanya dalam ukuran-ukuran tertentu.

Pokunoji sangat piawai membawa dirinya. Ia pura-pura melebur secara sosial untuk kemudian berdiri di atas semuanya. Ia menganggap semua orang tidak akan pernah tahu kelicikannya. Kalaupun ada yang curiga atas kelicikan tersebut ia tak kurang akal untuk membuat alasan dan menelikung orang itu dikemudian hari. Pokunoji tidak pernah berbagi untuk hal apapun yang dapat membuatnya kalah di kemudian hari. Pokunoji akan selalu curiga kepada setiap orang dan menganggapnya saingan. Pokunoji hanya tahu kemenangan, tidak yang lain. Padahal banyak orang mengerti – meski hanya berdiam diri - bahwa kemenangannya adalah semu karena kenyataan berkata lain. Mengenai hal ini, Pokunoji tidaklah perduli karena capaian angka-angka dan segala kemungkinan yang membuatnya berada di atas orang lain itulah tujuan utamanya. Pokunoji harus melebihi yang lain, bagaimanapun caranya, apapun keadaannya.

Pokunoji begitu melegenda. Pokunoji sejatinya bukanlah manusia. Pokunoji adalah sindrom psikologi yang dapat menimpa siapa saja. Termasuk kita.

ekoompong

Adisucipto, 190219

11 comments:

  1. Betuuulll...pokunoji bisa jadi potret produk gagal pendidikan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat

      Delete
    2. Dan yang berprofesi pendidik seyogyanya rela untuk mau memotret dirinya sendiri.

      Delete
  2. Sindrom semacam ini nyata, hidup di sekeliling dan lingkungan kita. Tulisan menarik untuk memeriksa diri kita sendiri...tetapi sulitnya, yang tertimpa sindrom ini tidak akan pernah aware, terlebih jika sindrim ini menimpa diri kita sendiri...

    ReplyDelete
  3. Ini nyata yang terjadi pada peserta didik saya😖😖

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga gurunya bijak sehingga sindrom ini bisa disembuhkan

      Delete
    2. Tugas sang guru untuk menelisik mengapa sindrom ini sampai terjadi pada peserta didik.

      Delete
  4. Koyo Sang Sengkuni.
    Ratuning julik, kedhung-kedhunging olah ngamandoko, gegedhuging karti sampeko.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bedane Sengkuni nganggo kudhung panguwasaning liyan

      Delete