Gelisah sekaligus bingung menggayuti pikiranku saat itu. Keraguan untuk memasuki “lingkungan baru”. Benarkah itu lingkungan itu baru bagiku?.....bukankah orang-orang yang ada di lingkungan itu adalah orang-orang yang kau kenal? …hati kecilku mulai berbisik. Susah payah kupaksa pikiran negatifku tersebut sirna, kulawan dan bukan tanpa halangan untuk mengenyahkannya. Pikiran lain memaksaku untuk memenuhi undangan itu, aku ingin membuktikan apakah perasaanku benar adanya ataukah itu hanya kebiasaanku yang sering merasa tidak percaya diri? Selamatlah aku karena pikiran “warasku” memenangkan rasa angkuh dan sok tahunya diriku ini. Dengan mantap dan riang kulangkahkan kakiku menuju ruangan itu yang telah terisi oleh orang-orang yang tidak asing bagiku. Sekejap kembali kegelisahan mewarnai pikiranku plus kekhawatiran yang mulai menyergap. Bagaimana kalau nanti mereka menertawakanku? Bagaimana kalau mereka mengatakan bahwa aku tidak berhak menyandang status yang kumiliki saat ini? Carut marut pikiranku kubiarkan berkelana, tetapi aku juga berusaha keras melawannya. Aku harus membuktikan! Itu tekadku.
Di awal aku masih ragu dengan apa yang telah kulakukan di “lingkungan” itu. Sang pembicara dengan gaya yang sangat kukenal lambat laun meruntuhkan pikiran burukku. Sesi demi sesi kuikuti dengan suka cita. Aku sangat menikmati setiap sesi yang membuatku dapat berpikir positif dan bersemangat untuk mengungkapkan apa yang kurasa dan apa yang kupikirkan tanpa ada kekhawatiran salah dan benar. Akhirnya aku menyadari bahwa pikiran-pikiran negatif itu adalah aku sendiri penciptanya. Solusinya sederhana, jika bukan aku yang “memberantasnya”, aku tak akan pernah berhasil menemukan potensi diriku sendiri.
Bagaikan aliran air yang mengalir……setelah pertemuan yang kesekian yang tidak lagi membuatku merasa “asing”, aku mendapatkan pesan di WA yang memuat artikel tentang Horman Endorfin. Istilah ini baru kuketahui, dijelaskan dalam artikel tersebut bahwa ternyata ada hormone kebahagiaan yang dikeluarkan oleh tubuh kita sendiri yang membuat kita bahagia, punya daya tahan tubuh yang lebih kuat terhadap penyakit. Woooww…takjub aku membacanya, selain itu merupakan pengetahuan baru untukku, artikel itu sekaligus waktunya sangat tepat dengan “keputusanku” untuk harus berusaha selalu berpikir positif. Karena menurut artikel tersebut, hormone endorphin berproduksi manakala kita berpikir positif, berperasaan (emosi) positif, dan juga bertindak positif.
Jadi? Ingin selalu sehat dan
bahagia? Tak perlu jauh-jauh mencarinya
karena itu ada di pikiran kita sendiri, cukup melihat ke dalam diri kita
sendiri, maka kebahagiaan dan juga kesehatan akan didapatkan.
Sip Mba...mengalahkan ketakutan diri sendiri
ReplyDeleteTerimakasih mas..semoga bs istiqomah..Aamiin
DeletePengalaman yg sangat berguna mbak...
ReplyDeleteterimakasih
DeleteAda deskripsi, analisis atau interpretasi, dan ada aksi untuk berproses menulis reflektif.
ReplyDeleteAyo gali terus pengalaman bermakna dan tuliskan, mbak Digna. Gracias!
Terimakasih mbk Rin...kerangka yg disusun dan dijelaskan tadi siang sangat membantu sy dalam menulis..
DeleteTerimakasih mbk Rin...kerangka yg disusun dan dijelaskan tadi siang sangat membantu sy dalam menulis..
DeleteKerangka itu bukan harga mati ya mbak, artinya kita bisa menulis reflektif dalam kerangka yang bervariasi. Yang lebih penting adalah menumbuhkan kecintaan terhadap menulis, sehingga menulis menjadi kebutuhan yang menciptakan rasa senang...
DeleteSiiaap mbk Rin..minimal kerangka tsb bs sbg "pemandu awal" untuk sy mbk..
DeleteMenulis itu belajar... Jadi, ayoo menulis..
ReplyDeleteSiiipp..
DeleteTulisan kita, apapun itu, baik buruknya, atau menarik tidaknya, bisa jadi bahan belajar bagi pembaca. Pembaca dapat belajar dari membaca tulisan penulis lain untuk kemudian membentuk style tulisannya sendiri.
Delete