Friday, February 15, 2019

BAYANGAN ZAMAN


---Purwadi
[seri Workshop Menulis Bebas]

Anak kecil itu bernama Fadli. Usianya sekitar sepuluh tahun. Kepalanya gundul, tetapi sudah tumbuh tipis rambutnya. Matanya menatap tajam, bibirnya sedikit tersenyum. Raut wajahnya memancarkan kejenuhan, kebingungan, dan kebimbangan di dalam hatinya. Sepertinya ia tidak mempunyai gairah hidup, ia tidak mempunyai semangat untuk bermain, bercanda, dan bergembira dengan teman sebayanya. Yah .... ia kehilangan keinginan untuk sekedar bermain dengan teman-temannya.

Aku jadi teringat masa kecil seusia dia. Kala itu, belum ada listrik, belum ada televisi, belum ada hp, belum banyak motor, apalagi mobil. Namun anak-anak merasa senang. Anak-anak belum mempunyai beban hidup. Dalam hatinya hanya ada kesenangan, keceriaan, dan kebahagiaan. Bermain bersama teman, dengan berkelompok-kelompok. Apalagi saat bulan purnama. Bermain di halaman yang luas di malam hari adalah sangat menyenangkan. Permainan anak waktu itu bermacam-macam. Ada jamuran, jethungan, gobag sodor, engklek, cublak-cublak suweng, gajah-gajah, ngundha layangan, dan masih banyak lagi macamnya. Ada dakon, benthik, sunda-manda, nekeran, umbul gambar, lumpatan, kubuk kecik sawo, bekelan, dan lain sebagainya. Permainan-permainan itu sebenarnya banyak mengajarkan tentang nasihat-nasihat untuk membentuk budi pekerti yang luhur, mengajarkan kekompakan, kegotong-royongan, bantu membantu, kejujuran, dan hal-hal lain yang penuh makna. Sungguh membahagiakan bayangan zaman pada saat itu.

Berbeda dengan anak kecil itu. Anak kecil jaman sekarang. Ia kesulitan mencari teman. Walaupun hidup di lingkungan perumahan yang sangat padat penduduknya, namun ia merasa sebatang kara. Lingkungan yang padat itu ternyata sepi, karena semuanya melakukan kegiatannya masing-masing. Tetangga kanan kiri tidak saling kenal, jika kenal, bukan persahabatan yang diperoleh, namun saingan gaya hidup yang terjadi. Lalu... di manakah anak-anak seusianya?, mengapa mereka tidak bermain bersama?. Mereka tidak saling kenal, tidak berkelompok, karena memang tempatnya sudah tidak ada. Tidak ada halaman luas, tidak ada tempat yang nyaman untuk bermain. Mau bermain di jalanan, jelas tidak bisa, sebab jalanan kampung telah menjadi tempat parkir mobil, karena yang mempunyai mobil tidak mempunyai garasi.

Berkembangnya zaman, sebuah desa menjadi perkotaan, sudah tidak bisa dibendung lagi. Tanah pekarangan yang luas telah menjadi tempat kos-kosan, lapangan-lapangan telah menjadi hotel, hingga tidak ada lagi tempat untuk bermain bagi anak-anak. Fadli hanya menyendiri. Menyendiri dalam kerumunan orang. Hidupnya serasa sunyi. Sunyi dalam keramaian.

4 comments:

  1. Replies
    1. Lebih baik segera mencari teman, agar kesunyian menjadi sirna

      Delete
  2. Di sekolah pun sama juga yang terjadi. Tak cukup tersedia ruang dan waktu bagi anak untuk bermain bersama-sama.

    ReplyDelete
  3. Permainan, ruang, dan waktu bermain untuk anak-anak masa kini telah bermetamorfosis, dan generasi kita ikut menyumbang terjadinya proses ini...

    ReplyDelete